Riset UI: Makin Tua, Manusia Mencari Sumber Kebahagiaan dari Dalam

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikEdu
Selasa, 12 Agu 2025 20:00 WIB
Foto: Getty Images/AleksandarNakic
Jakarta -

Apa itu kebahagiaan? Dan apakah beda cara memandang kebahagiaan buat anak muda dan orang tua? Riset Universitas Indonesia (UI) mendapati memang kebahagiaan saat tua dan muda beda!

Apa arti kebahagiaan sebenarnya? Apakah kebahagiaan itu tentang kenyamanan, stabilitas finansial, dan akses terhadap peluang? Ataukah kebahagiaan membutuhkan sesuatu yang lebih mendalam, seperti tujuan, kepuasan, dan hubungan yang bermakna?

Para psikolog telah lama mempelajari kebahagiaan, dan penelitian sejauh ini telah mengusulkan dua sudut pandang yang berbeda namun saling melengkapi untuk memahaminya. Pertama kebahagiaan hedonik, yang berasal dari luar melalui kesenangan, kenikmatan, dan kenyamanan materi. Kedua, kebahagiaan eudaimonik, yang berasal dari dalam serta berakar pada makna, pertumbuhan pribadi, dan rasa tujuan, demikian dilansir dari laman The School of Positive Psychology.

Dengan mengeksplorasi kedua dimensi ini, kita dapat lebih memahami apa artinya membangun kehidupan yang memuaskan dan mengapa peringkat tinggi dalam laporan global mungkin tidak selalu sejalan dengan pengalaman pribadi akan kebahagiaan.

Hasil penelitian dalam sebuah disertasi berjudul 'Konsep Kebahagiaan Berdasarkan Perspektif Psikologi Perkembangan pada Orang Indonesia' oleh seorang mahasiswi Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Eko Handayani menyimpulkan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang, konsep kebahagiaan berparadigma hedonik cenderung lebih menurun, sementara paradigma eudaimonik akan semakin meningkat.

Konsep kebahagiaan pada setiap kelompok usia mengacu pada paradigma hedonik terkait 'perasaan positif'. Selain itu, terlihat pula paradigma eudaimonik, khususnya terkait dengan 'kebersamaan dengan orang lain' dan 'aspek spiritualitas-religiusitas'.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsep kebahagiaan dijelaskan berbeda pada setiap kelompok usia. Dalam penelitian ini dilakukan terhadap lima kelompok usia perkembangan, yakni:

  1. anak
  2. remaja
  3. dewasa muda
  4. dewasa madya
  5. dewasa akhir

Metode Studi

Penelitian itu terdiri atas dua studi. Studi pertama merupakan survei kualitatif yang dilakukan secara daring terhadap 771 orang berusia 9-75 tahun untuk mendapatkan tema terkait konsep kebahagiaan di lima kelompok usia.

Setahun kemudian, studi kedua dilakukan terhadap 40 orang peserta studi pertama yang bersedia diwawancara secara semi-terstruktur untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci tentang konsep kebahagiaan, sekaligus menjawab pertanyaan retrospektif terkait kebahagiaan masa kecil mereka.

Analisis jawaban dilakukan dengan metode content dan tematic analysis menggunakan wordcloud dan pivot point Excel.

Hasil Studi

Hasilnya, secara umum ditemukan kekhasan penjelasan konsep kebahagiaan pada setiap kelompok usia yakni:

  • Kelompok usia anak mengaitkan perasaan positif dengan melakukan aktivitas yang disukai bersama orang lain
  • Kelompok remaja berfokus pada kesenangan saat memperoleh sesuatu seperti mendapatkan apresiasi dari orang terdekat
  • Kelompok dewasa muda berfokus pada rasa senang saat meraih keberhasilan atau pencapaian yang didukung oleh orang terdekat dan melakukan hal baik.
  • Kelompok dewasa madya menjelaskan kebahagiaan dalam rasa tenang terkait kondisi bahagia orang lain
  • Kelompok usia dewasa akhir berfokus pada perasaan damai tanpa ada konflik dan hubungan yang dekat dengan Tuhan

Penelitian ini memberikan manfaat terkait pemahaman konsep kebahagiaan berdasarkan kelompok usia. Sehingga, hal itu diharapkan dapat menjadi rekomendasi dalam pengukuran kebahagiaan yang sesuai dengan usia partisipan. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga dapat dimanfaatkan secara praktis untuk meningkatkan keharmonisan hubungan antar-kelompok usia.

Penelitian disertasi tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi konsep kebahagiaan dengan menggunakan perspektif psikologi perkembangan. Konsep kebahagiaan dilihat dari kata-kata yang digunakan partisipan ketika menjelaskan tentang pengertian, pengalaman, dan ciri orang bahagia.

"Kebahagiaan bersifat subyektif, sehingga penting untuk memahami konsep kebahagiaan individu sebelum menilai tingkat kebahagiaannya. Sebagai contoh, pada pengukuran tingkat kebahagiaan anak ditemukan perbedaan penilaian antara orang tua dan anak itu sendiri. Orang tua cenderung menilai tingkat kebahagiaan anak lebih besar dibandingkan penilaian oleh anak," kata peneliti sekaligus penulis disertasi, Eko Handayani dalam rilis UI, ditulis Selasa (12/8/2025).

Hal itu, menurut Eko, mengindikasikan adanya perbedaan konsep kebahagiaan antar-kelompok usia yang mendasari penilaian tingkat kebahagiaan. Perbedaan konsep kebahagiaan dapat menimbulkan kesalahpahaman, terutama saat seseorang ingin membahagiakan orang lain namun tidak paham konsep kebahagiaan orang tersebut dan akhirnya mendasarkan konsep kebahagiaan kepada dirinya sendiri sehingga muncul bias egosentrik.

Konsep kebahagiaan merupakan representasi kognitif dari sifat dan pengalaman kebahagiaan, sementara aspek kognitif berubah sepanjang kehidupan manusia. Oleh karena itu, perkembangan kognitif memberikan pengaruh pada konsep kebahagiaan di berbagai tahapan usia. Selain itu, karakteristik perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh interaksi partisipan dengan lingkungan sosialnya.

"Kebahagiaan adalah kebaikan paling berharga (the most valuable good) dan tujuan hidup utama bagi manusia. Kebahagiaan terbukti meningkatkan kesehatan fisik dan membawa pengaruh positif pada keadaan mental dan emosional. Orang bahagia cenderung menikmati hidup dan berusaha menjadikan hidupnya lebih berarti. Pentingnya kebahagiaan pada kehidupan manusia membuat banyak penelitian berfokus pada penilaian tingkat kebahagiaan individu dan mencari faktor-faktor yang memengaruhinya," ujar Eko.



Simak Video "Video Kisruh Dualisme BEM UI: Kini Muncul Kubu Ungu"

(nwk/pal)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork