Ilmuwan sendiri masih belum yakin dengan alasannya. Meskipun perbedaan tinggi badan terkait jenis kelamin ini ada di seluruh dunia, para ilmuwan masih belum memiliki pemahaman ilmiah yang lengkap tentang alasannya. Namun, mereka memiliki beberapa petunjuk dari gen dan hormon terkait jenis kelamin yang membantu mengungkap misteri ini.
Tinggi badan merupakan sifat kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah genetik. Gen pada kromosom terkait jenis kelamin dan kromosom normal membantu menentukan tinggi badan.
Setiap bayi menerima dua set kromosom yaitu 23 dari ibu dan 23 dari ayah. Dua dari kromosom ini adalah kromosom seks. Perempuan cenderung XX dan laki-laki biasanya XY.
Orang tua sering kali menyumbang gen yang konsisten dengan ciri-ciri mereka sendiri, sehingga biasanya orang tua yang lebih tinggi akan memiliki anak yang lebih tinggi daripada orang tua yang lebih pendek.
Studi pada saudara kembar identik menemukan tinggi badan sekitar 80% dapat diwariskan. Artinya sekitar 80% perbedaan tinggi badan dapat dikaitkan dengan genetika.
Namun, sulit untuk membedakan gen mana yang berkontribusi terhadap tinggi badan. Alexander Berry, seorang ilmuwan bioinformatika di Geisinger College of Health Sciences dalam Live Science mengatakan tinggi badan adalah sifat poligenik, dikendalikan dua gen atau lebih, yang terkenal.
Gen SHOX yang Memengaruhi Tinggi Badan
Tinggi badan dapat sangat bervariasi berdasarkan ribuan gen yang memengaruhinya di seluruh genom. Satu makalah tahun 2022 yang diterbitkan dalam jurnal Nature menemukan 12.111 tempat dalam genom tempat satu nukleotida, G, A, T, atau C dalam urutan DNA, bervariasi dan secara signifikan terkait dengan tinggi badan.
Salah satu gen yang paling banyak dipelajari yang terkait dengan tinggi badan disebut SHOX, yang ada pada kromosom X dan Y. SHOX diperkirakan menyumbang sekitar 25% dari rata-rata disparitas 5 inci antara laki-laki dan perempuan.
Ia menyebutkan varian gen di mana SHOX kehilangan fungsinya pada kromosom X atau Y, maka dapat mengakibatkan penurunan tinggi badan secara signifikan. Misalnya, kelainan genetik diskondrosteosis LΓ©ri-Weill, yang disebabkan oleh gen SHOX yang bermutasi, memengaruhi pertumbuhan tulang dan mengakibatkan perawakan pendek.
Hormon Estrogen
Hormon estrogen juga berkontribusi terhadap pertumbuhan. Hormon pertumbuhan manusia berasal dari kelenjar pituitari, yang mendorong pertumbuhan pada anak-anak. Faktor pertumbuhan mirip insulin 1 (IGF-1) memediasi efek hormon pertumbuhan manusia, dengan keduanya mencapai puncaknya pada masa pubertas.
Holly Dunsworth, seorang profesor antropologi di University of Rhode Island, menyatakan estrogen merupakan pendorong utama pertumbuhan tulang. Dalam hal pertumbuhan tulang, estrogen bekerja dalam dua fase.
Fase pertama melibatkan pertumbuhan tinggi badan. Selama fase kedua, pada akhirnya terdapat begitu banyak estrogen sehingga tulang mengeras, atau menyatu. Setelah produksi estrogen mencapai puncaknya pada remaja, tulang mereka mengeras.
Produksi estrogen mencapai puncaknya lebih cepat pada perempuan dibandingkan laki-laki, yang terus tumbuh.
Dunsworth menulis makalah tahun 2020 yang diterbitkan dalam jurnal Evolutionary Anthropology yang mengeksplorasi peran estrogen dalam perbedaan tinggi badan antara laki-laki dan perempuan. Hipotesis ini menegaskan estrogen mungkin bisa menjelaskan kesenjangan tinggi badan antara laki-laki dan perempuan.
Jenis Kelamin Bukan Satu-satunya Faktor Tinggi Badan Seseorang
Meskipun demikian, jenis kelamin seseorang bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi tinggi badan. Beberapa perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Selain genetika dan hormon, lingkungan juga memainkan peran penting. Karena tinggi badan 80% dapat diwariskan, 20% dikaitkan dengan faktor lingkungan, seperti nutrisi dan iklim.
(nir/nah)