Fenomena viral "Anomali Brain rot" menjadi suatu hal yang sangat diingat anak-anak masa kini. Setelah menontonnya secara terus-menerus di media sosial, mereka terkadang tak sadar mengucapkannya berkali-kali.
Anomali brain rot adalah tren konten digital yang absurd dan aneh. Contoh konten tren ini adalah manusia berwujud pentungan kayu yang disebut dengan tung-tung-tung sahur, hiu memakai sepatu, gabungan kopi cappucino dan balerina menjadi balerina cappucina dan lain-lain.
Bila melihatnya sekali, mungkin akan timbul kelucuan pada konten tersebut. Namun, dibalik kelucuan itu ternyata tersembunyi potensi dampak serius terhadap perkembangan anak dan remaja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak Konsumsi Konten Anomali Brain Rot Pada Anak
Pakar IPB University sekaligus dosen divisi Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia Melly Latifah menjelaskan berdasarkan teori Piaget, anak usia dini berada pada tahap perkembangan praoperasional. Mereka tengah mencoba memahami realitas yang ada di sekitar kehidupan sehari-harinya.
Oleh karena itu, mereka belum mampu membedakan fantasi dan kenyataan. Anomali brain rot sendiri masuk ke dalam konten absurd yang berisiko mengacaukan pemahaman anak terhadap realitas.
"Visual yang 'hiper-absurd' dapat memicu pelepasan dopamin secara berlebihan, yang berdampak pada fokus dan emosi," katanya dikutip dari laman IPB University, Kamis (3/7/2025).
Dalam penampilan salah satu tokoh, ia diikuti dengan narasi yang tidak koheren/berkaitan. Hal ini bisa menjadi penghambat pemahaman struktur bahasa anak.
Di tingkat anak remaja, paparan konten absurd dapat membentuk pola pikir tidak logis jika terjadi terus-menerus. Ketika ini terjadi, mereka sulit untuk berpikir secara sistematis.
"Paparan berlebihan menguatkan pola pikir 'semakin tidak masuk akal, semakin menarik'. Ini mengurangi kemampuan berpikir sistematis," tambah Melly.
Tidak hanya pola pikir, konten anomali brain rot juga bisa mengikis empati anak remaja. Alasannya karena konten sering kali ditampilkan dengan menghilangkan konteks emosional dari suatu peristiwa.
Dampak Brain Rot bagi Anak
Pada dasarnya, istilah brain rot berhubungan dengan kondisi psikologi seseorang. Kondisi psikologis yang dimaksud timbul akibat gaya hidup digital tanpa henti.
Melly menyebut perilaku ini menyebabkan berbagai hal yang juga berkaitan dengan psikologis seperti, kelelahan mental, fokus berkurang, hingga mengubah preferensi otak terhadap stimulasi yang cepat.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali gejala awal brain rot pada anak. Gangguan ini bisa muncul dalam bentuk kognitif, bahasa, emosi, dan sosial.
"Anak bisa sulit konsentrasi, sering lupa instruksi sederhana, bicaranya patah-patah, atau kosakatanya menyusut. Secara emosional, mereka bisa tertawa histeris saat online tetapi datar ketika diajak bicara. Ada juga yang marah ketika gadget diambil," jelasnya.
Tanda-tanda anak mengalami 'brain rot' juga bisa berbeda di setiap perkembangan usia. Ketika balita, tanda mungkin terlihat ketika mereka meniru gerakan absurd yang telah dilihat.
Sedangkan anak usia SD dan remaja menampilkan gejala yang berbeda. Untuk itu, orang tua masa kini tidak boleh lengah dan memperhatikan berbagai gejala yang timbul pada anak.
"Balita mungkin meniru gerakan absurd yang mereka lihat. Anak usia SD bisa mengalami penurunan nilai drastis. Sementara remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa meme," ungkap Melly.
6 Langkah Hindari Anak dari Brain Rot
Melly juga memberikan 6 langkah untuk melindungi anak dari dampak negatif yang ditimbulkan konten absurd seperti anomali brain rot, yakni:
1. Bangun Literasi Digital
Orang tua perlu menjelaskan bahwa konten yang anak lihat dibuat oleh teknologi bernama artificial intelligence (AI). Sehingga mereka tidaklah nyata.
2. Batasi Akses
Aktifkan restricted mode untuk membatasi durasi anak mengakses gawai, misalnya 5 menit per hari. Melly juga menyarankan untuk menghindari penggunaan gawai satu jam sebelum tidur.
3. Ubah Konsumsi Pasif Jadi Aktif
Ketika anak melihat konten anomali brain rot, janganlah berdiam diri. Cobalah ajak anak menganalisis konten absurd tersebut, contohnya 'Sebutkan tiga hal tidak masuk akal di video ini!'
4. Cognitive Anchoring
Setelah menganalisis, hubungkan konten absurd dengan fakta, misalnya 'hiu tidak berkaki, ia tinggal di laut'.
Untuk itu, orang tua juga perlu menambah pengetahuan tentang tontonan anak. Jangan sampai, anak paham pengetahuan yang menyesatkan.
5. Berikan Pemahaman
Langkah kelima adalah berikan pemahaman tentang bahaya konten absurd. Jelaskan bahwa konsumsi konten tidak jelas secara berlebihan bisa mengubah jalur saraf dan akan berbahaya bagi tubuh anak.
6. Digital Detox
Melly menuturkan apabila konsumsi sudah tak terkendali, matikan internet selama 3-7 hari dan ganti dengan aktivitas fisik atau sosial langsung.
Demikianlah informasi tentang bahaya konten anomali brain rot terhadap anak. Semoga informasi ini bisa bermanfaat ya Bapak-Ibu orang tua!
(det/nah)