Ada Alat Pendeteksi Plagiarisme di Kampus-kampus, Banyak Mahasiswa Khawatir

ADVERTISEMENT

Ada Alat Pendeteksi Plagiarisme di Kampus-kampus, Banyak Mahasiswa Khawatir

Hani Muthmainnah - detikEdu
Senin, 20 Jan 2025 08:00 WIB
Shot of two young women using a laptop together in a college library
Foto: Getty Images/PeopleImages/Ilustrasi mahasiswa
Jakarta -

Perangkat lunak untuk mendeteksi plagiarisme mulai banyak diterapkan di kampus-kampus Eropa untuk mendeteksi kecurangan. Namun, hal ini justru menimbulkan kekhawatiran bagi mahasiswa dan membuat mereka tertekan.

Dalam sebuah studi terbaru yang melibatkan tujuh negara Eropa, sekitar setengah dari responden melaporkan kekhawatiran terhadap penggunaan perangkat lunak pendeteksi plagiarisme. Kekhawatiran siswa di sekolah menengah dan mahasiswa memicu perilaku kontraproduktif dan pembelajaran yang salah arah.

Siswa dan Mahasiswa Takut Diawasi

Sebuah studi yang dipimpin oleh Departemen Ekonomi Pangan dan Sumber Daya Universitas Copenhagen di Denmark, berupaya mengembangkan pemahaman empiris yang lebih baik tentang kekhawatiran perangkat lunak pencocokan teks (TMS) di kalangan mahasiswa di Swiss, Denmark, Hungaria, Irlandia, Lithuania, Portugal, dan Slovenia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika ditanya tentang penggunaan alat pendeteksi plagiarisme oleh institusi mereka, 47% siswa sekolah menengah dan 55% mahasiswa tingkat sarjana yang menjadi peserta studi menyatakan kekhawatiran tentang pengawasan. Kekhawatiran ini dinilai lebih dari sekadar rasa takut ketahuan menyontek.

Peneliti postdoc sekaligus penulis utama studi tersebut, Mads Goddiksen, mengatakan bahwa kekhawatiran ini sebagian besar berasal dari ketidakpastian tentang bagaimana perangkat lunak digunakan dan apa yang dianggap sebagai kecurangan.

ADVERTISEMENT

"Sungguh paradoks bahwa teknologi yang dimaksudkan untuk memastikan integritas akademis justru menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu di kalangan mahasiswa," ucapnya dikutip dari laman resmi Universitas Copenhagen.

Survei ini menunjukkan bahwa ternyata ada yang lebih mengkhawatirkan dari perasaan khawatir mahasiswa karena takut diawasi oleh alat pendeteksi plagiarisme.

"Masalah terbesar bukanlah kekhawatiran itu sendiri, tetapi kenyataan bahwa siswa kehilangan fokus untuk menulis dengan baik dan etis," ujar Goddiksen.

Perangkat Lunak yang Mendeteksi Tumpang Tindih Teks

Sejauh ini, alat pendeteksi yang dikhawatirkan mahasiswa belum secara pasti bisa menentukan apakah ada plagiarisme atau tidak. Alat tersebut hanya menyoroti adanya tumpang tindih teks.

Menurut Goddiksen, tidak ada yang salah dengan parafrase atau reproduksi konten dari sumber lain dalam sebuah tugas. Hal ini karena sebagian besar merupakan bagian dari penulisan akademis, selama dilakukan secara transparan.

Namun, saat ini, praktik semacam itu mungkin muncul dalam pemeriksaan plagiarisme karena perangkat lunak mengidentifikasi kesamaan dalam frasa dan formulasi.

"Hal ini membuat siswa merasa gugup dan membuat perangkat lunak tidak efektif jika digunakan sendiri," jelas Goddiksen.

Para peneliti berharap, alat ini tidak perlu dihapuskan tapi harus digunakan dengan benar. Terutama memastikan instruktur (alat) dan mahasiswa paham dengan perangkat lunak tersebut.

Associate Professor dari Departemen Pendidikan Sains, Mikkel Willum Johansen, mengusulkan instruksi dan prosedur jelas tentang perangkat lunak tersebut. Salah satunya agar bisa meredakan kekhawatiran mahasiswa serta memastikan bahwa teknologi mendukung pembelajaran daripada menghambatnya.

"Pentingnya institusi memiliki prosedur yang jelas dan konsensus tentang cara menggunakan teknologi, sehingga kita dapat menghindari hukuman yang tidak adil bagi siswa," tuturnya.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads