AI Memprediksi Puncak Pemanasan Bumi, Seberapa Panas di Masa Depan?

ADVERTISEMENT

AI Memprediksi Puncak Pemanasan Bumi, Seberapa Panas di Masa Depan?

Hani Muthmainnah - detikEdu
Kamis, 02 Jan 2025 13:30 WIB
Ilustrasi terik panas
AI memprediksi pemanasan global akan melebihi 1,5 derajat Celcius meskipun dekarbonisasi cepat, memicu dampak ekstrem di berbagai wilayah. Foto: Getty Images/Bim
Jakarta -

Pemanasan global menjadi salah satu masalah lingkungan paling mendesak yang dihadapi dunia. Dalam upaya menanggulangi perubahan iklim, dekarbonisasi cepat dianggap sebagai kunci untuk membatasi pemanasan Bumi.

Namun, penelitian terbaru yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) menunjukkan, meskipun dekarbonisasi dilakukan dengan cepat, kenaikan suhu dunia kemungkinan besar akan melebihi batas 1,5 derajat Celcius yang telah disepakati dalam Perjanjian Iklim Paris.

Penelitian yang diterbitkan di Geophysical Research Letters menunjukkan bahwa tujuan untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri sudah pasti tidak tercapai. Hasil studi memperkirakan bahwa tahun-tahun terpanas yang akan datang kemungkinan besar akan memecahkan rekor panas yang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, ada peluang 50% bahwa suhu global akan meningkat lebih dari 2 derajat Celcius, meskipun manusia berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca secara drastis pada tahun 2050-an.

Noah S Diffenbaugh, penulis pertama studi, mengatakan dampak pemanasan global dalam beberapa tahun terakhir mulai dari gelombang panas, hujan lebat, serta kondisi ekstrem lainnya.

ADVERTISEMENT

"Studi ini menunjukkan bahwa bahkan dalam skenario terbaik, kita sangat mungkin mengalami kondisi yang lebih parah daripada yang telah kita hadapi baru-baru ini," kata ilmuwan iklim dari Stanford University Doerr School of Sustainability tersebut, dikutip dari laman kampus.

Tahun 2024 diperkirakan akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat sepanjang sejarah. Suhu rata-rata global diperkirakan melebihi 1,5 derajat Celcius atau hampir 2,7 derajat Fahrenheit di atas garis dasar pra-industri.

Berdasarkan studi Diffenbaugh dan Elizabeth A Barnes, ada risiko keterjadian 90 persen bahwa tahun-tahun terpanas abad ini akan lebih panas setengah derajat Celcius meskipun dekarbonisasi dilakukan dengan cepat.

Menggunakan AI untuk Proyeksi Pemanasan Global

Untuk menghasilkan proyeksi ini, para peneliti melatih sistem AI dalam memprediksi seberapa tinggi suhu global meningkat berdasarkan laju dekarbonisasi. Dalam pelatihan AI, data suhu dan gas kaca yang besar digunakan sebagai dasar. Namun, AI juga menyempurnakan prediksi dengan memasukkan suhu historis dan skenario emisi gas rumah kaca yang banyak digunakan.

Elizabeth Barnes, ilmuwan iklim dari Colorado State University, menjelaskan AI muncul sebagai alat yang sangat ampuh untuk mengurangi ketidakpastian dalam proyeksi masa depan.

"AI belajar dari banyak simulasi model iklim yang sudah ada, tetapi prediksinya kemudian disempurnakan lebih lanjut oleh pengamatan dunia nyata," ucapnya.

Studi ini melengkapi sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa dunia hampir pasti kehilangan kesempatan untuk mencapai tujuan lebih ambisius dari Perjanjian Paris 2015. Dalam perjanjian ini, negara-negara partisipan bersepakat untuk menjaga pemanasan global jangka panjang "jauh di bawah" 2 derajat Celsius. dan berusaha menghindari 1,5 derajat Celsius

Pemanasan Lebih Cepat di Beberapa Wilayah

Makalah kedua yang diterbitkan oleh Barnes, Diffenbaugh, dan Sonia Seneviratne dari ETH Zurich di Environmental Reseach Letters menunjukkan bahwa banyak wilayah, termasuk Asia Selatan, Mediterania, Eropa Tengah, dan Afrika sub-Sahara akan mengalami pemanasan lebih dari 3 derajat Celcius pada 2060 jika emisi terus meningkat. Bahkan, diperkirakan pemanasan ini lebih cepat dari perkiraan studi sebelumnya.

"Seiring dengan terus berlanjutnya dampak-dampak buruk ini dari tahun ke tahun, kami menjadi semakin tertarik untuk memprediksi seberapa ekstrem iklim yang dapat terjadi bahkan jika dunia sepenuhnya berhasil mengurangi emisi dengan cepat," ucapnya.

Skenario Emisi dan Prediksi Pemanasan Global

Studi ini juga membahas dua skenario penting yang dapat terjadi jika dunia gagal menanggulangi pemanasan global secara efektif. Dalam skenario emisi gas rumah kaca mencapai nol pada 2050-an, para peneliti memperkirakan ada peluang 90 persen bahwa tahun terpanas abad ini tetap akan lebih panas 1,8 derajat Celsius.

Ada juga peluang sekitar 66 persen bahwa pemanasan akan mencapai 2,1 derajat Celsius. Namun, jika emisi menurun terlalu lambat dan tidak mencapai nol pada 2100, ada risiko 90 persen bahwa tahun terpanas abad ini akan mengalami suhu 3 derajat Celsius lebih panas dari suhu terpanas di 2024.

Pentingnya Adaptasi Menghadapi Perubahan Iklim

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun upaya dekarbonisasi dilakukan dengan sukses, masyarakat dan ekosistem dunia masih berisiko menghadapi kondisi iklim yang jauh lebih ekstrim daripada yang ada saat ini. Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berinvestasi dalam langkah-langkah adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang lebih parah.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa meskipun semua upaya dan investasi dalam dekarbonisasi berhasil, ada risiko nyata bahwa tanpa investasi yang sepadan dalam adaptasi masyarakat, ekosistem akan terpapar pada kondisi iklim yang jauh lebih ekstrem daripada yang saat ini mereka hadapi," kata Diffenbaugh.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads