Masyarakat Sunda kuno ternyata telah memahami banyak konsep astronomi sebelum adanya ilmu geografi modern. Hal ini diungkap oleh Peneliti Riset Manuskrip, Literatur dan Tradisi Lisan Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN), Agus Heryana.
Bukti tersebut bisa dilihat dalam beberapa naskah kuno yang memuat pemahaman masyarakat Sunda kuno soal benda-benda langit. Contohnya seputar bulan, bintang, matahari, dan lainnya.
Adapun naskah Sunda yang memuat konsep astronomi tersebut yakni Siksakanda Karesian, Sewaka Darma, dan Bujangga Manik. Naskah-naskah tersebut sudah ada sejak abad 14-15 Masehi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Agus menyebut masyarakat saat itu menggunakan konsep astronomi sebagai simbol. Baik dalam menganalogikan dewa hingga ekspresi mereka.
"Astronomi dalam manuskrip Sunda ini dimaknai secara praktis dan spiritual. Dan ini menjadi hal yang luar biasa bagi saya," kata Agus dalam siaran YouTube BRIN, Jumat (27/9/2024).
Peneliti lulusan Ilmu Filologi Universitas Padjadjaran (Unpad) tersebut kemudian menyebut bahwa naskah kuno Sunda tersebut tidak menguak ilmu astronomi. Namun, ada salah satunya naskah yang menceritakan asal-usul bumi yang dibalut dengan cerita soal raja-raja.
"Soal asal usul penciptaan bumi itu ada dalam naskah Wangsakerta dan ini cukup unik," kata Agus.
Selain itu, proses penciptaan bumi diceritakan juga dalam naskah Purwaning Jagat. Mengutip detikJabar, makna Purwaning Jagat dalam Bausastra Jawa-Indonesia bermakna permulaan bumi.
Kata purwa berarti permulaan, ning (akhiran), dan jagat adalah dunia atau alam semesta dan isinya. Secara keseluruhan, teks ini berisikan cerita-cerita raja di wilayah Sunda.
Ada 38 episode cerita dalam naskah Purwaning Jagat. Adapun penciptaan dunia terkandung dalam episode 1 yang juga menceritakan penciptaan roh penghuni bumi.
Selain itu, Purwaning Jagat juga bercerita soal aneka ragam jenis logam, penciptaan gunung, hingga batas-batas wilayah Kerajaan Timbanganten.
Ungkap Makna Budaya-Religi Masyarakat Sunda Kuno
Keberadaan naskah-naskah Sunda ini menurut Agus telah mengungkap aspek budaya hingga religi masyarakat tempo dulu. Contohnya dalam naskah Sewaka Darma, diceritakan soal cerita religi seorang nabi.
"Dalam naskah Sewaka Darma itu digambarkan seorang santri mencari spiritualitas yang di tengah perjalanannya dia bertemu dengan orang ini, orang itu. Dalam makna Islam, peristiwa tersebut dikenal sebagai Isra Mi'raj," katanya.
Selain itu, beberapa manuskrip mengungkap pedoman masyarakat Sunda zaman kuno dalam melakukan banyak aktivitas. Misalnya dalam bercocok tanam.
"Dan konsep lainnya ada yang berhubungan dengan perhitungan waktu, misalnya untuk memulai pertanian itu mereka melakukan masa-masa tani dan melakukan perhitungan-perhitungan tertentu untuk harinya sampai nilainya," kata Agus.
Menurut Agus masyarakat saat ini bisa belajar sejarah lebih dalam lewat manuskrip. Akses terhadap manuskrip ini juga mudah dilakukan.
"Siapapun boleh, dengan syarat bisa baca. Di Perpusnas pun banyak naskah dan di website-nya juga sudah ada," kata Agus.
(cyu/nwk)