Pakar BRIN Urai Konsep Astronomi dalam Manuskrip Sunda, Maknanya Beragam

ADVERTISEMENT

Pakar BRIN Urai Konsep Astronomi dalam Manuskrip Sunda, Maknanya Beragam

Cicin Yulianti - detikEdu
Jumat, 27 Sep 2024 16:30 WIB
Diskusi konsep astronomi dalam manuskrip Sunda
Diskusi konsep astronomi dalam manuskrip Sunda. Foto: YouTube BRIN
Jakarta -

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Manuskrip, Literatur dan Tradisi Lisan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agus Heryana mengungkap beberapa istilah astronomi yang ia temukan dalam naskah atau manuskrip Sunda.

Dalam beberapa naskah yang ia kaji, konsep astronomi yang sering muncul antara lain matahari, bintang, awan, langit, sesuatu yang merujuk waktu, penunjuk arah, dan lainnya.

Namun, istilah-istilah astronomi tersebut menurut Agus tidak menggambarkan soal proses astronomi. Melainkan mempunyai makna sebagai bentuk ekspresi penulis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keberadaan benda-benda langit (astronomi) digunakan untuk mengekspresikan perjalanan ruh atau atman manusia dalam mencapai kebahagiaan tertinggi dengan Tuhan-nya. Hubungan manusia dengan Tuhan dijalin melalui ciptaanNya, yakni alam semesta," tutur Agus dalam siaran YouTube BRIN, Jumat (27/9/2024).

ADVERTISEMENT

Dengan demikian, istilah-istilah astronomi dalam naskah Sunda lebih banyak mengandung ungkapan metafora atau majas. Maknanya juga erat kaitannya dengan spiritualitas.

"Ada panon poe, surya atau mata poe (matahari), ada juga mega yang artinya awan atau awang-awang. Terus ada juga awun-awun. Ada juga gelap atau petir. Dalam konsep pantun Sunda, awun-awun itu bermakna sebagai tembusnya harapan ke angkasa," kata Agus.

Ragam Makna Konsep Astronomi dalam Manuskrip Sunda

Sejauh ini, beberapa istilah astronomi yang Agus temukan dalam naskah Sunda yakni panon poe, srangenge, mata poe, surya (matahari), bulan, bΓ©ntang /bintang, langit, katumbiri (pelangi), mega (awan), akasa, awang-awang (angkasa), awun-awun (awan paling atas), alak paul (langit tertinggi), teja, tejamentrang (sinar), kilat, guludug, gelap (guntur,petir, geledek), dan kingkilaban.

Kata-kata tersebut secara umum menunjukkan benda langit yang bisa dilihat. Benda-benda langit tersebut kerap dimaknai sebagai makhluk suci dalam budaya kuno Sunda.

"Dalam naskah Sunda ini tidak ada yang membahas astronomi seperti itu (proses/fenomena), tapi saya ingat ketika kecil ada dongeng semacam 'Siapa sih pertama kali tinggal di Bulan?' Jawabannya Nini Anteh. Di mana dia itu adalah seorang anak yang terlantar atau sengsara dan dirudapaksa sehingga dia menjadi seseorang yang terperdaya oleh ibu tirinya dan tiba-tiba turun sebuah tangga yang membawanya ke Bulan, ditolong oleh seorang bidadari," kata Agus.

Contoh Manuskrip Sunda yang Memuat Konsep Astronomi

Adapun beberapa manuskrip Sunda yang mempunyai cerita seputar istilah astronomi ini rata-rata ditulis pada abad ke-14 atau ke-15 Masehi. Contohnya adalah Siksakanda Karesian, Sewaka Darma, dan Bujanggamanik.

Selain soal konsep benda langit, beberapa manuskrip Sunda juga memuat penjelasan tentang kepercayan masyarakat. Contohnya Wawacan Pandita Sawang, Paririmbon, dan Gandasari yang berisi soal keyakinan agama hingga tasawuf.

"Sumbangan terpenting dunia astronomi dalam kehidupan manusia secara umum adalah adanya sistem penanggalan atau kalender. Sampai sekarang di lingkungan masyarakat dikenal empat macam tahun, yaitu tahun Saka, tahun Hijriah (Arab), tahun Jawa dan tahun Masehi. Perhitungan tahun Saka dan Masehi didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari yang biasa disebut tahun Surya (Syamsiah). Sedangkan tahun Hijriah dan tahun Jawa berdasarkan peredaran Bulan mengelilingi Bumi yang biasa disebut tahun rembulan (Qomariah)," pungkas Agus.




(cyu/cyu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads