Potensi Madu Lebah Raksasa dari Gunung Tambora

ADVERTISEMENT

Belajar dari Pakar

Potensi Madu Lebah Raksasa dari Gunung Tambora

Hari Nugroho - detikEdu
Kamis, 25 Jul 2024 16:30 WIB
Hari Nugroho
Hari Nugroho
Peneliti Ahli Utama di bidang Taksonomi/Biosistematika serangga (terutama tawon dan lebah). Bergabung sebagai peneliti di LIPI (dan kemudian BRIN) sejak tahun 2005.
Sarang lebah raksasa Apis dorsata binghami di kawasan hutan Taman Nasional Tambora.
Sarang lebah raksasa Apis dorsata binghami di kawasan hutan Taman Nasional Tambora, NTB. Foto: Dok. BRIN
Jakarta -

Lebah madu raksasa/ giant honey bee (Apis dorsata) adalah merupakan salah satu spesies lebah yang berasal dari Asia. Di kawasan Asia dilaporkan minimal ada empat subspesies: Apis dorsata dorsata (tersebar di India), Apis dorsata binghami (Indonesia dan Malaysia), Apis dorsata berviligula (Filipina) dan Apis dorsata laboriosa (Himalaya, Myanmar, Utara China dan Laos).

Di Indonesia, lebah raksasa Apis dorsata binghami tersebar di pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Masyarakat Indonesia menyebut dengan nama berbeda-beda untuk lebah ini: gong (Jawa), odeng (Sunda), manye (Dayak), labah gadang/lebah gantuang/labah kabau/ labah jawi (Minangkabau) dan harinuan (Batak).

Secara umum masyarakat kita mengenal lebah ini dengan sebutan lebah liar/lebah hutan. Sampai saat ini belum diketemukan teknologi budidayanya sehingga lebah ini tetap menghuni pohon-pohon tinggi jenis tertentu di dalam hutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebah ini hanya membuat 1 sisir sarang yang berbentuk setengah lingkaran, dengan ukuran tinggi sisir bisa mencapai 1 m. Dalam satu pohon yang besar dan banyak cabang sering ditemukan banyak sarang, bisa mencapai 10 sarang.


Potensi lebah madu raksasa Gunung Tambora

Nusa Tenggara merupakan salah satu daerah penyebaran lebah ini, terutama Nusa Tenggara Barat (NTB). Tidak mengherankan madu dari Sumbawa sangat merajai pasar madu lebah liar di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Banyak kawasan hutan di NTB yang menghasilkan madu lebah liar diantaranya adalah di kawasan Taman Nasional Gunung Tambora khususnya pada jalur hutan dari kawasan desa Kawinda Toi.

Kawasan jalur Kawinda Toi ini merupakan salah satu sentra penghasil madu lebah liar yang pemanenannya melibatkan kelompok pencari madu yang dibina oleh pihak Taman Nasional dan aparat desa setempat. Satu kelompok pencari madu yang berjumlah sekitar 3-5 orang bisa menghasilkan 15-20 liter dalam satu kali musim panen. Puncaknya biasanya pada bulan Agustus-Oktober.

Kualitas lebah madu liar di kawasan ini banyak di pengaruhi oleh faktor alam terutama musim. Pada saat terjadi hujan tinggi sepanjang tahun atau musim kering ekstrem sepanjang tahun maka bisa dipastikan akan terjadi paceklik madu. Musim sangat menentukan proses pembungaan pohon hutan, jika musimnya cocok maka produksi madu akan stabil pada musim tersebut.

Ketersediaan pohon sarang dan sumber pakan juga akan sangat menentukan produksi madu di kawasan itu, sehingga begitu pentingnya pihak taman nasional dan aparat desa membina para permanen madu untuk tetap menjaga kelestarian hutan dengan cara tidak merambah hutan taman nasional sebagai habitat lebah madu.

Keunggulan kualitas madu lebah raksasa Gunung Tambora

Di tengah masyarakat kita sangat sering bermunculan opini tantang cara menentukan kualitas madu, apakah sebuah madu itu palsu atau asli. Ada yang dengan teknik mencelupkan kertas dan kemudian membakarnya dengan korek api dan juga dengan cara meneteskan madu dalam segelas air.

Mungkin saja teknik ini kebetulan bisa dengan tidak sengaja memberikan indikasi bahwa madu itu palsu atau asli. Namun ketika dipraktikkan oleh orang lain memberikan hasil yang berbeda dan tidak konsisten. Sehingga untuk mengetahui kualitas sebuah madu harus dengan uji laboratorium karena ada beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas madu harus dengan alat.

Salah satu parameter untuk menguji madu adalah enzim diastase. Enzim ini terdapat dalam mulut lebah yang berfungsi dalam proses pematangan madu. Enzim ini menentukan pola gula dalam madu karena berfungsi dalam mengonversi gula kompleks (polisakarida) menjadi gula sederhana (monosakarida).

Keberadaan enzim dalam madu menjadi salah satu indikator bahwa madu tersebut benar madu asli yang dihasilkan oleh lebah. Namun enzim diastase ini juga kemungkinan akan tidak terdeteksi jika sudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penanganan dalam penyimpanan madu yang tidak tepat.

Kandungan enzim diastase dalam madu diukur dengan satuan Diastase Number (DN). Semakin tinggi nilai DN memberikan gambaran bahwa madu tersebut berkualitas baik. Hasil analisis madu lebah Gunung Tambora menunjukkan bahwa madu itu asli dihasilkan oleh lebah dan memiliki kualitas yang bagus meskipun telah disimpan kurang lebih 2-3 bulan dalam jeriken penampungan. Persyaratan nilai minimal madu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu DN lebih dari 1.

Parameter selanjutnya adalah zat berbahaya dan logam cemaran. Kelebihan dari kualitas madu lebah gunung Tambora ini adalah tidak mengandung hidroksimetilfurfural (HMF). Kandungan HMF dijadikan sebagai indikator tingkat kesegaran dari madu, madu yang baru dipanen biasanya tidak mengandung bahan organik ini.

Hasil uji laboratorium terhadap logam cemaran timbal, kadmium, merkuri dan arsen (As) menunjukkan jauh di bawah ambang batas minimal yang di tetapkan dalam bahan makanan dan minuman, sehingga madu lebah gunung Tambora aman untuk dikonsumsi.

Rendahnya bahan cemaran yang sangat berbahaya untuk kesehatan tubuh ini merupakan salah satu keunggulan madu yang berasal dari lebah raksasa Gunung Tambora.

Tantangan dalam menjaga kualitas madu gunung Tambora

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas madu terutama dari komposisi fisika-kimianya yang harus diperhatikan dalam penanganan madu ini mulai dari pemanenan sampai ditangan konsumen siap di minum.

Beberapa hal yang masih harus diperbaiki agar produk madu liar dapat mencapai SNI misalnya: kadar air, bahan tidak terlarut dan abu yang masih diambang batas minimal. Penurunan kadar air terhadap madu yang dipanen harus dilakukan dengan metode evaporator. Sedang kadar padatan tidak terlarut dan kadar abu sangat berkaitan dalam proses panen.

Semaksimal mungkin untuk menghindari masuknya kedua bahan tersebut selama proses pemanenan dan penanganan di lapangan. Kualitas madu yang memenuhi SNI tentunya akan memiliki daya jual yang lebih dan akan berkontribusi terhadap pendapatan para pemanen madu secara signifikan di tengah pertarungan perdagangan madu yang sangat ketat ditambah masuknya produk madu palsu di pasaran.


Adi Kurniawan1, Hari Nugroho2, Hari Sutrisno2

1. Taman Nasional Gunung Tambora
2. Museum Zoologi Bogor, Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)




(pal/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads