Lebaran menjadi momen berkumpulnya keluarga besar untuk ajang mempererat tali silaturahmi. Tak jarang, berbagai obrolan bernada perhatian hingga penasaran, dilempar satu sama lain. Termasuk pertanyaan soal "kapan menikah" untuk seseorang di keluarga yang sudah berusia matang.
Pertanyaan ini mungkin sederhana. Namun, justru bisa menjadi tekanan bagi sebagian orang. Hal ini berkaitan dengan kondisi mental seseorang saat menerima pertanyaan tersebut.
Menurut psikolog dengan spesialisasi konseling, Divya Pathak, tekanan pernikahan dapat mendorong seseorang untuk merasakan berbagai emosi yang sulit, termasuk gangguan kesehatan jiwa tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktanya, dalam lingkungan sosial di Indonesia, pertanyaan semacam ini sering ditemukan. Hal ini terkait dengan masih banyaknya anak muda usia produktif yang belum menikah.
Banyak Anak Muda Masih Jomblo
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilaporkan oleh CNBC Indonesia, jumlah anak muda yang berstatus lajang atau jomblo mengalami peningkatan dari 2013-2022. Peningkatan ini terjadi hingga 10,39% dalam satu dekade terakhir.
Secara gender, perempuan yang belum menikah melonjak 10,15% dalam satu dekade terakhir, dibandingkan laki-laki 7,42%. Hal ini menunjukkan perubahan signifikan terkait preferensi menikah pada kalangan perempuan, mengingat pada 2011 jumlah yang menikah muda lebih banyak.
Bahkan ada peningkatan rata-rata 1,03% setiap tahunnya terkait perempuan yang menunda pernikahan hingga di atas usia 30 tahun. Kini, lebih dari setengah perempuan usia 30 tahun ke bawah belum menikah.
Menurut BPS, tren peningkatan jomblo ini berkaitan dengan perbaikan kualitas hidup yang merupakan hasil dari pembangunan di berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, serta budaya.
Seiring waktu, semakin banyak pemuda berpendidikan tinggi dan memiliki karier yang baik. Sementara, pada saat yang sama, gerakan kesetaraan gender terus menguat.
Bagaimana Cara Menghadapi Pertanyaan 'Kapan Menikah'?
Karena populasi jomblo cukup banyak di Indonesia, tak heran jika pertanyaan soal pernikahan banyak ditemui. Hal ini terjadi bukan hanya saat lebaran saja, melainkan momen-momen berkumpul lain seperti liburan, acara keluarga besar, dan sebagainya.
Jadi alih-alih menghindari, pertanyaan semacam ini harus dihadapi dengan tenang agar tidak memengaruhi mental.
Tips Merespons Pertanyaan 'Kapan Kamu Menikah'
1. Jangan Terlalu Memberi Banyak Informasi
Terapis hubungan dan profesor di Fakultas Kedokteran, Universitas Nevada Las Vegas, Katherine Hertlein, percaya bahwa orang yang bertanya tentang kemungkinan pernikahan mungkin lebih mencari validasi nilai-nilai pribadi mereka.
Dalam hal ini, ia menilai bahwa tidak semua informasi harus dibagikan untuk memuaskan validasi mereka.
"Putuskan berapa banyak informasi yang akan Anda bagikan dan siapa yang akan membagikannya," ucapnya dikutip dari The New York Times.
Menurut Dr Hertlein, yang terbaik untuk dibagikan informasi tentang rencana atau pemikiran tentang pernikahan adalah anggota penting keluarga. Termasuk keluarga pasangan jika memang kondisinya sudah memiliki pasangan.
2. Jangan Menjawab dengan Sepihak
Jika kamu sudah memiliki pasangan dan menjalin sebuah hubungan, maka jangan menjawab sendirian saat ditanya kapan menikah.
Dr Hertlein menyarankan untuk menunda menjawab apa pun sebelum berdiskusi dengan pasangan. Sebab, beberapa anggota keluarga mungkin berupaya memecah belah dan menyudutkan satu orang saat mereka sendirian.
"Pastikan Anda mencerminkan batasan yang Anda miliki sebagai pasangan," ujarnya.
3. Jangan Takut untuk Menetapkan Batasan Fisik
Meskipun tidak ideal bagi norma di beberapa daerah, tapi jika anggota keluarga tidak menghormati batasan verbal, menetapkan batasan fisik juga diperlukan.
Seorang terapis di Manhattan, Dr Irina Firstein, mengatakan bahwa keputusan untuk menjauh dari anggota keluarga tertentu tidak harus bersifat permanen. Hal ini mungkin perlu hanya untuk menyelamatkan suatu hubungan.
4. Beranikan Diri untuk Berkomunikasi dengan Keluarga dan Teman
Menurut psikolog Divya Pathak, jika tekanan dari teman dan keluarga terlalu berat untuk ditangani, duduklah dan ajak mereka berbicara bahwa pertanyaan terus-menerus untuk menikah bisa memengaruhi kesehatan mental.
5. Pahami Tujuan Hidup dan Yakin dengan Pilihan Anda
Setiap orang perlu memahami bahwa tujuan orang dalam hidup itu berbeda-beda, termasuk dalam hal menikah. Alih-alih tertekan saat ditanya soal pernikahan, jawablah tujuan hidup kita kepada keluarga atau orang-orang terdekat.
Banyak orang ingin menempuh pendidikan tinggi sebelum menikah, banyak orang ingin belajar sampai usia dewasa tertentu, dan sebagainya.
Jadi, cobalah pelajari apa tujuan hidup kita sehingga pertanyaan berisik tentang menikah tidak memengaruhi kita sama sekali.
(faz/nwy)