Hari Raya Idul Fitri menjadi momen istimewa untuk berkumpul bersama keluarga besar. Namun, dalam suasana ini, komunikasi terkadang menjadi tantangan, terutama ketika obrolan mulai menyentuh hal-hal pribadi.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Dr. Andria Saptyasari, S.Sos., M.A., membagikan tips mengenai cara mengelola komunikasi keluarga yang baik saat Idul Fitri. Menurutnya, komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mempererat hubungan, khususnya dalam keluarga.
"Orang secara tidak sadar cenderung menanyakan hal-hal yang terlalu pribadi. Hal ini yang justru harus dihindari. Fokus membangun keintiman saat berkomunikasi tidak hanya dapat dilakukan lewat informasi pribadi semata," kata Andria, Senin (31/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Hukum Ziarah Kubur Saat Hari Raya Idul Fitri |
Selain itu, Andria menyarankan agar setiap individu menyiapkan mentalitas yang positif demi menghindari ketegangan selama perayaan Idul Fitri.
"Perlu adanya sikap positif dalam menanggapi topik yang dianggap sensitif. Ya, dicandain saja. Misalnya, kalau ada yang bertanya, 'Sudah lulus belum?' bisa dijawab dengan, 'Nunggu angpao-nya dulu buat modal lulus,'" tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya memahami konteks dan tingkat keintiman antaranggota keluarga. Dengan begitu, topik pembicaraan bisa disesuaikan agar momen berkumpul tetap nyaman tanpa menimbulkan ketidaknyamanan.
Menurut Andria, membangun pola komunikasi yang baik, terutama dalam keluarga besar yang jarang bertemu, perlu dilakukan secara bertahap.
"Kita itu harus step by step, tidak langsung to the point pada masalah pribadi. Jika tidak step by step, maka akan terjadi pelanggaran ekspektasi," ujarnya.
Selain itu, inklusivitas dalam komunikasi keluarga juga tidak boleh diabaikan. Setiap anggota keluarga perlu merasa terlibat dalam percakapan agar hubungan semakin erat.
Namun, perbedaan usia sering kali menjadi penghalang dalam membangun komunikasi yang bermakna. Oleh karena itu, pola komunikasi dapat diubah agar lebih menyenangkan.
"Lewat bermain game, komunikasi yang terbentuk akan cenderung bersifat spontan dan lebih alami. Hal ini dapat mendorong kohesi yang lebih baik antaranggota keluarga," pungkasnya.
(ihc/ihc)