Status Ekonomi Ternyata Pengaruhi Perkembangan Otak Anak, Ini Beda Si Kaya & Miskin

ADVERTISEMENT

Status Ekonomi Ternyata Pengaruhi Perkembangan Otak Anak, Ini Beda Si Kaya & Miskin

Fahri Zulfikar - detikEdu
Sabtu, 27 Jan 2024 08:00 WIB
Ilustrasi sel otak manusia.
Foto: Freepik/kjpargeter/Ilustrasi penelitian otak
Jakarta -

Sebuah penelitian di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat mengungkapkan adanya perbedaan sensitivitas otak dari keluarga kaya dan kurang mampu terhadap pengalaman mendapat penghargaan atau hadiah. Apa bedanya?

Studi yang terbit di Journal of Neuroscience ini menemukan bahwa otak anak-anak yang tumbuh di rumah tangga kurang mampu, cenderung kurang responsif terhadap pengalaman mendapatkan hadiah (reward).

Ahli saraf MIT mengatakan bahwa sensitivitas otak terhadap pengalaman terkait penghargaan menjadi sebuah faktor penting dalam motivasi dan perhatian. Hal ini dapat dibentuk oleh kondisi sosial ekonomi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika Anda berada di lingkungan yang memiliki banyak sumber daya, dengan banyak hadiah (reward) yang tersedia, otak Anda akan disesuaikan dengan cara tertentu," kata John Gabrieli, Profesor Ilmu dan Teknologi Kesehatan serta Neurosains MIT, dikutip dari situs resmi MIT.

Sebaliknya, untuk anak-anak di lingkungan dengan imbalan yang jarang, otak akan mengakomodasi sesuai lingkungan tempat tinggal.

ADVERTISEMENT

"Alih-alih terlalu responsif terhadap imbalan (reward), tampaknya otak-otak ini, rata-rata, kurang responsif, karena mungkin lingkungan mereka kurang konsisten dalam menyediakan imbalan," imbuhnya.


Penelitian dengan fMRI

Penulis studi ini Alexandra Decker, Gabrieli dan Rachel Romeo. Mereka melakukan penelitian terhadap anak usia 12 hingga 14 tahun dengan status sosial ekonomi (SES) yang sangat bervariasi.

Para peneliti menemukan bahwa anak-anak dari latar belakang SES yang lebih rendah (kurang mampu), menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah terhadap penghargaan (reward) dibandingkan anak-anak dari latar belakang yang lebih kaya.

Dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI), tim peneliti mengukur aktivitas otak saat anak-anak memainkan permainan tebak-tebakan yang berhadiah uang tambahan untuk setiap tebakan yang benar.

Ketika peserta dari latar belakang SES yang lebih tinggi menebak dengan benar, bagian otak yang disebut striatum, yang terkait dengan penghargaan, menjadi lebih aktif dibandingkan anak-anak dari latar belakang SES yang lebih rendah.

Hasil pencitraan otak juga bertepatan dengan perbedaan perilaku dalam cara peserta dari latar belakang SES rendah dan tinggi merespons tebakan yang benar.

Temuan ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi yang kurang mampu dapat mendorong otak untuk beradaptasi dengan lingkungan. Selain itu bisa mengurangi respons otak terhadap imbalan (reward).

Respons Penghargaan (Reward)

Dalam studi baru ini, para peneliti fokus pada bagian otak yang disebut striatum, yang memainkan peran penting dalam respons terhadap penghargaan dan pengambilan keputusan.

Penelitian pada model manusia dan hewan menunjukkan bahwa wilayah ini menjadi sangat aktif selama pengalaman berharga (diberi reward).

Untuk menyelidiki hubungan potensial antara sensitivitas penghargaan, striatum, dan status sosial ekonomi, para peneliti merekrut lebih dari 100 remaja dari berbagai latar belakang status ekonomi.

Status ekonomi ini diukur berdasarkan pendapatan rumah tangga dan seberapa tinggi pendidikan yang diterima orang tua mereka.

Kemudian masing-masing peserta menjalani pemindaian fMRI sambil bermain tebak-tebakan. Mereka diberitahu bahwa untuk setiap tebakan yang benar, mereka akan mendapat tambahan dolar, dan untuk setiap tebakan yang salah, mereka akan kehilangan 50 sen.

Tanpa sepengetahuan para peserta, permainan ini diatur untuk mengontrol apakah tebakannya benar atau salah.

Hal ini memungkinkan para peneliti untuk memastikan bahwa setiap peserta memiliki pengalaman serupa, termasuk periode dengan imbalan berlimpah atau sedikit imbalan.

Pada akhirnya, setiap orang memenangkan jumlah uang yang sama (selain tunjangan yang diterima setiap peserta untuk berpartisipasi dalam penelitian).

"Jika otak memberitahu Anda bahwa ada kemungkinan besar Anda akan menerima imbalan di lingkungan ini, hal itu akan memotivasi Anda untuk mengumpulkan imbalan, karena jika Anda tidak bertindak, Anda kehilangan banyak imbalan," kata Decker.

Pada peserta dengan latar belakang mampu atau kaya, otak cenderung berpengaruh saat imbalan meningkat atau berkurang.

Sementara peserta dengan latar belakang kurang mampu, cenderung tidak terlihat perubahannya. Ini berarti otak mereka kurang peka terhadap fluktuasi tingkat penghargaan (reward) dari waktu ke waktu.

Meski berdasarkan penelitian hanya ada sedikit bukti mengenai pengaruh status sosial ekonomi, tetapi para peneliti telah sadar bahwa prinsip perkembangan otak ternyata berbeda-beda tergantung lingkungan tempat seseorang tumbuh.




(faz/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads