Pada masyarakat yang heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan akan sangat mungkin terjadi. Baik antara individu atau kelompok tertentu. Pertentangan ini dikenal dengan konflik.
Dalam sosiologi kajian mengenai konflik ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, misalkan latar belakang budaya, kepentingan, nilai, ataupun pendirian.
Bentuk konflik di antaranya dapat berupa konflik pribadi, konflik rasial, konflik antarkelas sosial, konflik politik, bahkan konflik internasional antarbangsa dan negara. Masifnya akibat konflik, menyebabkan muncul kajian untuk menjelaskan konflik lebih dalam melalui teori konflik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teori konflik pada dasarnya berupaya menjelaskan fenomena-fenomena disosiasi sosial. Sederhananya, konflik sosial merupakan bentuk interaksi antara satu pihak dengan pihak lain di dalam masyarakat dan ditandai dengan adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga menghancurkan.
Berikut beberapa penjelasan teori konflik menurut para ahli di bidang sosiologi:
Teori Konflik Menurut Para Ahli
Teori konflik menurut Karl Marx
Teori konflik pertama kali dikembangkan oleh filsuf asal Jerman, Karl Marx dengan dasar gagasannya yang melihat perbedaan kelas sosial di masyarakat. Menurut Karl Marx, teori konflik adalah bentuk pertentangan dari perbedaan kelas.
Teori konflik Karl Marx menyatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan konflik yang tiada henti karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas. Teori konflik berpendapat bahwa tatanan sosial dipertahankan melalui dominasi dan kekuasaan, bukan melalui konsensus dan konformitas.
Menurut teori konflik, mereka yang kaya dan berkuasa berusaha mempertahankannya dengan segala cara, terutama dengan menekan kelompok miskin dan tidak berdaya. Premis dasar teori konflik adalah bahwa individu dan kelompok dalam masyarakat akan bekerja untuk memaksimalkan kekayaan dan kekuasaan mereka sendiri.
Dikutip dari buku Essentials of Sociology: A Down-to-earth Approach karya James M. Henslin, Karl Marx mengamati perjuangan yang dilakukan borjuis, kelompok kecil kapitalis yang memiliki alat untuk memproduksi kekayaan, dan proletariat yaitu para pekerja yang dieksploitasi oleh borjuis. Dari fenomena tersebut dalam menimbulkan pertentangan antarkelas yang berujung pada konflik.
Teori Konflik menurut Ralf Dahrendorf
Ralf Dahrendorf menyebutkan bahwa salah satu penyebab perubahan sosial adalah konflik sosial, seperti konflik antar kelas atau konflik sosial lainnya.
Menurut Paisol Burlian dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial menyatakan bahwa teori konflik dibangun atas dasar "paradigma fakta sosial" tidak berbeda dengan teori fungsional struktural.
Namun, pola pikir teori konflik bertentangan dengan teori fungsional struktural karena melihat masyarakat multikultural secara berbeda. Pada teori fungsional akan berujung pada integrasi sosial, sedangkan ujung dari teori konflik adalah dominasi antar kelompok masyarakat, pertentangan, dan melahirkan perubahan sosial.
Selain itu, dalam teori fungsional struktural melihat setiap elemen masyarakat memberikan dukungan stabilitas. Namun, pada teori konflik melihat bahwa elemen-elemen masyarakat tersebut memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial.
Teori Fungsional Konflik menurut Lewis A. Coser
Selain para pengikut teori konflik yang berpandangan kontras dengan teori fungsional, ada pula ahli teori konflik yang lebih bersifat moderat.
Lewis A. Coser melihat kemiripan antara teori fungsional struktural dan konflik. Coser melihat konflik dapat bersifat fungsional baik secara positif maupun negatif. Sebuah konflik terlihat berdampak positif ketika memberikan hasil akhir berupa memperkuat kelompok.
Sebaliknya, konflik bersifat negatif apabila bergerak melawan struktur. Dalam sistem nilai masyarakat, konflik bersifat fungsional negatif apabila menyerang suatu nilai.
Teori Fungsional Konflik menurut Rendall Collins
Buku Conflict Sociology karya Rendall Collins dianggap sebagai upaya membangun teori konflik yang lebih sintesis dan integratif. Konflik menurutnya lebih berorientasi mikro ketimbang teori konflik makro.
Dikutip dari buku Memahami Teori Sosial yang ditulis oleh Bagong Suyanto, Collins menjelaskan konflik pada level mikrososiologi yang mendekati sudut pandang konflik pada pandangan individu dengan akar teoritisnya yang terletak dalam fenomenologi dan etnometodologi.
Pandangan ini berasal dari kecenderungannya yang melihat bahwa struktur sosial tidak bisa dipisahkan dari aktor yang membangunnya.
Pusat pemahamannya terhadap teori konflik ada pada stratifikasi sosial yang diturunkan menjadi 3 prinsip diantaranya, pertama orang hidup dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri, kedua orang lain mempunyai kekuasaan memengaruhi pengalaman subjektif seorang individu, dan ketiga orang lain sering mencoba mengontrol orang yang menentang mereka. Hal-hal tersebut memungkinkan terjadi konflik antarindividu.
Teori-teori konflik yang dikemukakan para ahli di atas digolongkan teori sosiologi modern.
(pal/pal)