Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, dorong penguatan kerja sama antar negara di kawasan Samudera Hindia. Dwikorita mengungkapkan jika kawasan Samudera Hindia perlu berkaca pada tsunami Aceh 2004.
"Tsunami Aceh 2004 silam menjadi pelajaran bagi negara-negara di kawasan Samudera Hindia bahwa tsunami yang terjadi tiba-tiba berdampak fatal bagi negara-negara di kawasan tersebut dan menyebabkan banyak korban jiwa," ungkap Dwikorita dalam BMKG dikutip Senin (18/12/2023).
Lebih lanjut, ia mengingatkan jika Samudera Hindia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sangat rawan terhadap tsunami. Samudera Hindia sendiri terdiri dari dua zona subduksi yang dapat menyebabkan tsunami di seluruh samudera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, ancaman tersebut, kata dia, harus diantisipasi dengan membangun kapasitas seluruh negara agar dapat merespon potensi tsunami secara tepat waktu. Utamanya dalam peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, serta peningkatan keterjangkauan informasi kepada masyarakat.
Salah satu cara meningkatkan kesiapsiagaan terhadap ancaman tsunami, yakni dengan membentuk Tsunami Ready Community. Tsunami Ready Community, jelas Dwikorita adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami berbasis pada 12 indikator aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness) dan respon yang telah ditetapkan UNESCO-IOC.
"Dengan kerjasama dan kolaborasi yang kuat diharapkan seluruh negara mampu memberikan layanan warning tsunami pada masyarakat termasuk yang disebabkan oleh faktor selain gempa bumi tektonik dan juga warning tsunami untuk wilayah non-subduksi gempa bumi," imbuhnya.
Sebagai informasi, Dwikorita saat ini menjabat sebagai chair of Inter-Governmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWMS) yaitu lembaga koordinasi mitigasi bencana di Kawasan Samudera Hindia.
Telah Selenggarakan Simulasi Tsunami
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan bahwa di tahun 2023, telah dilaksanakan Indian Ocean Wave Exercise 2023 (IOWave23) dengan empat skenario yakni pada tanggal 8, 11, 18, dan 25 Oktober 2023. Diputuskan pula simulasi tsunami non-seismik yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi selama latihan IOWave.
Empat skenario tersebut masing-masing yaitu:
1. Skenario Palung Andaman
Mulai pukul 04:00 UTC pada hari Rabu, 4 Oktober 2023: Gempa bumi berkekuatan ~9 SR di lepas pantai barat Kepulauan Nicobar, India
2. Skenario Palung Makran
Mulai pukul 06:00 UTC pada hari Rabu 11 Oktober 2023: Gempa berkekuatan ~9 SR di Samudra Hindia Barat Laut
3. Skenario Pulau Heard
Mulai pukul 06:00 UTC (letusan pukul 05:00 UTC) pada hari Rabu 18 Oktober 2023: Letusan gunung berapi di Wilayah Kepulauan Kerguelen di Samudera Selatan
4. Skenario Palung Jawa
Mulai pukul 02:00 UTC pada hari Rabu 25 Oktober 2023: Gempa bumi berkekuatan ~9 SR di selatan Jawa, Indonesia
Diungkapkan Dwikorita, sedikitnya ada tujuh negara anggota melakukan latihan evakuasi dengan partisipasi sekitar 45.000 orang. Latihan evakuasi ini melibatkan masyarakat, mulai dari laki-laki, perempuan, anak, lansia, hingga penyandang disabilitas.
Bagi BMKG sendiri, IOWave sangat penting dilaksanakan untuk mengevaluasi rantai peringatan dini tsunami dan kesinambungan SOP, serta keterlibatan para pihak. Selain itu, kegiatan ini dapat mengevaluasi komunikasi di setiap daerah termasuk kelengkapan alat komunikasi dan kesiapan dalam menerima serta memahami peringatan dini tsunami.
"Latihan ini agar pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait lebih terampil, cekatan, tidak canggung, dan tidak panik saat tsunami terjadi, serta tahu apa yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu terjadi gempabumi dan tsunami. Mengingat, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempabumi dan tsunami," pungkas Dwikorita.
(nir/nwk)