Pemanasan global telah mengubah pola cuaca secara signifikan. Beberapa daerah dapat mengalami kekeringan ekstrem, sementara daerah lain menghadapi hujan lebat yang berkepanjangan.
Curah hujan ekstrem dapat memiliki dampak serius pada lingkungan dan kehidupan manusia. Ternyata masih banyak model iklim mutakhir yang meremehkan jumlah peningkatan curah hujan ekstrem akibat pemanasan global.
Melalui penelitian dalam Journal of Climate yang terbit pada (27/11/2023), para ahli menemukan model-model iklim paling modern masih meremehkan curah hujan ekstrem yang meningkat secara eksponensial seiring dengan pemanasan global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analisis yang dilakukan oleh para peneliti dari Potsdam Institute of Climate Impact Research, menunjukkan curah hujan yang ekstrem dapat meningkat lebih cepat daripada perkiraan model iklim yang sudah ada.
Curah Hujan Meningkat Secara Eksponensial Seiring Pemanasan Global
Hasil analisis ini bermula dari persiapan negara-negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP28, terkait perubahan iklim yang dilaksanakan di Dubai, Uni Emirat Arab pada 30 November-12 Desember 2023.
Dikutip dari laman phys.org, berbagai pihak telah berupaya upaya untuk mengejar batas kenaikan suhu global hingga 1,5 Celsius. Para ahli menilai upaya tersebut diperlukan untuk mengekang dampak terburuk iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Penelitian yang digunakan oleh badan PBB sebagai indikator penilaian global disusun melalui observasi terhadap intensitas dan frekuensi curah hujan harian ekstrem di daratan dalam 21 model iklim termodern.
Mereka kemudian membandingkan perubahan yang diproyeksikan oleh model tersebut dengan perubahan yang diamati secara histori. Hasilnya, ditemukan bahwa hampir seluruh model iklim secara signifikan meremehkan tingkat peningkatan curah hujan ekstrem yang meningkat seiring dengan kenaikan suhu global.
"Studi kami menegaskan bahwa intensitas dan frekuensi curah hujan ekstrem meningkat secara eksponensial seiring dengan peningkatan pemanasan global," kata Maximilian Kotz peneliti di Potsdam Institute of Climate Impact Research, dikutip dari phys.org (27/11/2023).
Akan Banyak Terjadi di Wilayah Tropis
Perubahan ini sejalan dengan hubungan Clausius-Clapeyron dalam fisika, yang menetapkan bahwa udara yang lebih hangat menampung lebih banyak uap air. Temuan ini pun mendasari fakta termodinamika bahwa suhu, bukan dinamika seperti angin, yang justru mendominasi perubahan global dalam hal terjadinya curah hujan ekstrem.
Hal ini pun menyebabkan peningkatan intensitas dan frekuensi curah hujan lebih besar ditemukan di wilayah tropis dan dataran tinggi, seperti di Asia Tenggara atau Kanada Utara. Anders Levermann, rekan penulis studi, meminta masyarakat untuk bersiap menghadapi curah hujan ekstrem yang akan lebih deras dan lebih sering terjadi.
"Kabar baiknya adalah hal ini mempermudah prediksi curah hujan ekstrem di masa depan. Kabar buruknya adalah hal ini akan menjadi lebih buruk jika kita terus menaikkan suhu global dengan mengeluarkan gas rumah kaca," tambah Levermann.
Mengatasi dampak curah hujan ekstrem dan pemanasan global menuntut upaya kolaboratif dari seluruh dunia. Upaya mitigasi pemanasan global, seperti pengurangan emisi gas rumah kaca menjadi kunci untuk mengurangi intensitas perubahan cuaca yang ekstrem tersebut.
(pal/pal)