Geologi Bulan
Pada hasil data yang diterima dari penjelajah Chandrayaan-3 yaitu Pragyan, menunjukkan bahwa tanah di Bulan mengandung unsur-unsur, seperti besi, titanium, aluminium, dan kalsium, serta sulfur atau belerang, sebagaimana yang dipublikasikan dalam situs ISRO pada 28 Agustus 2023.
Permukaan Bulan terdiri dari batuan vulkanik gelap dan batuan dataran tinggi yang lebih terang. Perbedaan kecerahan antara kedua batuan tersebut membentuk suatu pola seperti wajah manusia atau kelinci apabila dilihat dengan mata telanjang.
Belerang/Sulfur di Bulan
Menurut Jeffrey Gillis Davis, profesor riset fisika dari Washington University in St Louis, menyatakan sulfur biasanya terdapat di batuan dan tanah Bulan dengan konsentrasi yang sangat rendah, demikian dilansir dari Space, Jumat (13/10/2023). Penemuan baru ini mungkin dapat memberikan informasi pengukuran konsentrasi sulfur yang lebih tinggi.
Dalam menganalisis komposisi sulfur di tanah, Pragyan memiliki dua instrumen yaitu spektrometer sinar-X partikel alfa dan spektrometer laser induced breakdown (LIBS). Sulfur tersebut dimungkinkan dapat membantu astronot hidup di luar angkasa suatu hari nanti.
Para ilmuwan yang mengukur komposisi batuan menemukan bahwa dataran dengan vulkanik gelap cenderung memiliki lebih banyak sulfur dibandingkan dataran yang lebih terang. Hal ini disebabkan sulfur berasal dari aktivitas vulkanik gunung berapi. Batuan di dalam Bulan mengandung sulfur dan meleleh menjadi bagian dari magma. Kemudian berubah lagi menjadi gas yang dilepaskan bersama uap air dan karbon dioksida. Sebagian sulfur tersebut masih bertahan pada magma dan tertahan di batuan setelah mendingin, sehingga proses tersebut menjelaskan mengapa batu vulkanik lebih banyak mengandung sulfur.
Pengukuran konsentrasi sulfur itu sendiri belum dapat dipastikan sampai kalibrasi data selesai. Tetapi LIBS memperkirakan bahwa dataran tinggi dekat kutub memiliki sulfur lebih tinggi dibandingkan dataran tinggi ekuator Bulan dan tanah vulkanik gelap.
Pembentukan Sulfur di Bulan
Data pengukuran konsentrasi sulfur dari LIBS membuat para ilmuwan menganalisis keadaan tersebut. Diperkirakan bahwa perbedaan komposisi ini berasal dari kondisi lingkungan Bulan yang berbeda, seperti dataran tinggi kutub yang lebih sedikit terkena sinar Matahari.
Kemudian, sulfur tersebut dapat terbentuk lebih banyak karena atmosfer Bulan yang tipis. Sebab, kutub Bulan memiliki suhu yang sangat rendah dan membuat sulfur dari atmosfer terkumpul di permukaan Bulan lalu menjadi padat.
Sulfur di kutub juga dapat berasal dari letusan gunung berapi purba atau dari meteorit yang menghantam permukaan Bulan dan menguap karena benturan.
Pemanfaatan Sulfur di Bulan
Mengetahui sumber daya sulfur yang terkandung di Bulan, banyak lembaga memikirkan untuk membangun pangkalan di Bulan. Pangkalan tersebut digunakan untuk aktivitas astronot dan robot dalam mengumpulkan, memproses, dan menggunakan bahan alami dari Bulan.
Konsep ini disebut sebagai pemanfaatan sumber daya in-situ (ISRU) yang berarti lebih banyak memanfaatkan sumber daya di Bulan daripada harus kembali ke Bumi untuk mendapat pasokan. Diharapkan nantinya astronot dapat memanfaatkan sulfur untuk membuat sel surya dan baterai, pencampuran pupuk, dan beton untuk konstruksi.
Diketahui beton berbahan sulfur lebih unggul, seperti mudah mengeras dan kuat, serta lebih tahan terhadap keausan. Pembuatannya juga mudah tidak perlu air, sehingga astronot dapat menghematnya untuk membuat oksigen dan bahan bakar roket.
Dilansir dari laman Planetary, saat ini terdapat tujuh misi yang dilakukan di Bulan. Namun pengukuran Pragyan di wilayah kutub selatan ini belum pernah dipelajari, sehingga dapat berguna untuk memahami sejarah geologi Bulan.
(nwk/nwk)