Perilaku Buaya Juga Berubah Kalau Kegerahan, Ini Buktinya

Kabar Sains

Perilaku Buaya Juga Berubah Kalau Kegerahan, Ini Buktinya

Rachmatunnisa - detikJabar
Selasa, 25 Feb 2025 15:00 WIB
Ilustrasi buaya
Ilustrasi buaya (Foto: via IFL Science)
Australia -

Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa perubahan iklim dapat mendorong perilaku buaya hingga batas ekstrem. Di Australia, buaya muara (Crocodylus porosus) menghadapi tantangan akibat pemanasan global.

Sebagai reptil ektotermik (berdarah dingin), suhu tubuh buaya bergantung pada lingkungan eksternal, berbeda dengan hewan endotermik (berdarah panas) seperti burung dan mamalia. Untuk menghangatkan diri, buaya biasanya berjemur di bawah sinar Matahari, sementara untuk mendinginkan diri, mereka mencari tempat teduh, bersembunyi di perairan yang sejuk, atau beristirahat di tepi pantai pada malam hari.

Namun, meningkatnya suhu global telah menyebabkan kenaikan suhu tubuh buaya dan mempengaruhi perilaku mereka. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada 12 Februari di jurnal Current Biology, para ilmuwan menemukan bahwa dalam kurun waktu 15 tahun, suhu tubuh rata-rata buaya mengalami peningkatan kecil namun signifikan. Selain itu, mereka menghabiskan lebih banyak waktu pada batas termal kritis mereka, yakni 32 derajat Celsius.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian sebelumnya terhadap buaya di penangkaran menunjukkan bahwa suhu tubuh 32 derajat Celsius atau lebih dapat mengurangi kemampuan berenang dan menyelam. Ketika tubuh mereka terlalu panas, buaya lebih fokus untuk mendinginkan diri sehingga mengurangi aktivitasnya.

"Buaya yang lebih panas memiliki metabolisme yang lebih tinggi," kata penulis utama Kaitlin Barham, kandidat doktor yang mempelajari gerakan dan perilaku buaya di University of Queensland, Australia, dikutip dari Live Science.

ADVERTISEMENT

"Metabolisme yang lebih tinggi berarti membakar oksigen lebih cepat. Penelitian laboratorium menemukan bahwa mereka tidak dapat menahan napas selama itu. Mereka akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih di permukaan," jelasnya.

Antara 2008 hingga 2023, para peneliti mempelajari 203 buaya muara (juga disebut buaya air asin) di Steve Irwin Wildlife Reserve di Queensland. Mereka melacak suhu tubuh reptil tersebut menggunakan perangkat akustik yang ditanamkan di bawah kulit. Perangkat ini mengirimkan sinyal ke penerima di dekatnya dan pelacak tambahan digunakan untuk memantau kapan buaya tersebut menyelam, dan berapa lama.

Jika buaya tidak terdeteksi selama periode mulai dari 30 menit hingga 24 jam dan kemudian terdeteksi lagi dengan suhu tubuh yang lebih tinggi atau lebih rendah, para ilmuwan berasumsi bahwa buaya tersebut telah mengubah perilakunya untuk mengatur suhu tubuhnya, baik berjemur di bawah sinar Matahari untuk menaikkan suhu tubuhnya atau mencari tempat yang sejuk untuk menurunkan suhu tubuhnya.

"Buaya tersebut akan menghilang selama beberapa jam, dan kemudian kembali dengan suhu 1 atau 2 derajat Celcius lebih dingin," kata Barham.

Selama periode penelitian, para peneliti mencatat hampir 6,5 juta pembacaan suhu dari buaya. Suhu tubuh tertinggi meningkat sebesar 0,55 C. Dari buaya yang dipantau, 135 menunjukkan suhu tubuh melebihi 32 derajat Celcius setidaknya sekali, dan satu individu menunjukkan suhu tubuh di atas 32 derajat Celcius selama lebih dari sebulan pada 2021.

Suhu tubuh tertinggi dikaitkan dengan periode El Niño, dipicu arus Pasifik yang luar biasa hangat menyebabkan musim panas dan kering di daratan. Frekuensi periode ini diyakini meningkat sebagai akibat dari perubahan iklim.

Menurut data pelacakan, perilaku pendinginan terdeteksi lebih sering ketika suhu sekitar lebih panas. Buaya juga menenggelamkan diri untuk periode yang lebih pendek ketika suhu tinggi.

Tidak jelas bagaimana perubahan perilaku buaya ini memengaruhi kelangsungan hidup mereka. Mereka tentu saja sudah beradaptasi dengan suhu tinggi, tetapi ada kemungkinan bahwa peningkatan periode cuaca panas dapat mengurangi kemampuan mereka untuk berburu. Buaya adalah predator siluman dan biasanya menenggelamkan diri untuk menyergap mangsa di tepi sungai.

"Setiap menit yang mereka habiskan di tepi sungai untuk mencoba menurunkan suhu tubuh mereka adalah menit yang tidak mereka gunakan untuk bepergian, bereproduksi, atau mencari makanan. Itu dapat mengakibatkan dampak tidak langsung di masa mendatang pada kesehatan mereka," kata Barham.

Artikel ini telah tayang di detikINET

(rns/yum)


Hide Ads