Manusia modern telah lama merusak lingkungan alam sejak dimulainya era industri. Sejak awal 'Revolusi Industri 1.0' pada abad ke-18 sampai saat ini, alam telah menjadi objek bagi manusia. Akibatnya, terjadi polusi udara & air, penipisan sumber daya, hingga kepunahan spesies.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan cara hidup manusia purba terutama yang hidup di wilayah Amazon. Belum lama ini, sebuah studi menemukan bahwa manusia purba di Amazon dengan sengaja membuat tanah hitam atau disebut juga dengan dark earth (Bumi gelap) untuk menciptakan lingkungan yang subur.
Studi ini membuktikan bahwa manusia purba menjalankan peran yang sesungguhnya sebagai makhluk bagian dari kehidupan dan lingkungannya. Mereka bukan hanya subjek yang bisa menggunakan lingkungan dan alam sesuka mereka, namun mereka juga bagian dari lingkungan itu sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan apa yang dilakukan manusia purba di Amazon disebut sebagai rahasia ekologis yang sangat menakjubkan. Pasalnya, di sepetak tanah yang berwarna hitam gelap itu terdapat banyak nutrisi dan karbon.
Dark Earth: Tanah Hitam yang Sangat Subur di Amazon
Sebuah penelitian dari Massachusetts Institute of Technology ini juga mengungkapkan bahwa masyarakat Amazon kuno terbukti telah melakukan pengelolaan tanah untuk meningkatkan kesuburan serta meningkatkan produktivitas tanaman.
"Ketika saya melihat bumi yang gelap ini serta (melihat) betapa suburnya Bumi, dan mulai menggali apa yang diketahui tentangnya, saya menemukan bahwa itu adalah hal yang misterius. (Karena) tidak ada yang benar-benar tahu dari mana asalnya," ucap Morgan Schmidt, penulis utama studi dikutip dari laman Popular Mechanics.
Untuk mengetahui asal-usul pengelolaan tanah yang disengaja atau tidak ini, para peneliti melakukan penyelidikan multi-organisasi.
Beberapa di antaranya dengan metode analisis tanah hingga wawancara komunitas adat modern di wilayah tersebut untuk memahami bagaimana 'Bumi yang gelap' ini terbentuk.
Bagaimana Manusia Purba Menciptakan Tanah Hitam yang Subur?
Peneliti mengatakan, kemunculan dari permukaan tanah yang berwarna hitam gelap mungkin merupakan dampak penyerap karbon dalam jumlah besar. Namun, luasan spasial dan inventarisasi karbonnya tidak diketahui.
Untuk itu, peneliti berupaya melihat kesamaan spasial dan komposisi antara tanah hitam yang kuno dan modern.
Para peneliti juga mensintesis data dari pengamatan interaksi masyarakat yang tinggal di desa Kuikuro. Sintesis ini secara khusus menyoroti kebiasaan masyarakat modern Kuikuro dalam membuat dan memelihara timbunan sampah.
Kegiatan tersebut seperti menumpuk tanah dengan sampah dan sisa makanan di dalam dan sekitar pusat desa. Sampah makanan tersebut kemudian membusuk dan bercampur dengan sisa tanah di daerah tersebut sehingga menciptakan Bumi gelap (dark earth).
Para peneliti juga memperhatikan bahwa masyarakat Kuikuro menyebarkan benda-benda seperti arang dan abu di ladang, yang juga membantu menciptakan permukaan Bumi yang gelap.
Tanah yang Sengaja Dibikin oleh Masyarakat Kuno
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Science Advances ini, diketahui bahwa penciptaan "dark earth" atau sepetak tanah berwarna hitam ini adalah hal yang disengaja.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan pada masyarakat Kuikuro, peneliti mencoba menggabungkannya dengan kemungkinan yang dilakukan oleh masyarakat kuno terdahulu.
Para peneliti mengkonfirmasi bahwa "dark earth" di Amazon tidak hanya ditemukan dalam pola berbentuk timbunan sampah saja, tetapi tanah hitam masyarakat kuno dan yang dibuat oleh masyarakat modern Kuikuro memiliki komposisi yang sangat mirip.
Tanah berwarna hitam gelap tersebut diperkaya dengan unsur-unsur yang sama, seperti karbon, fosfor, dan nutrisi lainnya. Unsur-unsur tersebut diketahui bisa mengurangi toksisitas aluminium yang mengganggu sebagian besar tanah di Amazon.
Bisa Menjadi Upaya untuk Memperbaiki Perubahan Iklim Masa Kini
Menurut Samuel Goldberg, salah satu penulis studi tersebut, tanah tersebut menjadi jembatan utama antara zaman modern dan zaman kuno dalam berkontribusi untuk pengayaan sistem ekologi.
"Karena kami melihat korespondensi antara dua periode waktu tersebut, kami dapat menyimpulkan bahwa praktik yang dapat kami amati dan tanyakan kepada orang-orang saat ini, juga terjadi di masa lalu," ujar Goldberg.
Praktik-praktik ini berguna untuk menyerap dan menyimpan karbon di dalam tanah selama berabad-abad. Oleh karena itu, para peneliti berharap penciptaan "dark earth" dalam menyerap karbon dan mengeluarkannya dari atmosfer dapat menjadi upaya untuk memperbaiki perubahan iklim.
Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya penciptaan "dark earth" yang disengaja menyoroti nilai pengetahuan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan hujan berkelanjutan.
Peneliti berharap, manusia modern di seluruh dunia dapat menerapkan beberapa upaya yang dilakukan manusia purba untuk memperbaiki alam.
(faz/faz)