Ilmuwan Harvard Ungkap Teknologi Alien yang Tertinggal di Bumi, Ini Buktinya

ADVERTISEMENT

Ilmuwan Harvard Ungkap Teknologi Alien yang Tertinggal di Bumi, Ini Buktinya

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 02 Agu 2023 19:00 WIB
Fragmen yang Diduga Teknologi Alien
Foto: Avi Loeb/CBS News
Jakarta -

Astrofisikawan Harvard, Profesor Avi Loeb pernah menggemparkan dunia sains setelah mengklaim telah menemukan bukti kehidupan alien pada 2014. Klaim tersebut berasal dari pecahan teknologi alien dari meteor yang mendarat di perairan lepas pantai Papua Nugini.

Temuan ini berawal dari peristiwa pada 8 Januari 2014. Saat itu, bola api dari luar angkasa berkobar menembus atmosfer Bumi dan jatuh ke laut, di utara Pulau Manus, lepas pantai timur laut Papua Nugini.

Lokasi, kecepatan, dan kecerahannya direkam oleh sensor pemerintah AS. Data ini diam-diam disimpan dalam database kejadian serupa.


Data Meteorit Diteliti

Setelah lima tahun disimpan, Avi Loeb, seorang ahli astrofisika teoretis di Universitas Harvard, dan Amir Siraj, seorang mahasiswa sarjana di universitas tersebut, menemukan data tersebut pada 2019.

Menurut Siraj, berdasarkan kecepatan dan arah yang tercatat, bola api itu diidentifikasi sebagai outlier ekstrem.

Penelitian pun dilanjutkan dengan ekspedisi untuk mengambil pecahan bola api dari dasar laut Pasifik Barat pada Juni 2023. Sebagai pemimpin ekspedisi, Dr. Loeb mengakui penemuannya mungkin akan membuat kecewa banyak rekan sesama ilmuwan.

Tetapi ia juga meyakini ini mungkin merupakan cara para ilmuwan menemukan bukti kehidupan di luar Bumi.

"Bukan makhluk biologis, seperti yang Anda lihat di film-film fiksi ilmiah. Kemungkinan besar itu adalah gadget teknologi dengan kecerdasan buatan," kata Dr. Loeb, sebagaimana dikutip dari New York Times.

Materi Diduga Berasal dari Tata Surya Lain

Setelah melakukan ekspedisi, Loeb dan timnya membawa materi itu kembali ke Harvard untuk dianalisis. Komando Luar Angkasa A.S. mengonfirmasi dengan hampir pasti, 99,999%, bahwa materi tersebut berasal dari tata surya lain.

"Kami menemukan sepuluh spherules. Ini adalah bola yang hampir sempurna, atau kelereng metalik. Ketika Anda melihatnya melalui mikroskop, mereka terlihat sangat berbeda dari latar belakangnya," jelas Loeb saat menerangkan temuannya, dikutip dari CBS News.

"Objek-objek ini memiliki warna emas, biru, coklat, dan beberapa dari mereka menyerupai miniatur Bumi," imbuhnya.

Loeb juga melaporkan hasil analisis komposisi menunjukkan bahwa sferula terbuat dari besi 84%, silikon 8%, magnesium 4%, dan titanium 2%, ditambah elemen jejak. Mereka berukuran sub-milimeter.

"Ia memiliki kekuatan material yang lebih tangguh dari semua batuan luar angkasa yang pernah dilihat sebelumnya, dan dikatalogkan oleh NASA," tambah Loeb.

Loeb dan tim juga menghitung kecepatannya di luar Tata Surya. Kecepatannya mencapai 60 km per detik, lebih cepat dari 95% semua bintang di sekitar Matahari.

Fakta bahwa material itu terbuat dari bahan yang lebih keras daripada meteorit besi, dan bergerak lebih cepat dari 95% dari semua bintang di sekitar Matahari, menunjukkan kemungkinan itu adalah material pesawat ruang angkasa dari peradaban lain atau beberapa teknologi.

Meski begitu, penelitian dan analisis baru saja dimulai di Harvard. Loeb mencoba memahami apakah sferula itu buatan atau alami.

Jika mereka alami, itu akan memberi para peneliti wawasan tentang materi apa yang mungkin ada di luar Tata Surya kita. Jika itu artifisial, pertanyaannya benar-benar dimulai.

"Kita membutuhkan puluhan ribu tahun untuk keluar dari Tata Surya kita dengan pesawat ruang angkasa kita saat ini ke bintang lain. Bahan ini menghabiskan waktu sampai ke kita, tapi sudah ada di sini," ujar Loeb.

"Kita hanya perlu memeriksa halaman belakang kita untuk lihat apakah kita memiliki paket dari Amazon antarbintang yang memakan waktu miliaran tahun untuk perjalanan," tuturnya kemudian.

Masih Jadi Perdebatan

Penelitian Loeb mungkin mengesankan. Tetapi banyak astronom melihat pengumuman tersebut sebagai pernyataan aneh yang terlalu kuat dan terlalu tergesa-gesa.

"Orang muak mendengar klaim liar Avi Loeb. Ini mencemari sains yang baik - menggabungkan sains yang baik yang kita lakukan dengan sensasionalisme konyol ini dan menyedot semua oksigen dari ruangan," kata Steve Desch, ahli astrofisika di Arizona State University.

Dr. Desch menambahkan bahwa beberapa rekannya sekarang menolak untuk terlibat dengan karya Dr. Loeb dalam tinjauan sejawat.

Mereka enggan terlibat dalam proses di mana para sarjana mengevaluasi penelitian satu sama lain untuk memastikan bahwa hanya penelitian berkualitas tinggi yang dipublikasikan.

"Ini adalah gangguan nyata dari proses peer review dan metode ilmiah dan itu sangat melemahkan semangat dan melelahkan," tutur Dr. Desch.




(faz/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads