Studi Temukan, Anak-anak Kurang Beruntung Punya IQ Rendah Saat 18 Tahun

ADVERTISEMENT

Studi Temukan, Anak-anak Kurang Beruntung Punya IQ Rendah Saat 18 Tahun

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 06 Agu 2023 19:00 WIB
Children select books from the makeshift trolley which serves as a mobile library, near the railroad, in Tagkawayan, Quezon Province, Philippines, February 15, 2022. Picture taken February 15, 2022. REUTERS/Lisa Marie David
Foto: REUTERS/Lisa Marie David
Jakarta -

Kecerdasan pada usia jelang dewasa rupanya dapat diprediksi melalui aktivitas anak saat balita. Hal ini ditunjukkan oleh sejumlah peneliti asal Amerika Serikat dan Jerman.

Para ahli menindaklanjuti penelitian sebelumnya di Rumania untuk memperlihatkan bagaimana pengasuhan anak akan mempengaruhi kemampuan kognitif mereka selama bertahun-tahun.

Studi di Rumania ini sendiri disebut dengan Proyek Intervensi Dini Bucharest (BEIP). Penelitian tersebut dimulai pada awal 2000-an. Ahli melacak perkembangan kognitif anak-anak telantar di Rumania.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak Kurang Beruntung Punya IQ Lebih Rendah

Riset itu membandingkan kemampuan kognitif anak-anak yang diasuh dan dilembagakan versus mereka yang tumbuh dalam pengasuhan di rumah. Para peneliti menemukan, anak-anak yang diasuh mempunyai IQ relatif lebih rendah saat usia 18 tahun.

ADVERTISEMENT

Sementara, pada penelitian yang terbaru ini, para ilmuwan menemukan kaitan antara pola gelombang otak dengan skor IQ tersebut dengan masih menggunakan data yang sama.

"Temuan ini menunjukkan bahwa perubahan aktivitas otak yang dipicu oleh pengalaman di awal kehidupan memiliki dampak mendalam pada perkembangan kognitif jangka panjang, menyoroti pentingnya tindakan dini untuk mendukung perkembangan yang sehat di antara anak-anak yang tinggal di lingkungan yang kurang beruntung," jelas para peneliti, dikutip dari ScienceAlert.

Mereka mengungkap, perilaku otak saat sedang istirahat relatif stabil selama sisa usia dewasa, bahkan ketika kekuatannya naik turun seiring usia.

Bagaimana aktivitas istirahat yang stabil ini berkembang di awal kehidupan, memang kurang dipahami. Aktivitas stabil dan beristirahat itu dikembangkan ketika kehidupan awal manusia.

Ketika anak manusia tumbuh dari balita hingga berusia 10 tahun, aktivitas otak istirahat mereka biasanya ditandai dengan gelombang otak frekuensi rendah atau lambat yang lebih sedikit dan gelombang otak frekuensi tinggi atau cepat yang lebih besar.

Gelombang lambat saat otak istirahat cenderung dikaitkan dengan pemangkasan koneksi saraf yang tidak perlu. Hal ini membuat otak lebih efisien saat menangani tugas mental.

Jika anak kecil tidak menerima dukungan emosional atau stimulasi kognitif yang cukup, hal itu dapat memengaruhi perkembangan neurokognitif mereka, mungkin dengan memengaruhi pemangkasan saraf.

Studi saat ini, yang dipimpin oleh para peneliti di University of Maryland, mendukung gagasan tersebut. Analisis IQ dari 202 anak berusia 18 tahun yang telah terdaftar dalam studi Bucharest mengungkapkan, mereka dengan skor lebih rendah cenderung memiliki aktivitas gelombang yang lebih lambat saat balita.

Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas gelombang lambat pada otak anak yang beristirahat, entah bagaimana mampu memediasi efek pengasuhan institusional dan waktu penempatan pengasuhan.

Studi sebelumnya juga menemukan bahwa gelombang otak yang lebih lambat sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti kemiskinan atau kerugian sosiokultural. Namun, penelitian ini adalah yang pertama menghubungkan gelombang otak yang lambat di masa kanak-kanak dengan dampak kognitif jangka panjang di masa dewasa muda.

Studi lebih lanjut yang lebih besar diperlukan untuk menegaskan korelasi ini. Para ilmuwan pun perlu menyelidiki bagaimana gelombang otak yang lambat dapat mendorong perubahan kognitif jangka panjang dalam praktiknya.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads