Sejarah Geger Sepehi, Serangan Pasukan Inggris dan Jatuhnya Kraton Yogyakarta

ADVERTISEMENT

Sejarah Geger Sepehi, Serangan Pasukan Inggris dan Jatuhnya Kraton Yogyakarta

Fahri Zulfikar - detikEdu
Minggu, 30 Apr 2023 13:00 WIB
Yogyakarta, Indonesia - October 2017: Inside of Kraton Palace, the royal grand palace in Yogyakarta, Indonesia. Kraton Palace is a landmark and popular tourist destination in Yogyakarta.
Foto: Istockphoto/uskarp
Jakarta -

Geger Sepehi atau Geger Sepoy menjadi salah satu catatan sejarah yang mengubah wajah Yogyakarta tahun 1812. Pada peristiwa Geger Sepehi, Kraton Yogyakarta diserbu oleh pasukan Inggris yang berniat menguasai tanah Jawa.

Mengutip laman resmi Kraton Jogja, latar belakang Geger Sepehi diawali ketika pada tahun 1811, Inggris menyerbu Batavia dan membuat Jawa akhirnya jatuh ke tangan Inggris.

Perpindahan kekuasaan ini mengakibatkan Pulau Jawa menjadi bagian dari koloni Inggris yang berpusat di Kalkuta. Kemudian Inggris berkeinginan menguasai Pulau Jawa yang kala itu dipimpin oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffless.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah awal yang dilakukan Raffles adalah menguasai sepenuhnya Pulau Jawa dan mempertahankannya dari serangan negara lain, khususnya Prancis dan Belanda.


Penolakan Sultan Hamengkubuwono II

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Raffles adalah mengirim residen-residen ke wilayah-wilayah di Jawa, termasuk kerajaan-kerajaan yang ada di pulau tersebut.

ADVERTISEMENT

Namun, kedatangan Inggris untuk menguasai Jawa sepenuhnya mendapat hambatan dari Sultan Hamengkubuwono II yang bersekutu dengan Sunan Pakubuwono IV, sebagaimana keterangan yang dihimpun dari situs Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

Untuk mengatasi hal tersebut, Raffles kemudian mengutus John Crawfurd dan Pangeran Notokusumo untuk berdiplomasi dengan Sultan Hamengkubuwono II.

Sayangnya, hasil diplomasi menemui titik buntu dan berakhir dengan upaya penaklukan Kasultanan Yogyakarta.

Penyerangan Pasukan Inggris ke Kraton Yogyakarta

Raffles mulai mempersiapkan pasukan untuk menggempur dan menundukkan Kasultanan Yogyakarta. Saat itu, kasultanan sedang dilanda konflik keluarga yang memperlemah pertahanan.

Hal ini dimanfaatkan oleh Raffles untuk menyerang Yogyakarta pada 18-20 Juni 1812, yang kemudian disebut sebagai Geger Sepoy karena kebanyakan pasukan Inggris dari Brigade Sepoy.

Pasukan Inggris yang menyerang Kraton Yogyakarta terdiri dari dari pasukan kerajaan Eropa dan pasukan Sepoy sebanyak 1200 orang, pasukan Surakarta, Legiun Mangkunegaran sebanyak 800 orang, serta dukungan dari Pangeran Notokusumo dan Tan Jin Sing.

Jatuhnya Kraton Yogyakarta

Artileri Inggris mulai menyulut meriam mereka pada 18 Juni 1812 setelah diplomasi terakhir gagal dan dibalas dengan meriam pasukan sutabel keraton.

Selama dua hari, peperangan terjadi di luar benteng Baluwerti keraton dan juga saling tembak meriam dan artileri lainnya.

Kemudian pada subuh dini hari 20 Juni 1812, pasukan Inggris keluar secara diam-diam untuk mendekati regol dan lini belakang pertahanan keraton.

Pertahanan Kraton Yogyakarta akhirnya jebol dan pasukan masuk melalui Plengkung Tarunasura, Nirbaya, dan Alun-Alun Utara.

Sultan Hamengkubuwono II ditangkap dan Kraton Yogyakarta berhasil diduduki. Kemudian terjadi penjarahan besar-besaran terhadap harta-harta dan kekayaan intelektual yang ada di dalamnya.

Serangan yang berlangsung tiga hari tersebut mengubah hampir seluruh tatanan lama Kasultanan Yogyakarta.

Pelengseran dan pembuangan Sultan Hamengkubuwono II ke Penang Malaya, dan pengangkatan Sultan Baru merupakan bukti yang paling kentara.

Suksesi jumenengan yang biasanya dilakukan sesuai adat istiadat kraton berubah menjadi sesuai keinginan Kolonial Inggris dengan pelantikan yang dilakukan di Loji Residen dan menyejajarkan pemimpin kolonial Inggris, Raffles, dengan sang sultan baru.

Kerugian Akibat Geger Sepehi

Geger Sepehi atau Geger Sepoy memberi dampak besar terhadap keberlangsungan pemerintahan di Yogyakarta.

Sebab, Inggris melakukan berbagai kebijakan yang menguntungkan mereka di kraton, setelah berhasil menguasainya dan menangkap Sulan Hamengkubuwono II.

Beberapa kebijakan dan kerugian akibat Geger Sepehi antara lain:

1. Mengangkat Adipati Anom Surojo sebagai Sultan Hamengkubuwono III yang dipaksa tunduk kepada pemerintah Gubernurmen Inggris.

2. Inggris mengangkat Pangeran Notokusumo sebagai pemimpin kepangeranan yang merdeka bernama Kadipaten Pakualaman dan dia bergelar Adipati Pakualaman I.

3. Inggris juga mengangkat Adipati Anom Ibnu Jarot sebagai Sulan Hamengkubuwono IV menggantikan ayahnya yang meningggal pada tahun 1814.

4. Peristiwa Geger Sepoy telah menguras seluruh kekayaan materi maupun keilmuan Kraton. Seluruh naskah sejarah yang ada di kraton habis diboyong oleh Raffles dan kebanyakan dibawa ke Inggris dan sekarang disimpan di Bristish Library.

5. Melalui kontrak politik antara Hamengkubuwono III dengan Residen John Crawfud, Inggris menerima konsesi wilayah Kedu, Jipang, Japan, Grobogan, dan Pacitan. Akibatnya, bupati-bupati di wilayah tersebut dipulangkan ke Yogyakarta dan diganti bupati baru yang setia kepada Inggris.

6. Inggris menerapkan pajak sewa atas tanah yang digarap penduduk serta menghapus penyerahan lain dan kerja wajib.

7. Di beberapa tempat, Inggris memberi kekuasaan kepada orang China untuk mengelola pajak yang justru terjadi penyelewengan yang menyengsarakan rakyat.

8. Dualisme hukum antara Islam dan Kolonial masih dipelihara oleh Inggris meskipun terjadi banyak modifikasi khususnya dalam hal penegakan hukum.

Dengan banyaknya kerugian dan kejatuhan terhadap Kraton Yogyakarta, Geger Sepehi kemudian tercatat sebagai sejarah kelam kekalahan yang meruntuhkan kewibawaan, namun juga menjadi tonggak lahirnya tata dunia baru di tanah Mataram.

Untuk mengenang peristiwa ini dibangun Prasasti Geger Sepoy di Kampung Ketelan Wijilan Jokteng Lor Wetan Yogyakarta untuk mengenang perjuangan rakyat Jawa Mataram tempo dulu melawan penjajahan bangsa Barat.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads