Sebagian orang mungkin masih menampik fakta bahwa strict parenting atau pengasuhan yang ketat, merugikan pertumbuhan anak-anak. Namun, kini semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa anggapan yang demikian itu keliru.
Sebuah penelitian yang dipresentasikan di forum European College of Neuropsychopharmacology (ECNP) di Wina, Austria ini misalnya. Para ahli menemukan bahwa pola asuh yang ketat dapat mengubah cara tubuh anak membaca DNA mereka. Sayangnya, hal ini meningkatkan risiko biologis anak-anak terhadap depresi baik di masa remaja maupun di kemudian hari.
Pakar psikiatri Evelien Van Assche dari University of Munster menyebut, pola asuh yang ketat mencakup kekerasan secara fisik maupun manipulasi psikologis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memiliki beberapa indikasi bahwa perubahan ini (cara tubuh membaca DNA) dapat membuat anak yang sedang tumbuh menjadi depresi," katanya, dikutip dari IFL Science. Sebaliknya, hal ini tidak terjadi jika anak-anak memiliki pengasuhan yang mendukung.
Strict Parenting Ubah Cara Tubuh Membaca DNA
Bagaimana strict parenting bisa membuat anak tumbuh dengan depresi, merupakan hasil dari epigenetik. Hal ini adalah ilmu tentang bagaimana lingkungan dan perilaku dapat memengaruhi cara kerja gen seseorang.
Perlu ditegaskan untuk lebih jelasnya, yang dimaksud dalam penelitian ini bukanlah mutasi DNA akibat kekerasan.
"DNA tetap sama," kata Van Assche. "Tetapi... ada gugus kimia tambahan yang memengaruhi cara membaca instruksi dari DNA," tegasnya.
Tim peneliti mengkonfirmasi hal ini dengan membandingkan dua kelompok anak-anak yang semuanya berusia antara 12 dan 16 tahun, yang dilaporkan tumbuh di bawah pengasuhan yang baik dan pengasuhan yang keras. Mereka yang tumbuh dengan pengasuhan yang baik memiliki orang tua yang suportif dan memberikan otonomi, sedangkan pengasuhan yang keras mencakup hal-hal seperti hukuman fisik, perilaku manipulatif orang tua, dan ketegasan yang ekstrem.
Pendisiplinan Fisik Dapat Mengganggu Perkembangan
Bahkan sebelum analisis DNA dilakukan, tim sudah memperhatikan beberapa anak di kelompok kedua menunjukkan tanda-tanda awal depresi. Hal ini sudah bisa diduga.
Ada banyak bukti bahwa pendisiplinan secara fisik berkaitan dengan kesehatan mental yang lebih buruk, keterlambatan perkembangan, berkurangnya materi abu-abu di otak, dan bahkan peningkatan risiko penyalahgunaan obat dan alkohol.
Kemudian ketika para peneliti melihat DNA para peserta, efek dari pengasuhan yang lebih keras tidak hanya terlihat, tetapi bahkan dapat diukur.
Pada lebih dari 450.000 tempat di seluruh genom relawan, tim menemukan tingkat metilasi yang meningkat secara signifikan. Metilasi adalah proses yang terjadi ketika bahan kimia kecil ditambahkan ke DNA. Metilasi ini menghalangi protein tertentu yang memungkinkan DNA untuk membaca gen secara normal.
Peningkatan variasi dalam metilasi diketahui berkorelasi dengan depresi, dengan gen BDNF dan SLC6A4 menjadi penyebab utamanya. Metilasi dapat terjadi akibat dari stres.
Konsekuensi Seumur Hidup
Para peneliti ini juga berpendapat bahwa penemuan mereka mungkin dapat diterapkan dalam lebih banyak kasus di luar strict parenting.
"Kami menyelidiki peran pola asuh yang keras, tetapi kemungkinan stres yang signifikan akan menyebabkan perubahan metilasi DNA seperti itu," kata Van Assche.
"Secara umum, stres di masa kanak-kanak dapat menyebabkan kecenderungan depresi di kemudian hari dengan mengubah cara DNA dibaca," lanjutnya.
Dia memperingatkan hasil ini memang perlu dikonfirmasi dalam sampel yang lebih besar. Namun demikian, hasilnya memiliki beberapa implikasi besar.
"Ini adalah pekerjaan yang sangat penting untuk dipahami... bagaimana pengalaman buruk selama masa kanak-kanak memiliki konsekuensi seumur hidup baik untuk kesehatan mental maupun kesehatan fisik," kata Christiaan Vinkers, seorang profesor di Departemen Psikiatri di Amsterdam University Medical Centre yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Penelitian ini suatu hari nanti diharapkan dapat membantu mereka yang sudah pulih dari masa kanak-kanak di bawah orang tua yang terlalu ketat.
"(Kita) mungkin dapat menggunakan variasi metilasi yang meningkat ini sebagai peringatan dini tentang siapa yang berisiko lebih besar mengalami depresi akibat dari pola asuh," pungkas Van Assche. Penelitianya bersama tim telah dipresentasikan pada Kongres ECNP ke-35 di Wina.
(nah/nwk)