Pembangunan IKN, di Tengah Merawat Alam dan Menjaga Tradisi

ADVERTISEMENT

Belajar dari Pakar

Pembangunan IKN, di Tengah Merawat Alam dan Menjaga Tradisi

- detikEdu
Rabu, 08 Mar 2023 16:00 WIB
Pengunjung melihat lokasi glamping di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (25/2/2023). Area glamping yang beberapa waktu lalu digunakan untuk menginap oleh Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerjanya ke IKN tersebut terdiri dari 17 kamar berbentuk kabin yang dibangun di tengah hutan dengan konsep ekowisata. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Jakarta -

Merawat alam dan lingkungan tempat manusia hidup, saat ini dihadapkan oleh masalah yang cukup krusial. Ketersediaan lahan dan ancaman kerusakan lingkungan setiap hari kita hadapi.

Semakin hari, alam (tanah, hutan, laut dan sumber daya alam lainnya) semakin terhimpit oleh desakan kebutuhan manusia. Akibatnya, eksploitasi lingkungan dan sumberdaya alam tidak terhindarkan. Bencana akibat tindakan eksploitatif itu (man made disaster) sudah muncul di mana-mana.

Dalam konteks pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan, maka yang paling aktual saat ini adalah tentang rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Pencanangan kota ramah lingkungan, termasuk dalam pengembangan IKN dengan konsep Forest City-nya, adalah salah satu alternatif untuk mengurangi perusakan alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembangunan kota memang harus tetap berjalan tetapi mesti diimbangi dengan kebijakan untuk menjaga kelangsungan alam. Hanya saja menjaga lingkungan atau merawat alam, tidak hanya sekadar melindungi pohon, air dan tanah, tetapi juga harus merawat tradisi leluhur dan ritual masyarakat lokal yang selama ini mendukung keberlangsungan alam.

Berbagai tradisi maupun ritual leluhur terbukti selama ini sangat berkait erat dengan prinsip menjaga keseimbangan alam. Tidak ada masyarakat adat yang mempertahankan tradisi leluhur yang akan merusak lingkungannya. Mereka saling tergantung satu sama lain dan menjaga hubungan harmonis melalui berbagai ritual dan tradisi tertentu.

ADVERTISEMENT

Mempelajari pengetahuan dan tradisi leluhur ini menjadi penting dalam rangka merawat alam saat ini. Tentu saja dengan tetap mengedepankan sikap kritis dan tidak meromantisasi khazanah pengetahuan leluhur itu secara berlebihan.

Menurut Herry Jogaswara, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra, pengetahuan lokal selalu saja menjadi isu menarik, aktual, dan dibutuhkan bagi pembangunan Indonesia, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Bahkan, saat ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah membahas pengetahuan lokal Indonesia dengan United Nations Educational, Science and Cultural Organization (UNESCO).

Menurut Herry, apabila merujuk pada UNESCO, framework pengetahuan lokal dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, pengetahuan lokal yang dapat dibuktikan secara ilmiah dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan. Kedua, pengetahuan lokal belum dapat dijelaskan secara ilmiah tetapi dilaksanakan, seperti pelbagai macam tabu, pamali, dan sebagainya.

Pengetahuan lokal ketiga dan keempat, lanjut Herry, adalah ia dapat diteliti secara ilmiah, tapi belum bisa digunakan untuk pembangunan, serta ada juga pengetahuan lokal yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah dan digunakan buat pembangunan. Namun, semua ini hanya persoalan waktu. Sebab, kata dia, ketika teknologi sudah semakin maju, semua pengetahuan
lokal itu bisa dilakukan.

Oleh karena itu menurutnya, pembangunan IKN harus kita proyeksikan sebagai kota yang sangat modern tetap tetap hijau, berbasis teknologi, tetapi juga berdampingan dengan tradisi.

Harry menambahkan, tradisi dan kebudayaan leluhur, bukan tentang romantisme belaka tentang masa lalu. Ia harus diperlakukan sebagai nilai pengetahuan lokal yang mampu bertahan, justru menjadi basis dasar ideologi menata masa depan, peradaban baru yang dinamis yang modern dan maju teknologinya. Oleh karena itu, nilai-nilai pengetahuan leluhur yang berasal dari tradisi dan budaya lokal, harus diperjuangkan sebagai basis akademis oleh pemerintah dalam membuat kebijakan.

Bagi kami, membangun Ibukota Nusantara, bukan hanya membangun kota baru, namun juga membangun peradaban baru. Oleh karena itu, bicara tentang kondisi hutan dan lingkungan IKN, merupakan satu kesatuan ekosistem dengan manusianya. Menjadikan lingkungan IKN adalah melihat Relasi hutan, lingkungan, dan manusia. Wajah kota nantinya, akan mencerminkan wajah sosial budaya masyarakat pendukungnya.

Menurutnya, sebagian besar masyarakat lokal nusantara, memiliki tradisi tentang sakralitas dan keramat. Dari sini, berkembang tradisi, di mana ketika orang-orang hendak memasuki hutan tersebut, maka mereka melakukan ritual-ritual tertentu, yang justru menjadi basis mula-mula konsep kearifan lokal melestarikan lingkungannya.

Gambaran sakralitas itu adalah sebuah makna tentang kearifan lokal masyarakat pada masa lampau dalam menjaga hutan dan lingkungannya. Kearifan lokal pelestarian lingkungan ini adalah ruh peradaban dan menjadi bagian sejarah penting yang memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia kekinian, tentang bagaimana kekayaan alam yang terus terjaga dan kemudian menjadi ikon yang hidup dan menghidupkan.

Selain itu, bahkan dalam tradisi leluhur nusantara, juga terdapat relasi kosmologis kota dan manusia. Dalam sejarahnya, kota mencirikan bagaimana relasi yang terbangun antara manusia dan lingkungannya.

Perkembangan kota juga menunjukkan adanya relasi kosmis antara dunia manusia dengan dunia di luar manusia, dunia transeden, sakral dan profan. Membangun kota meliputi perencanaan yang didasarkan pada berbagai pertimbangan magis religius, konsep lokal, konsep global, pengaruh kondisi alam, serta adanya faktor sosial ekonomi yang berkembang.

Membangun kota merelasikan pandangan manusia tentang dunianya, dunia manusia, alam semesta dan juga alam cita, hubungannya dengan pandangan manusia tentang semesta dan kekuatan transedental. Dalam sebuah percakapan di seminar daring, Asman Asiz, aktivias lingkungan asal Kalimantan Timur, yang dapat dianggap mewakili suasana batin masyarakat lokal, menyuguhkan sejumlah data berkenaan pembangunan IKN.

Sebagai peneliti lokal dan aktivis lingkungan, ia menyebutkan, pembangunan IKN dalam beberapa sisi, menimpulkan dampak lingkungan, misalnya, di Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI) Tanah Kuning, Mangkupadi, Kalimantan Utara. Menurutnya, di kawasan ini terjadi konflik lahan dampak negatif lainnya terhadap keberadabaan warga setempat.

Di tempat lain, Palu dan Donggala, yang merupakan suplier material bangunan utama IKN, juga ikut terkena imbasnya. Gunung dan bukit dipangkas, menggusur areal budidaya rumput laut untuk dermaga tongkang pengangkut material, gangguan kesehatan terutama saluran pernapasan, kerusakan ekosistem, hilangnya sumber air, longsor, kecelakaan lalu-lintas, dan
sebagainya.

Meski demikian, kondisi itu tentu bukan dalam kerangka menjadikannya menghambat pembangunan IKN. Justru itu perlunya empati dan keberpihakkan dari kebijakan pemerintah yang lebih memihak terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.

Selain itu menurutnya, beberapa komunitas lokal juga terdapat di Kalimantan Timur. Hingga kini, mereka masih mempertahankan dan melaksanakan tradisi dan ritualnya. Di Paser, misalnya, ada yang namanya upacara adat balian yang dipimpin oleh seorang mulung. Makna ritual balian, antara lain, perjuangan hidup, keharmonisan, kesejahteraan, keselamatan, moral baik, pembuka rezeki, memohon perlindungan, mengingat Tuhan, dan memperbaharui relasi alam semesta dan kehidupan.

Menurut Azman, ritual balian berfungsi untuk berdamai dengan alam, agar tidak memberikan dampak buruk bagi manusia. Demikian, salam budaya, salam lingkungan, salam lestari.

*Wuri Handoko adalah Kepala Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban (PRKKP), BRIN.




(nwy/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads