Pada saat musim penghujan di samping menyebabkan banjir juga tidak kalah penting perlu diwaspadai akan terjadinya longsor yang menyebabkan banjir bandang. Di mana salah satu pemicu terjadinya longsor yaitu di samping hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi selama tiga kali berturut-turut lebih dari 300 mm, juga disebabkan oleh faktor gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Gempa bumi yang terjadi pada tahun 2006 menyebabkan longsor di Desa Sijeruk, Kecamatan Banyarmangu, Kabupaten Banjarnegara. Begitu juga pada 21 November 2022 terjadi gempa bumi dengan skala richter 5,6 menyebabkan beberapa daerah terjadi longsor seperti di Cianjur, Garut, dan Sukabumi, Cimahi, Lembang, Kota Bandung, Cikalong Wetan, Rangkasbitung, Bogor dan Bayah, Tangerang Selatan, Jakarta, dan Depok.
Hujan yang terjadi pada bulan Februari 2023 dengan intensitas tinggi selama tiga hari berturut-turut dengan tinggi hujan antara 200-300 mm menyebabkan beberapa daerah mengalami longsor. Dari data BNPB (2023) pada tahun 2023 telah terjadi longsor akibat curah hujan yang tinggi untuk di Jawa Tengah ada di 3 titik yakni Kebumen (2 titik), Grobogan (8 titik), dan Semarang (6 titik). Sehingga setiap musim hujan dengan saat turun hujan dengan intensitas tinggi selama 3 hari berturut-turut lebih dari 200 mm hendaknya masyarakat sudah berjaga-jaga untuk mengantisipasi jika terjadi longsor. Hal tersebut terutama pada daerah-daerah yang rentan terjadinya longsor dengan melihat karakteristik biofisik tanah seperti kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman regolit, sesar, dan adanya rekahan tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa daerah yang terletak pada perbukitan atau pegunungan yang memiliki kemiringan lereng lebih dari 45%, dengan tekstur tanah berat silty clay, kedalaman regolit lebih dari 3 m, ada sesar, dan adanya rekahan di permukaan tanah. Kondisi karakteristik tanah seperti di atas sangat rentan terjadinya longsor pada saat adanya pemicu longsor seperti curah hujan tinggi, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Biasanya masyarakat yang tinggal di daerah longsor sudah mengetahui kalau di daerahnya rentan longsor, karena beberapa daerah sudah diberi peringatan dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) bahwa lahan tersebut rawan longsor dan harus hati-hati saat terjadi hujan. Di samping tanda-tanda tersebut juga punya kearifan lokal jika longsor akan terjadi di daerahnya, antara lain banyak hewan tanah yang keluar atau hewan di atas bukit pada berlarian turun, serta terjadi suara gemuruh karena pergerakan bongkahan tanah yang masif.
Mitigasi longsor dengan mengenalkan atau sosialisasi beberapa ciri-ciri karakter tanah yang rentan terjadinya longsor sangat bermanfaat sebagai upaya pencegahan agar tidak memakan korban jiwa pada saat kejadian longsor berlangsung. Begitu juga pada saat terjadinya longsor tindakan menyelamatkan para korban dengan tindakan evakuasi dengan memindahkan korban pada daerah yang lebih aman dan tahan terhadap longsor. Biasanya pada saat awal terjadinya longsor para korban dikumpulkan di tempat penampungan seperti gedung sekolahan, gedung perkantoran, atau membuat tenda sementara. Pada saat kondisi sudah mulai membaik maka akan dibuatkan hunsem (hunian sementara) dengan bahan yang dari bambu atau dari kayu yang sifatnya sementara sambil mencari daerah relokasi yang aman terhadap longsor juga menunggu bantuan biaya pembangunan dari para pihak.
Selanjutnya setelah lebih dari 6 bulan biasanya sudah mulai dibangun huntap (hunian tetap) pada daerah yang aman terhadap longsor. Hunian tetap merupakan bangunan rumah permanen dengan bahan dari batu bata dan semen, sehingga dapat ditempati selamanya dan warga yang terdampak diharapkan tidak Kembali ke bekas lokasi longsor. Bekas longsor akan terus bergerak terus menerus pada saat hujan turun sampai mencapai kestabilan permanen dalam waktu yang cukup lama.
Strategi pemulihan atau upaya perbaikan daerah bekas longsor dengan melakukan tindakan KTA (Konservasi Tanah dan Air), yaitu tetap menjaga agar tidak bergerak lagi dan rusak lebih parah lagi, juga diharapkan ketersediaan air cukup untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian. Tindakan KTA yang biasa dilakukan pada daerah bekas longsor antara lain dengan memotong lereng pada daerah perbukitan bekas longsor dengan membuat terasering berupa teras gulud atau teras bangku. Teras tersebut harus dilengkapi dengan SPA (Saluran Pembuangan Air) sehingga air drainase cepat mengalir dan tidak lari liar kemana-mana yang akan merusak lahan.
Saluran SPA juga perlu diperkuat dengan drop structure penguat SPA dengan tanaman bambu yang mudah tumbuh yaitu bambu ampel. Pada tampingan teras juga dilakukan penguat teras dengan rumput-rumputan seperti rumput vetiver (akar wangi) atau rumput gajah. Di samping itu pada lahan olah diupayakan ditanami tanaman yang akarnya banyak dan memiliki akar tunggang sehingga dapat mencekeram tanah sehingga tanah tidak mudah longsor. Sehingga diharapkan tanaman tahunan yang ditanam berasal dari biji dan bukan dari stek atau cangkok atau tanaman vegetatif.
Semua tindakan KTA hendaknya memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya, misalnya banyak tersedia batu lebih baik membuat teras batu dan penguat SPA dengan batu sebagai drop structurenya. Dengan tindakan KTA tersebut diharapkan lahan bekas longsor tidak semakin rusak parah yang menjadi penyumbang sedimentasi dan menyebabkan pendangkalan sungai dan waduk. Dengan tindak KTA yang benar maka lahan yang rusak akibat longsor dapat dimanfaatkan lagi sebagai ladang, tegal, atau pekarangan.
Beny Harjadi, peneliti BRIN. Artikel ini merupakan kerja sama BRIN dengan detikEdu. Seluruh artikel merupakan tanggung jawab penulis.
(nwy/nwy)