Cratoxylon arborescens atau geronggang, memiliki padanan nama yang berbeda untuk setiap daerah di Indonesia, di antaranya burunggang, dori, gerunggang, madangbaro, mampat, mepa, tamaw, tumok (kalimantan). Dalam taksonomi tumbuhan geronggang termasuk dalam famili Guttiferae (Hypericaceae).
Geronggang memiliki habitat asli pada hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B, terutama pada tanah rawa atau zona peralihan antara tanah rawa dan tanah kering pada ketinggian sampai 60 m dpl.
Pohon geronggang bisa mencapai tinggi lebih dari 40 m dengan diameter melebihi 60 cm. Seringkali tumbuh tersebar atau mengelompok dalam belukar dan hutan primer yang tergenang. Kemampuan tumbuh pada hutan rawa gambut serta pada tanah berpasir maupun lempung berpasir menjadi keunikan sekaligus keunggulan tersendiri bagi jenis ini. Hasil penelitian Junaedi (2014) menunjukkan produktivitas dan input hara tanaman geronggang pada umur 2-3 tahun, sedikit lebih tinggi dibandingkan krassikarpa (Acacia crassicarpa). Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan kelulusan hidup jenis ini pada lahan gambut bekas terbakar mencapai 69-93%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabupaten Bengkalis, Riau, merupakan salah satu habitat sebaran alami geronggang. Meskipun potensinya sangat melimpah pada masa lalu, namun keberadaan geronggang saat ini di Bengkalis sudah tidak semudah pada masa lalu untuk menemukannya. Statusnya di Indonesia saat ini menurut IUCN adalah terkikis (Lower Risk) dan kurang diperhatikan (Least Concern). Selain eksploitasi pemanfaatannya yang melebihi kemampuan regenerasinya pada masa lalu, bencana alam kebakaran hutan dan lahan turut menjadi faktor penyebab semakin berkurangnya jenis ini di hutan alam Bengkalis.
Kayunya memiliki sifat cukup kuat, ringan dan mudah dalam pengerjaannya. Pengelompokan sifat kayunya secara ilmiah termasuk dalam kelas awet IV, kelas kuat III-IV dengan berat jenis 0,46. Masyarakat lokal memanfaatkan kayunya untuk pembuatan konstruksi ringan, jembatan, kapal, furnitur, flooring, panel, papan partikel, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, manfaat geronggang bukan hanya kayunya, namun juga sebagai antimikroorganisme, antioksidan dan penangkal radikal bebas serta antikanker. Bagian kulit batangnya, daun, akar dan resinnya dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat gatal, luka dan sakit perut.
Geronggang juga memiliki manfaat lainnya yang sangat penting bagi lingkungan, yakni berguna dalam mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan, karena ia merupakan tumbuhan asli rawa gambut yang relatif tahan terhadap genangan air serta memiliki nilai kalor yang rendah (16 kJ/g).
Kemampuan tumbuh geronggang yang cepat dengan perakaran yang dalam dan jumlah akar lateral yang banyak menjadikan geronggang cocok digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan gambut. Bak spons raksasa, geronggang mampu menahan air tanah sehingga mampu mencegah meluasnya kebakaran lahan dengan adanya sekat bakar dan barrier pohon geronggang.
Harga kayu geronggang saat ini mencapai Rp. 3,5 juta hingga 4,25 juta per tan, menurut informasi pasar perdagangan kayu geronggang di Bengkalis. Tan merupakan ukuran volume lokal yang biasa digunakan dalam perdagangan, besarannya setara 7200 inchi 3 atau kurang lebih setara dengan 1,6 m 3 , dalam satuan metrik. Potensi ekonomi geronggang cukup besar, dengan daur 10 tahun, setidaknya akan diperoleh nilai nominal mencapai 1,89 miliar rupiah per hektare, dari hasil tebang akhir saja. Nilai yang cukup fantastis, mengingat kemudahan tumbuh tanaman ini di Bengkalis. Belum lagi pemasukan dari hasil penjarangan dan penjualan kayu cerocok.
Hasil analisis nilai harapan lahan oleh Kurniawan (2019), menunjukkan nilai harapan lahan pengusahaan geronggang lebih besar dari pengusahaan sagu dan karet di Bengkalis. Bahkan dengan penurunan harga jual kayu hingga 50% pengusahaan kayu geronggang masih layak untuk dijalankan.
Ketertarikan masyarakat Bengkalis terhadap pengusahaan geronggang juga semakin terlihat dengan banyaknya usaha pembibitan geronggang, juga hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat secara langsung. Salah satu organisasi masyarakat yang aktif dalam pengusahaan pembibitan dan hutan tanaman geronggang adalah LSM Ikatan Pemuda Melayu Pecinta Lingkungan (IPMPL).
Ketidakpahaman mereka dalam budidaya geronggang pada masa lalu, tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus mencoba. Kegigihan mereka akhirnya membuahkan hasil dengan berhasil menumbuhkan geronggang pada lahan-lahan masyarakat. Di antaranya bahkan telah menjadi sumber benih yang bersertifikat.
Bahkan, pola penanaman yang sangat rapi dengan jarak tanam tertentu pun sudah diperhitungkan sehingga hasilnya dapat diperkirakan nantinya. Menurut penuturan Ketua LSM IPMPL, Solihin, saat ini mereka telah membina tidak kurang dari 40 KTH dengan anggotanya mencapai 1495 orang anggota kelompok. Luas lahan yang digarap dinyatakan seluas Β±2950 hektar yang meliputi 4 kecamatan. Solihin beserta anggotanya meyakini bahwa geronggang adalah jenis yang mampu menjadi penyelamat ekosistem gambut di Bengkalis, sekaligus mampu mendatangkan cuan dengan pengelolaan yang lestari.
Lebih lanjut ia menjelaskan, gambut yang ditanami geronggang bukan hanya akan memperbaiki ekosistem yang ada, namun juga akan mampu menahan dan menyediakan air dalam waktu yang panjang. Singkatnya, meskipun geronggang memiliki potensi manfaat ekonomi yang cukup tinggi, namun tak boleh mengalahkan manfaatnya bagi lingkungan, agar bencana tak kembali berulang.
*Hery Kurniawan adalah Peneliti Madya, pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
(nwy/nwy)