Majelis Lucu Indonesia (MLI) merupakan salah satu perusahaan komedi kreatif kenamaan di Indonesia. Chief Marketing Officer (CMO) MLI Gianluigi Christoikov Girsang menuturkan, kesuksesan MLI dengan ciri khas komedi 'tepi jurang' tidak luput dari peran Generasi Z atau Gen Z, para anak muda kelahiran 1996-2012.
Gian menjelaskan, Gen Z pada dasarnya sangat suka ketika suaranya terwakilkan karena punya banyak kritik mengubah untuk lingkungannya. Namun, kritik ini belum setara dengan keberanian untuk bicara langsung sehingga lebih berani bersuara di media sosial.
"Munculnya MLI dan platform lainnya, yang menyampaikan apa yang mereka pikirkan, itu mungkin bikin mereka happy banget," tuturnya di kickoff TEDx Sampoerna University di Sampoerna University Student Union Sampoerna University L'Avenue Building, Jl Raya Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta, Senin (20/2/2023).
"Kenapa MLI bisa bertumbuh cepat, tetapi di satu sisi memang berbahaya, karena yang berbahaya ini memang ada di kepala Gen Z. Tetapi mereka takut. Karena takut, ada MLI, mereka senang MLI (yang bisa mengutarakan kritik mereka), sehingga MLI jadi besar. Jadi sebenernya MLI ditumbalin sih," katanya berseloroh.
Gian menuturkan, critical thinking para Gen Z patut diapresiasi. Di sisi lain, kritik, reaksi, maupun keberadaan Gen Z sendiri perlu diolah agar jadi maksimal berdampak positif buat masa depan perubahan dan pergerakan. Berikut tipsnya:
Tips Gen Z Maksimalkan Potensi dari CMO MLI
1. Sadari Kekuatan Suara Gen Z
Gian menuturkan, banyaknya populasi kalangan Gen Z. Kelompok Gen Z bahkan mendominasi pemilih di pemilihan umum 2024. Karena itu, keputusan Gen Z berdampak pada masyarakat hingga pemerintahan.
Untuk itu, sambungnya, membekali diri dengan informasi dan pengetahuan yang benar dan baik penting bagi Gen Z untuk mendukung berbagai pengambilan keputusan, baik nonpolitik maupun politik.
"Bagiku, gen Z itu generasi emasnya Indonesia. Seperempat penduduk Indonesia adalah gen Z. Lalu di politik pun, 60 persen pemilih adalah gen Z. Berarti, 60 persen, siapapun yang menang di 2024 adalah orang yang ada di otaknya gen Z," jelas Gian.
"Jadi, generasi Indonesia emas ini, 2024 penentunya. Ini bikin degdegan, keputusan-keputusan singkat gen Z itu menentukan," imbuhnya.
2. Jangan Asal Cepat Menarik Kesimpulan
Dengan kekuatan yang besar, Gian berharap Gen Z tidak terlalu cepat menyimpulkan sesuatu atau menetapkan judgement atau sesuatu.
"Dapatkan informasi lebih banyak, baru berkomentar. Harusnya teman-teman, adik-adik ini, siapa pun, sadar bahwa ia adalah kunci perubahan dan pergerakan yang terjadi di Indonesia. Karena itu, kalian harus membuka diri lagi, harus eksplor diri lebih jauh lagi, sehingga banyak info yang kalian dapatkan, sehingga keputusan yang kalian ambil lebih baik," jelasnya.
3. Mencari Tahu Informasi yang Benar dan Lengkap
Gian menambahkan, baik dirinya maupun Gen Z perlu mencari tahu informasi lebih dalam dari satu informasi yang didapat di tengah meluapnya informasi di era digital.
"Contoh, ketika tiket Borobudur jadi mahal sekali. Ternyata pas dicari tahu, itu bukan tiket ke sananya, tapi naik ke atasnya. Nah kalau naik ke atasnya, aku setuju (tiket mahal), karena kelakuan orang-orang ke atas tidak semua bisa diatur," kata Gian.
Ia menekankan, pastikan informasi berasal dari sumber kredibel dari berbagai platform maupun media sebelum menarik sebuah kesimpulan.
"Tetapi kan informasi yang beredar di media itu bahwa 'Mahal banget dan lain-lain, gimana pemerintah, salah nih,' mereka tidak mau cari tahu lebih lanjut. Jadi jangan mau telan info satu kali saja dari satu informasi, coba cari dulu di berbagai platform, di berbagai media, sehingga baru dapat kesimpulan," kaya Gian.
"Dan jangan baca headline doang, baca beritanya baik-baik. terus kalau dari orang, pastikan, kredibel nggak orang yang berbicara. Jadi jangan satu informasi. 2-3 orang, 2-3 digital media, baru coba berani ambil keputusan begitu ya," imbuhnya.
4. Jauhi Cancel Culture
Gian menuturkan, media sosial di tangan Gen Z sebagai digital native adalah pedang bermata dua. Ia mencontohkan, cancel culture yang merebak sebelum terkonfirmasi kebenarannya sangat berbahaya atas hajat hidup seseorang.
"Yang akan aku angkat (di TEDx Sampoerna University nanti) salah satunya hate speech dan cancel culture. Menurutku itu paling menyedihkan di era sekarang. Orang bisa kehilangan pekerjaan, masa depan, karena cancel culture. Yang sebenarnya, kalau mereka salah, terbukti salah, gapapa. Tetapi kalau belum terbukti, sudah dijudge, itu parah banget," tuturnya.
"Itu salah satu poin yang aku ingin omongin di tanggal 4 Maret nanti, bahwa cancel culture adalah hal negatif di media sosial yang bisa merugikan banyak orang," imbuh Gian.
Gian akan menjadi salah satu pembicara TEDx Sampoerna University, 4 Maret 2023 mendatang di Sampoerna Strategic Square, Sudirman. Di konferensi pertemuan ide dan inspirasi tersebut, Gian sebagai CMO MLI yang berangkat berkarya dari platform media sosial akan membahas seluk-beluk potensi dan risikonya bagi Gen Z.
TEDx Sampoerna University (SU) segera digelar 4 Maret 2023 di Sampoerna Strategic Square, Sudirman, Jakarta. Diawali dengan pre-event pada 24 Februari 2023 di Lippo Mal Puri, Jakarta Barat, gelaran tahun ini mengangkat tema "Hindsight: Dobrak Stigma, Gen Z Jadi Agen Perubahan Demi Ciptakan Masa Depan Lebih Baik".
Bagaimana detikers, sudah bijak pakai media sosial, belum?
(nah/nwk)