Usai meletusnya peristiwa G30S PKI yang berakhir dengan kegagalan, pada pertengahan Oktober 1965 Letkol Untung memilih meninggalkan Jakarta menuju Jawa Tengah.
Menyamar memakai pakaian sipil, Letkol Untung naik bus malam. Ia pun mencoba berbaur dengan para penumpang lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai akhirnya jelang memasuki daerah Tegal, bus berhenti di sebuah pos pemeriksaan. Khawatir dirinya akan dikenali, Untung segera turun dari bus dan melarikan diri.
Ia langsung dikejar dan diringkus massa di sebuah kebun tebu. Apesnya, ia pun digebuki massa yang mengejarnya.
Versi lain menyebutkan saat menumpang bus tersebut ada beberapa prajurit ABRI di dalamnya. Ia curiga identitasnya telah diketahui.
Letkol Untung kemudian melompat dari bus yang sedang melaju. Malangnya, kakinya terbentur tiang dan akhirnya terjatuh. Warga mengira yang melompat itu adalah copet akhirnya langsung mengeroyok.
Setelah itu, Untung diserahkan kepada CPM. Kemudian dibawa ke Jakarta memakai kendaraan panser dengan kondisi kaki dan tangan dirantai. Ia lalu dimasukkan ke blok isolasi di LP Salemba.
Lalu kemudian dihadapkan ke Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
Gedung yang saat ini menjadi kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di seberang Taman Suropati, Jakarta Pusat dipilih jadi tempat digelarnya persidangan Mahmilub atas sejumlah tokoh yang dituding terlibat G30S PKI.
Sidang terhadap Letkol Untung dimulai pada 16 Februari 1966 dan berlangsung sampai awal Maret 1966. Persidangan pada perwira militer utama sekaligus perancang operasi G30S tersebut berlangsung secara maraton. Setiap hari tanpa jeda.
Letkol CKH Iskandar SH bertindak sebagai Oditur dengan Ketua Majelis Hakim Letkol CKH Soedjono Wirjohatmodjo dibantu Letkol (Udara) Zaidun Pakti, AKB (Pol) Drs. Kemal Mahisa, Mayor (AL) Hasan Basjari, dan Mayor (Tit) Sugondo Kartanegara.
Dikutip dari buku G30S, Fakta atau Rekayasa karya Julius Pour selama persidangan, Untung menolak tuduhan dirinya bermaksud akan menggulingkan pemerintah serta merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno.
Saat ditanya Oditur, siapa yang punya gagasan menggulingkan pemerintah, Letkol Untung menjawab tidak pernah muncul gagasan semacam itu. Menurutnya rencana mereka adalah membentuk kekuatan serta organisasi untuk mencegah kudeta yang akan dilakukan Dewan Jenderal.
"Selain itu, kami juga membentuk Dewan Revolusi untuk membersihkan semua anggota Dewan Jenderal," ujar Untung. Ia pun merasa yakin ada rencana kup dari Dewan Jenderal. Kudeta itu menurut Untung dalam pembelaannya akan terjadi pada awal bulan Oktober 1965, jelang peringatan HUT ke-20 ABRI.
Untung mengemukakan, ada pengalaman ketika Istana Negara dikepung dengan tank dan meriam pada 17 Oktober 1952, dan deretan peristiwa yang mengancam Presiden Sukarno lainnya.
"Dengan pertimbangan lebih baik mendahului daripada didahului, kami orang-orang yang sederhana ini, memberanikan diri untuk memimpin Gerakan 30 September, menggagalkan coup dari Dewan Jenderal...," ujarnya.
Dalam persidangan, Letkol Untung pun menyatakan dirinya setia pada presiden. Ia berkata,"... setelah aksi tersebut kita laporkan kepada presiden di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, beliau justru memberi perintah.. hentikan."
"Segera, gerakan seluruh pasukan langsung saya hentikan, untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Saya selalu patuh kepada perintah presiden. Maka saya memerintahkan Letnan I Dul Arief, Komandan Pasukan Pasopati, yang sedang berada di Central Komando I Kantor PN Penas, untuk mengundurkan diri, kembali ke basis di daerah Lubang Buaya. Saya taat kepada perintah presiden."