Dosen Psikologi UM Surabaya: Flexing Berkaitan dengan Perasaan Insecure

ADVERTISEMENT

Dosen Psikologi UM Surabaya: Flexing Berkaitan dengan Perasaan Insecure

Nikita Rosa Damayanti Waluyo - detikEdu
Rabu, 16 Mar 2022 20:30 WIB
Happy couple success in their owner small business online with package box and money
Dosen Psikologi menyebut flexing berkaitan dengan insecurity. Foto: Getty Images/iStockphoto/tofumax
Jakarta -

Fenomena flexing atau pamer di media sosial baik bentuk fisik, barang-barang, atau hal lain yang dianggap lebih unggul dari orang lain masih ramai dibahas. Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya Dewi Ilma Antawati menjelaskan penyebab seseorang flexing atau pamer harta hingga pencapaian.

Ilma mengatakan, dalam psikologi klinis perilaku flexing dikaitkan dengan rasa tidak aman (insecurity) yang dimiliki seseorang, sehingga ada dorongan untuk memamerkan apa yang menurutnya unggul pada orang lain.

"Itulah sebabnya ada orang yang merasa tidak percaya diri datang ke pesta atau acara-acara tertentu jika tidak mengenakan barang yang bermerek, dan lebih nyaman jika datang mengenakan barang bermerek, karena adanya kekhawatiran tidak diterima atau dianggap rendah oleh orang lain," jelas Ilma dalam laman resmi UM Surabaya, dikutip Rabu (16/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ilma menambahkan, perilaku flexing termasuk dalam insting manusia saat menjalin relasi. Ia memberikan perumpamaan seekor merak akan memamerkan ekor indahnya untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Apa Dampak Flexing?

Ternyata, perilaku flexing dapat berdampak pada relasi dengan orang lain, khususnya ketika berada di lingkungan baru. Ilma mengatakan, penelitian menunjukkan bahwa bukannya semakin diterima dalam lingkungan baru, flexing malah akan membuat seseorang semakin terasingkan atau sulit bergaul.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, dalam hasil penelitian lain, perilaku flexing secara finansial juga berdampak pada meningkatnya konsumerisme. Sebab, perilaku belanja dilakukan untuk meningkatkan status sosial, bukan murni karena kebutuhan.

Cara Menghadapi Flexing

Ilma memberikan penjelasan bagaimana masyarakat dapat menyikapi flexing. Ia mengatakan, jika dalam posisi pengamat, maka respon kita tidak perlu berlebihan terhadap orang yang melakukan flexing. Kita cukup memahami mengapa seseorang melakukan hal tersebut.

"Untuk mencegah agar kita tidak menjadi pelaku (flexing), maka kita perlu mengenal kekuatan dan kelemahan diri, menerima kekuatan dan memaafkan kelemahan yang dimiliki, berusaha terus melakukan pengembangan diri, serta meningkatkan empati dengan cara memperbanyak kegiatan sosial dan berbagi dengan orang lain," jelasnya.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads