Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap selama 2022-2024 terdapat 224 perempuan dan anak dipulangkan dari Malaysia ke masing-masing daerah asalnya di NTT. Rinciannya, 2022 terdapat 65 kasus, 2023 (74), dan 2024 (83).
"Tren baru pemulangan ibu dan anak pekerja migran Indonesia (PMI) asal NTT dalam tiga tahun terakhir terdapat peningkatan yang cukup banyak," ujar Kepala BP3MI NTT, Suratmi Hamida, Rabu (11/12/2024).
Suratmi menjelaskan situasi pemulangan itu berpotensi menambah permasalahan sosial baru bagi perempuan dan anak di NTT. Salah satunya terkait identitas kependudukan anak. Sebab, anak-anak yang lahir di luar negeri tanpa dokumen kependudukan resmi akan menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan dan layanan kesehatan di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PMI asal NTT cenderung memilih melakukan migrasi ke luar negeri secara nonprosedural dibandingkan melalui mekanisme yang resmi," jelas Suratmi.
Menurut Suratmi, dalam lima tahun terakhir, terdapat 2.694 PMI ditangani oleh BP3MI NTT dengan 97,3 persen kasus merupakan PMI nonprosedural. Kemudian, 93 persen kasus PMI bermasalah berada di negara penempatan Malaysia.
"Empat kasus tertinggi yang kami tangani, yaitu PMI terkendala 63,5 persen; PMI meninggal dunia 22,8 persen; PMI sakit 3,2 persen; dan gaji 1,9 persen," beber Suratmi.
Selain itu, Suratmi berujar, lima kabupaten tertinggi dalam pemulangan PMI, yaitu Flores Timur (24,32 persen), Malaka (11,70 persen), Timor Tengah Selatan (TTS) (8,62 persen), Lembata (8,59 persen), dan Ende (8,45 persen).
"PMI nonprosedural didominasi oleh laki-laki yang mencapai 60 persen. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan skema penempatan yang mana hanya 4 persen laki-laki yang mengikuti prosedur resmi," pungkas Suratmi.
(nor/nor)