Perlawanan Ipda Rudy Soik-Bentrok Berdarah Tewaskan 2 Orang di Flores Timur

Nusra Sepekan

Perlawanan Ipda Rudy Soik-Bentrok Berdarah Tewaskan 2 Orang di Flores Timur

Tim detikBali - detikBali
Minggu, 27 Okt 2024 16:22 WIB
Ipda Rudy Soik bersama kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen saat memberikan keterangan kepada wartawan di kantor LPSK, Kamis (24/10/2024). (Dok. Rudy Soik).
Ipda Rudy Soik bersama kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen saat memberikan keterangan kepada wartawan di kantor LPSK, Kamis (24/10/2024). (Dok. Rudy Soik)
Kupang -

Perseteruan antara Ipda Rudy Soik dengan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menjadi sorotan pembaca detikBali dalam sepekan terakhir. Rudy melawan putusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) terhadap dirinya. Ia melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Kabar terpopuler berikutnya terkait pria di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), bernama Miftah Farid yang nekat membanting seorang anak lantaran tak melaksanakan salat Jumat. Meski video detik-detik membanting anak itu viral dan dikecam publik, Miftah tak ditahan oleh polisi dan hanya dikenakan wajib lapor.

Berikutnya, ada pula peristiwa bentrok berdarah antardua desa di Flores Timur, NTT. Puluhan rumah warga dibakar hingga dua orang tewas akibat bentrokan yang dipicu oleh sengketa lahan itu. Simak ulasan Nusra Sepekan berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


1. Perlawanan Ipda Rudy Soik Seusai Dipecat Polda NTT

Ipda Rudy Soik tak tinggal diam setelah dipecat lantaran dianggap melanggar saat proses penyelidikan dugaan mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kupang. Bersama kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen, Rudy melaporkan Polda NTT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Jumat (25/10/2024).

Laporan tersebut berkaitan dengan putusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH), dugaan intimidasi, dan teror terhadap Rudy. Kasus dugaan mafia BBM yang diduga melibatkan personel Polda NTT juga tercantum dalam laporan.

"Tadi ke Komnas HAM untuk minta perlindungan lembaga negara karena berkaitan dengan hak dan kebebasan warga negara soal PTDH dan teror itu," ujar Ferdy, Jumat sore.

Ferdy menjelaskan laporan tersebut juga mengenai hak hidup dan kenyamanan terhadap Rudy bersama keluarga dan anak-anaknya. Ia menyebut Polda NTT tidak prefesional dalam melakukan PTDH terhadap Rudy hanya karena memasang garis polisi.

"Soal mafia BBM juga kami laporkan untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Komnas HAM dengan caranya sendiri. Tapi semua itu tergantung pada mekanisme kerja dari Komnas HAM," jelas Ferdy.

Mereka membawa sejumlah bukti berupa penyelidikan BBM hingga proses PTDH yang dinilai sewenang-wenang. Ada pula bukti mengenai keterlibatan anggota Polda NTT dalam mafia BBM ilegal.

Tak hanya itu, Rudy juga meminta perlindungan LPSK di Jakarta, Kamis (24/10/2024). Rudy merasa diteror dan diintimidasi saat tim provos Polda NTT mendatangi rumahnya. Rudy menyebut perlakuan tim provos Polda NTT itu membuat anaknya trauma.

"Ada beberapa hal yang kami laporkan Polda NTT ke LPSK seperti ada petugas yang sering pergi memotret rumah Rudy. Termasuk istri Rudy yang dicegat provos saat hendak ke kantornya," ujar Ferdy, Kamis sore.

Ferdy juga akan meminta perlindungan keamanan terhadap keluarga, anak-anak, dan istri Rudy. Sebab, mereka merasa terancam dengan aktivitas polisi yang beberapa kali memasang drone untuk memantau aktivitas Rudy di rumahnya.

2. Pria Banting Anak gegara Tak Salat Tidak Ditahan

Video viral seorang pria membanting anak hingga pingsan di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, NTB. (Foto: Tangkapan layar CCTV)Video viral seorang pria membanting anak hingga pingsan di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, NTB. (Foto: Tangkapan layar CCTV)

Miftah Farid, yang membanting anak hingga pingsan lantaran tidak melaksanakan salat Jumat hanya dikenakan wajib lapor. Polisi tak menahan Miftah dan memulangkan pria itu pada Minggu (20/10/2024).

Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengungkapkan Miftah tidak tidak ditahan karena ancaman hukuman yang menjeratnya masih di bawah lima tahun kurungan. "Pasal yang dilanggar itu Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman tiga tahun," ujar dia, Senin (21/10/2024).

Yogi menjelaskan tindakan Miftah hanya mengakibatkan luka lecet pada tangan KF. Berdasarkan hasil visum yang dilakukan di RS Bhayangkara Mataram, dia melanjutkan, KF juga tidak mengalami luka serius.

"Tindakan pelaku tidak membuat anak ini luka berat. Jadi, hanya kami kenakan wajib lapor," imbuh Yogi. Ia menegaskan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polresta Mataram tetap merampungkan berkas perkara Miftah.

Fatimah, ibu dari anak laki-laki berinsial KF, keberatan dengan tidak ditahannya Miftah. Menurut Fatimah, KF mengalami luka memar akibat dibanting oleh Miftah di Ampenan Tengah, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, NTB.

"Tentu saya keberatan. Tapi kembali lagi ke proses hukum," ujar Fatimah, Kamis (24/10/2024). Ia menyebut KF mengalami luka memar di area pipi, di bawah mata, hingga telinga.

Fatimah menyebut KF sempat mendapat perawatan di rumah sakit akibat luka yang dialami setelah dibanting oleh Miftah. Bahkan, anak bungsunya itu beberapa hari tidak bisa pergi ke sekolah.

Sebagai seorang ibu, dia menyebut kelakuan anaknya yang masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar (SD) tak seharusnya disikapi dengan kekerasan. "Namanya juga anak kecil biasa mereka bermain dan itu kan jatah mereka," ujar Fatimah.

Penganiayaan terhadap anak SD itu terjadi pada Jumat (18/10/2024). Menurut Miftah, KF bersama teman-temannya sempat membuat keributan di Masjid Al Hidayah yang berlokasi di lingkungan Sukaraja Barat, Kelurahan Ampenan Tengah.

Aksi penganiayaan Miftah terhadap KF terekam kamera pengawas atau CCTV dan viral di media sosial. Tak lama setelah video itu beredar, Miftah ditangkap polisi.

Kepada penyidik, Miftah mengaku nekat menganiaya KF lantaran tidak melaksanakan salat Jumat. Miftah yang kesal seusai Salat Jumat pun langsung mengejar KF dan kawan-kawan. Ia mengejar anak itu hingga tertangkap di halaman kantor jasa pengiriman barang yang tak jauh dari Masjid Al-Hidayah.

"Saya banting ke lantai saja. Langsung saya pergi," kata Miftah.

3. Bentrok Berdarah Tewaskan 2 Orang di Flores Timur

Polisi dan TNI menyita tiga pucuk senjata api rakitan dari daerah konflik di Flores Timur, NTT.Polisi dan TNI menyita tiga pucuk senjata api rakitan dari daerah konflik di Flores Timur, NTT. Foto: dok. Polres Flores Timur

Dua orang tewas akibat bentrokan antara warga Desa Bugalima dengan Desa Ile Pati. Bentrokan warga dua desa di Flotim itu terjadi pada Senin (21/10/2024) dini hari. Bentrokan terjadi karena sengketa tanah adat antara dua suku di dua desa tersebut.

Pj Gubernur NTT Andriko Noto Susanto mengungkapkan masalah yang terjadi antara dua desa tersebut sudah berlangsung hampir lima dekade. Warga kedua desa terlibat sengketa lahan.

"Polemik ini kan sudah berlangsung sejak lama, informasinya itu sudah terjadi sejak 1976," ujar Andriko seusai menghadiri sidang paripurna di gedung DPRD NTT, Senin.

Empat hari setelah bentrokan itu, Andriko menyebut warga dari Desa Ile Pati dan Desa Bugalima sudah sepakat berdamai. Kesepakatan damai itu tertuang dalam berita acara penyelesaian konflik antara Desa Ile Pati dan Desa Bugalima di Kantor Camat Adonara Barat.

Menyusul setelah kesepaktakan damai itu, aparat gabungan TNI dan Polri mengamankan tiga pucuk senjata rakitan di Desa Ile Pati, Adonara Barat, Flores Timur. Jumlah tersangka terkait bentrokan berdarah antardua desa itu kini bertambah menjadi 20 orang.

Kapolres Flores Timur AKBP I Nyoman Putra Sandita mengungkapkan sebanyak 97 personel TNI-Polri dikerahkan untuk menyisir Desa Ile Pati hari ini. "Tadi kami tim gabungan mendapatkan tiga pucuk senjata rakitan. Kami melakukan patroli (di Desa Ile Pati) di sana," ujar dia di Desa Bugalima, Sabtu (26/10/2024).

Sandita mengatakan 20 orang yang ditetapkan sebagai tersangka sudah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Flores Timur. Para tersangka termasuk warga yang dianggap sebagai provokator bentrokan dan pemilik senjata.

Menurut Sandita, situasi kedua desa yang berkonflik itu sudah mulai kondusif. Meski begitu, petugas masih tetap berjaga di sana. Anak-anak yang masuk sekolah juga akan dikawal serta diantar jemput oleh anggota polisi dan TNI. Ia mempersilakan para perempuan di desa itu untuk kembali beraktivitas.

"Kami sudah sampaikan anak-anak yang mau masuk sekolah akan diantar jemput," ujar Sandita.

"Saya sampaikan mama situasi sudah kondusif. Mau ke pasar silakan, yang mau sekolah silakan ke sekolah," pungkasnya.




(iws/hsa)

Hide Ads