Kondisi bangunan SMK Negeri Restorasi Pulau Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), memprihatinkan. Dinding terbuat dari bambu, sementara lantai rusak parah.
Pelangi Sutera, siswi kelas XI SMKN Restorasi Pulau Komodo, mengaku aktif datang ke sekolah tapi tak bisa fokus mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) selama di kelas. Konsentrasinya mengikuti KBM kerap terganggu suara keributan dari kelas sebelahnya.
Ruang kelas sekolah kejuruan tersebut, ujar Pelangi, dipisahkan dinding bambu. Terdapat celah di antara dinding bambu. Ruang kelas tak ada plafon. Dinding pemisah kelas tak sampai di atap. Aktivitas siswa di kelas sebelahnya masih bisa terlihat dari celah dinding kelas Pelangi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena keadaan sekolah masih bambu jadi untuk menerima pembelajaran itu susah. Kurang konsentrasi karena di sebelahnya itu kan ada murid lagi. Setiap ada pembelajaran pasti ada keributannya (di kelas sebelahnya). Di sebelah ribut, di sebelah lagi masih belajar, jadi kurang konsentrasi," ujar Pelangi, Selasa (22/10/2024).
Pelangi mengatakan sekolah itu berada di daerah pegunungan, tempat banyak komodo ditemukan. Menurut dia, konsentrasinya saat belajar juga terganggu kala melihat orang asing yang treking melihat Komodo di pegunungan sekitar sekolah. Orang yang berjalan di pegunungan itu mudah dilihat dari dalam kelas saat KBM berlangsung karena ada celah di dinding bambu.
"Rawan juga ada pendaki, orang yang berkeliaran (lihat komodo) di gunung, kami kurang konsentrasi juga. Mungkin karena ada orang baru (ganggu konsentrasi). Itu terlihat dari celah bambu," terang Pelangi.
Siswi jurusan usaha pariwisata itu juga mengaku tak nyaman mengikuti KBM karena ruang kelas yang berdebu. Menurut dia, lantai kelas terbuat dari semen kasar. Kondisinya sekarang makin rusak. Debu mudah beterbangan.
"Asli (ya, lantai berdebu). Lantainya belum dicor, masih semen kasar dicampur tanah sama pasir. Makin lama makin tanahnya kelihatan, debu," ujar Pelangi.
Siswa juga kerap kepanasan saat mengikuti pelajaran. Menurut dia, Pulau Komodo cuacanya panas. Sekolah itu berada di lokasi yang gersang. Siang hari siswa merasa kepanasan dari atap sekolah yang terbuat dari seng. Atap tanpa plafon itu hanya berjarak beberapa meter di atas kepala.
"Kepanasan apalagi kampung kami panas. Panas karena terlalu dekat atap seng," ujar Pelangi.
Menurut dia, proses belajar kadang dilakukan di luar kelas, di bawah pohon. Hal itu dilakukan karena belajar di kelas tak lagi nyaman bagi siswa.
"Kadang guru ngajar siswa di luar karena ribut (suara ribut dari kelas lain), supaya pembelajarannya efektif," katanya.
Wakil Kepala Sekolah SMKN Restorasi Pulau Komodo, Saharil, membenarkan pengakuan Pelangi. KBM kerap dilakukan di bawah pohon agar siswa bisa merasa nyaman. "Iya, betul," ujar Saharil.
Sebelumnya Saharil mengungkapkan kondisi memprihatinkan gedung SMKN Restorasi Pulau Komodo. Sekolah kejuruan yang mulai beroperasi Juli 2022 itu terdiri dari tiga ruang kelas dan satu ruang guru. Tiang-tiang dan rangka lainnya, termasuk dindingnya, masih terbuat dari bambu. Sebagian dinding dan atap sekolah itu hanya menggunakan seng. Sementara lantai sekolah terbuat dari semen kasar yang kondisinya sudah rusak.
Ruang guru SMKN Restorasi Pulau Komodo itu juga terlihat miris. Ruang guru di sekolah itu terlihat bak lapak sederhana dengan lantai tanah dan tidak berdinding. Tempat duduk ruang guru terlihat sederhana terbuat dari bambu. Tak ada meja di ruang guru itu. Para guru tampak memangku laptop yang dipakai untuk bekerja.
SMKN Restorasi Pulau Komodo merupakan satu-satunya sekolah lanjutan tingkat atas di kawasan TN Komodo. Sekolah ini beroperasi mulai tahun ajaran 2022/2023. Saat ini memasuki tahun ketiga. Belum ada yang lulus dari sekolah tersebut.
Total ada 148 siswa di SMKN Restorasi Pulau Komodo dari kelas XI sampai XII. Sebanyak 90 persen siswa berasal dari Pulau Komodo. Sisanya, siswa dari pulau-pulau di sekitarnya.
Sekolah tersebut memiliki tiga jurusan, yakni kuliner, perhotelan, dan usaha layanan pariwisata. Kegiatan belajar mengajar di SMKN Restorasi Pulau Komodo itu dilakukan pagi dan siang hari. Dibuat dua kali sehari karena keterbatasan ruang kelas. "Untuk pagi kelas 2, dan kelas 1 siang," ujar Saharil.
"Anak kelas 3 sementara lagi melakukan praktik di Labuan Bajo selama enam bulan," lanjut dia.
SMKN Restorasi Pulau Komodo mempunyai sebanyak 21 guru dan dua tenaga tata usaha (TU). Namun, hanya satu guru yang berstatus aparatur sipil negara (ASN), yakni kepala sekolah. Guru lainnya dan TU masih berstatus honorer.
(dpw/dpw)