13.441 Anak Menderita Stunting di TTS, PJ Bupati Ungkap Kendala Penanganan

13.441 Anak Menderita Stunting di TTS, PJ Bupati Ungkap Kendala Penanganan

Yufengki Bria - detikBali
Selasa, 08 Okt 2024 21:20 WIB
Pj Bupati TTS, Seperius Edison Sipa, saat diwawancarai di Kantor Desa Oinlasi, Kecamatan Mollo Selatan Selasa (8/10/2024).
Pj Bupati TTS, Seperius Edison Sipa, saat diwawancarai di Kantor Desa Oinlasi, Kecamatan Mollo Selatan Selasa (8/10/2024). (Foto: Yufengki Bria/detikBali)
Timor Tengah Selatan -

Sebanyak 13.441 anak di Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), menderita stunting. Penjabat (Pj) Bupati TTS Seperius Edison Sipa mengungkapkan kendala penanganan sehingga angka stunting di daerah itu masih tinggi.

Sipa menyebut kendala itu bervariatif, di antaranya pola pengasuhan anak yang belum maksimal dari orang tua.

"Misalkan anaknya dititipkan di nenek dan opanya, sementara orang tuanya pergi merantau ke Kalimantan dan Malaysia. Sehingga perhatian terhadap anaknya tidak maksimal apalagi yang berusia kecil seharusnya membutuhkan penangan yang serius," ungkap Sipa, saat diwawancarai di Kantor Desa Oinlasi, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten TTS, Selasa (8/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Sipa, asupan gizi terhadap anak juga sangat berpengaruh. Sebab, masih banyak anak-anak di perkampungan yang mengonsumsi jagung, ubi dan beras yang tidak punya nilai gizi. Sehingga hal tersebut mempengaruhi tumbuh kembang anak.

"Kalau tradisi sosial masyarakat juga berpengaruh, tetapi saat ini sudah masuk zaman modern sehingga perubahan sosial turut disesuaikan dan masyarakat tidak lagi berada dalam fase tradisiobal karena sudah mendapat edukasi dan mengakses informasi yang baik," kata Sipa.

ADVERTISEMENT

Sipa mengklaim prevalensi stunting di TTS dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang drastis, hanya karena terlalu tinggi, maka jumlah sasarannya banyak. Sehingga presentasinya walaupun turun sebanyak 5000 sampai 6000, itu tetap saja kecil.

"Tetapi, kami sudah lakukan intervensi serentak terhadap 70 ribu lebih anak yang masuk kategori stunting. Saya perintahkan setiap kepala dinas untuk bertanggungjawab di setiap kecamatan," jelas Sipa.

Dalam penanganan stunting, Pemda TTS melakukan intervensi melalui dana dari dinas konfergensi stunting dan alokasi dana desa (ADD). Menurut Sipa, ADD yang dialokasikan pada 2025, akan difokuskan untuk pemberian beras fortivit.

"Kami akan wajibkan setiap kepala desa untuk memprioritaskan pemberian beras fortivit kepada para anak. Ini akan kami berlakukan di tahun 2025," terang Sipa.

13.441 Anak di TTS Menderita Stunting

Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat sebanyak 13.441 anak menderita stunting per Agustus 2024. Angka itu sekitar 36,5 persen dari populasi.

"Jadi, waktu Februari 2024, itu masih berada di angka 20,2 persen dengan jumlahnya 7.850 anak yang menderita stunting. Ini mengalami kenaikan," ujar Kepala Dinas Kesehatan TTS, Ria Tahun.

Ria menjelaskan, jumlah penderita stunting yang mencapai 36,4 persen itu dihitung berdasarkan EPPGM dengan menggunakan surveilans. Sedangkan
berdasarkan perhitungan SKI, berada di angka 50,1 persen.

"Bukan saja hari ini kami menggandeng Bulog, tetapi sebelumnya kami sudah bekerja sama dengan IDAI untuk penanganan stunting karena sesuai PNPK, maka anak itu harus diobati oleh dokter spesialis anak," jelas Ria.

Menurut Ria, susu diberikan oleh Bulog merupakan susu pemberian makanan medis khusus (PMMK). Sehingga akan dievaluasi oleh spesialis anak setiap dua pekan.

"Kami akan datang setiap minggu untuk evaluasi karena penyebab tingginya stunting di TTS dipengaruhi oleh kemiskinan ekstrem, maka harus diintervensi menggunakan protein hewani," ungkap Ria.

Dia mengatakan kendala utama dalam penanganan stunting adalah sensitif berupa kekurangan air bersih, makanan, dan kemiskinan ekstrem. Sehingga membutuhkan kolaborasi secara serius antar setiap instansi agar bisa menurunkan prevalensi stunting.

"Tidak bisa ditangani sendiri oleh kami (Dinas Kesehatan), tetapi kalau sudah sakit, itu akibatnya di kami yang akan menanganinya lebih lanjut," terang Ria.

Direktur Human Capital Bulog, Sudarsono Hardjosoekarto, menambahkan alasan memilih Desa Oinlasi untuk memberikan bantuan karena jumlah balita yang mengalami stunting sebanyak 175 orang.

Menurutnya, balita yang mengalami stunting dan memiliki berat badan sangat kurang sebanyak 21 balita. Kemudian balita mengalami stunting dan memiliki gizi kurang sebanyak tujuh orang, dan balita mengalami stunting dan memiliki gizi buruk satu orang.

Bulog memberikan beras bervitamin untuk setiap anak masing-masing sebanyak 10 kilogram dan susu formula rutin setiap bulan dengan jangka pemberian bantuan selama tiga bulan.

"Intervensi dibutuhkan untuk penanganan masalah stunting dan wasting berupa pemberian pangan bergizi, edukasi konseling dan perubahan perilaku, pemberian makanan tambahan (PMT), suplemen mikronutrien, pemantauan, dan promosi pertumbuhan serta surveilans gizi," pungkas Sudarsono.




(dpw/nor)

Hide Ads