Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Mayjen TNI (Purn) Hassanudin mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi pada gedung shelter tsunami di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU). Proyek gedung shelter tsunami tersebut mangkrak sejak 2018.
"Apapun yang berkaitan dengan proses hukum, kami silakan lanjutkan. Kami akan memberi support dan dukungan sehingga kepastian hukum bisa didapatkan," kata Hassanudin di Mataram, NTB, Rabu (17/7/2024).
Proyek pembangunan gedung shelter tsunami tersebut dikerjakan Ditjen Cipta Karya pada Satuan Kerja (Satker) Penataan Bangunan dan Lingkungan NTB. Pembangunan dilaksanakan PT Waskita Karya dengan konsultan perencanaan CV AC pada 2014 dan total anggarannya mencapai Rp 21 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti akan saya pelajari lagi data-datanya (kasus shelter tsunami tersebut)," jelas mantan Pj Gubernur Sumatera Utara itu.
Untuk diketahui, gedung yang mampu menampung 3.000 orang itu telah diserahterimakan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara pada 16 Juli 2017. Namun, gedung tiga lantai tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan tujuan pembangunannya hingga saat ini.
Kepala Inspektorat Provinsi NTB Ibnu Salim mengatakan siap memfasilitasi terkait kebutuhan informasi dan data-data pelengkap yang kemungkinan diperlukan KPK. Ia mendorong dugaan korupsi gedung shelter tsunami di Lombok Utara dapat diusut tuntas.
Ibnu enggan memberikan komentar lebih jauh terkait dugaan korupsi gedung shelter tsunami tersebut. "Ini kan sudah ditangani KPK, sepertinya saya tidak pas kalau mengomentari itu," ujarnya.
Sebelumnya, KPK sedang menangani kasus dugaan korupsi pembangunan gedung shelter tsunami di Lombok Utara. Bahkan, lembaga antirasuah itu telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut. Kedua tersangka berasal dari penyelenggara negara dan satu lainnya dari BUMN.
(iws/iws)