Krisis Air di Kota Tepian Air

Kota Bima

Krisis Air di Kota Tepian Air

Rafiin - detikBali
Selasa, 25 Jun 2024 12:05 WIB
Warga Lingkungan Sarata, Kelurahan Paruga, Kota Bima, antre membeli air bersih, Senin (24/6/2024) sore.
Warga Lingkungan Sarata, Kelurahan Paruga, Kota Bima, antre membeli air bersih, Senin (24/6/2024) sore. Foto: Rafiin/detikBali
Kota Bima -

Langit mulai gelap ketika sejumlah orang terlihat berdiri diri depan gang sempit Senin (24/6/2024) sore. Beberapa ember, jeriken, hingga galon kosong berderet di sebelah mereka.

Diansyah adalah salah satu dari warga Lingkungan Sarata, Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang ikut mengantre untuk membeli air bersih. Dia juga sempat mengeluh lantaran pikap yang membawa tirta tak kunjung datang menjelang maghrib.

"Ngeri jar mai oto landa oi ke (telatnya datang mobil yang menjual air ini). Ake samporo wali ra lu'u ra sambea magrib (padahal sebentar lagi sudah masuk waktu salat magrib)," keluh pria 40 tahun itu, Senin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diansyah dan 200-an warga Lingkungan Sarata sudah enam tahun terpaksa membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, masak, hingga mandi, cuci, serta kakus (MCK). "Mau musim kemarau atau musim hujan, tetap membeli air bersih," ungkapnya.

Diansyah memerlukan dua sampai tiga galon untuk minum keluarganya selama tiga hari. Sedangkan untuk kebutuhan memasak dan MCK yakni sebanyak 1.100 liter yang dipakai selama 6 hari.

Untuk mendapatkan satu galon air bersih, Diansyah harus membayar Rp 10 ribu. Sedangkan, untuk satu jeriken tirta harus ditebus dengan Rp 40 ribu. Pemilik warung kelontong ini mengeluarkan Rp 400 ribu untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Mahmud setali tiga uang. Dia juga harus membeli air lantaran air sumur bor di kawasan itu payau sehingga tidak bisa dikonsumsi.

Mahmud juga tak bisa mengandalkan air pipa karena jaringan PDAM rusak. "Air hasil sumur bor tidak layak dikonsumsi akibat asin dan jaringan air PDAM juga rusak sudah lama," ujar pria berusia 50 tahun itu.

Mahmud menerangkan, persoalan krisis air di Kota Tepian Air -julukan untuk Kota Bima- itu pernah disuarakan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bima dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima. Namun, hasilnya nihil hingga kini.

"Pemerintah dan anggota DPRD hanya janji saja dalam menuntaskan persoalan ini," keluhnya.

Lain halnya dengan Nasaruddin, warga Lingkungan Pali, Kelurahan Melayu, Kota Bima. Dia membeli air bersih hanya untuk kebutuhan minum saja.

"Di sini kami beli air ganti ulang (galon) hanya untuk diminum saja. Dalam sebulan bisa Rp100 ribu sampai Rp 200 ribu," kata pria berusia 50 tahun tersebut.

Nasaruddin mengandalkan sumur bor untuk kebutuhan memasak dan MCK. Namun, jika laut tengah pasang, dipastikan airnya asin. "Kondisi ini sudah lama. Sudah bertahun-tahun," keluhnya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bima, Gufran, mengatakan sebanyak 15.863 jiwa yang tersebar pada 13 kelurahan di Kota Tepian Air mengalami krisis air bersih. Menurut dia, setiap tahun warga Bima terdampak krisis tirta.

BPBD Kota Bima mencatat pada 2021 sebanyak 21 kelurahan krisis air bersih. Dua tahun kemudian jumlahnya menjadi 15 kelurahan. "Pada pertengahan 2024 ini, ada 15.863 jiwa yang tersebar di 13 Kelurahan yang terdampak," katanya, Senin.

Gufran menjelaskan warga di 13 kelurahan itu kesulitan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari seperti, masak dan MCK. Bahkan, para petani juga kesulitan untuk mengairi lahan pertanian yang berimplikasi menurunnya hasil panen dan tidak sedikit yang gagal panen.

"Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sebagian besar warga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli air bersih," katanya.

Gufran mengungkapkan penyebab Kota Bima mengalami krisis air bersih. Yang pertama karena faktor alam yakni adanya perubahan iklim berupa musim kemarau yang panjang.

Yang kedua, Gufran melanjutkan, yakni rusaknya jaringan pipa PDAM Bima sejak 2016 akibat banjir bandang. Dampaknya, penyaluran air terhenti sampai saat ini.

"Pembukaan dan alih fungsi lahan yang masif juga mengakibatkan berkurang dan hilangnya sumber mata air," ujar Gufran.

Sekretaris Daerah Kota Bima, Mukhtar Landa, mengatakan Pemkot Bima telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi krisis air bersih. Salah satunya, pendistribusian air bersih melalui mobil tangki.

"BPBD dan Dinsos kami kerahkan untuk tetap siaga menyalurkan air bersih ke wilayah yang terkena dampak krisis air bersih," tutur Mukhtar.

Selain itu, Mukhtar berujar, Pemkot Bima telah membentuk UPTD Air Bersih. UPTD itu berkolaborasi dengan PDAM Bima untuk membangun infrastruktur jaringan pipa iar.

Pemkot Bima, Mukhtar menambahkan, juga telah membangun sumur bor di beberapa titik yang dilengkapi dengan infrastruktur jaringan perpipaan hingga sambungan rumah. "Proyek ini bersumber dari APBD-P Kota Bima 2023 dan APBD 2024, sebagian ada yang terealisasi dan sebagian masih berjalan," imbuhnya.




(gsp/dpw)

Hide Ads