Penjabat (Pj) Bupati Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Raimundus Nggajo, melarang jual beli ternak babi di pasar. Pelarangan dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit African swine fever (ASF) atau demam babi Afrika.
Larangan itu dikeluarkan setelah ratusan ekor babi di daerah tersebut mati dengan gejala ASF. Kematian babi dengan gejala ASF juga terjadi di kabupaten tetangga Nagekeo, seperti Sikka, Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat.
Larangan jual beli ternak babi di pasar tertuang dalam Instruksi Bupati (Inbup) Nagekeo tentang Pencegahan Penyebaran Penyakit African Swine Fever di Kabupaten Nagekeo Tahun 2024. Instruksi yang ditandatangani Raimundus pada 4 April 2024 itu ditujukan kepada camat, kepala desa, dan lurah se-Nagekeo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menghentikan penjualan ternak babi di pasar atau pasar hewan untuk sementara waktu agar memutus rantai penularan sampai situasi penyakit dapat dikendalikan," tegas Raimundus dalam instruksinya dilihat detikBali, Selasa (9/4/2024)
Raimundus juga menginstruksikan semua ternak babi dan produk babi yang akan masuk dari kabupaten dalam wilayah Pulau Flores ke Nagekeo harus menyertakan dokumen pengeluaran dan pemasukan ternak. Dokumen tersebut seperti rekomendasi izin masuk/izin keluar, dan surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal.
"Pemeriksaan kesehatan hewan, produk hewan dan hasil ikutannya oleh petugas teknis tetap dilakukan dan jika terindikasi penyakit ASF maka ternak dan produk ternak babi akan dimusnahkan," kata Raimundus.
Raimundus juga melarang babi, daging babi, dan produk olahannya dari daerah tertular ASF masuk ke Nagekeo. Produk olahan daging babi itu seperti se'i hingga roti babi. Produk olahan daging babi hutan dari daerah tertular ASF juga dilarang masuk ke Nagekeo.
"Melakukan penolakan/pelarangan memasukkan ternak babi, produk babi (segar dan olahan seperti se'i, dendeng, roti babi, daging babi hutan dll) maupun hasil ikutan lainnya dari wilayah tertular," jelas Raimundus.
Raimundus juga menginstruksikan untuk meningkatkan pengawasan ketat, baik oleh petugas dinas terkait maupun aparat desa di masing-masing wilayah. Pengawasan ketat dilakukan terhadap masuknya ternak babi dan produk babi maupun hasil ikutan lainnya antarkabupaten/kecamatan/desa, baik melalui darat dan laut dengan jalan resmi maupun ilegal.
Raimundus meminta meningkatkan biosecurity, hanya peternak atau petugas kandang yang boleh masuk ke area kandang dan disinfeksi. Ia juga meminta peningkatan manajemen peternakan babi, baik pemberian pakan maupun vitamin, kebersihan kandang, dan sanitasi, termasuk melarang pemberian makanan hasil limbah dari olahan babi ke ternak babi.
"Jika ternak sakit dan atau mati segera dilaporkan kepada petugas untuk diobservasi lebih lanjut. Untuk ternak babi yang mati harus dibakar lalu dikuburkan untuk mencegah penyebaran," tegas Raimundus.
Sebelumnya, sebanyak 185 babi mati di Nagekeo. Ratusan babi yang tersebar di sejumlah wilayah Nagekeo itu mati dengan gejala terserang penyakit ASF. Babi yang mati itu tercatat sejak akhir Februari 2024. Kasus kematian babi dengan gejala ASF itu terus terjadi hingga hingga 7 April 2024.
"Sampai saat ini yang saya sudah dapat data dengan pemiliknya 165 ekor di Aeramo, Nangadhero 16 ekor, dan Boawae empat ekor," ungkap Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo Klementina Dawo, Selasa (9/4/2024).
Babi yang mati tersebut menunjukkan sejumlah gejala seperti demam tinggi hingga pendarahan pada kulit dan organ tubuh lainnya. Gejala tersebut merupakan gejala khas babi terserang ASF. "Demam tinggi, kehilangan nafsu makan, depresi, muntah, diare, perdarahan pada kulit dan organ tubuh," jelas Klementina.
(hsa/dpw)