Sebanyak 185 babi mati di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ratusan babi yang tersebar di sejumlah wilayah Nagekeo itu mati dengan gejala terserang penyakit African swine fever (ASF) atau demam babi Afrika.
"Sampai saat ini yang saya sudah dapat data dengan pemiliknya 165 ekor di Aeramo, Nangadhero 16 ekor, dan Boawae empat ekor," ungkap Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo Klementina Dawo, Selasa (9/4/2024).
Klementina mengatakan babi yang mati dengan gejala ASF itu tercatat sejak akhir Februari 2024. Kasus kematian babi dengan gejala ASF itu terus terjadi hingga hingga 7 April 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Boawae sejak akhir Februari dan sampai saat ini belum ada yang terkonfirmasi kena ASF. Hanya empat ekor di saat awal, sedangkan di Aesesa di Aeramo Timur sejak 24 Maret 2024 dan sampai saat ini masih ada babi yang mati akibat ASF," jelasnya.
Ia menjelaskan babi yang mati tersebut menunjukkan sejumlah gejala seperti demam tinggi hingga pendarahan pada kulit dan organ tubuh lainnya. Gejala tersebut merupakan gejala khas babi terserang ASF. "Demam tinggi, kehilangan nafsu makan, depresi, muntah, diare, perdarahan pada kulit dan organ tubuh," jelas Klementina.
Klementina menyayangkan masih ada warga yang membuang bangkai babi yang mati dengan gejala ASF itu ke parit. Menurutnya, hal itu berpotensi menyebabkan penyebaran ASF makin meluas. Sebab, lalat yang hinggap pada bangkai babi itu bisa menjangkiti ASF ke babi yang sehat.
Tak hanya melalui lalat, Klementina berujar, penularan wabah ASF juga bisa melalui anjing yang memakan bangkai babi tertular ASF itu. Klementina mendorong peternak untuk menguburkan bangkai babi yang mati dengan gejala ASF.
"Salah satu vektor penyebab (penularan ASF) lalat, anjing. Misalnya anjing gigit bangkai terus gigit lagi babi," pungkasnya.
(iws/gsp)