Prosesi walimatul khitan atau sunatan untuk anak laki-laki cukup unik di Dusun Batu Bangka, Desa Sakra, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Karena anak-anak yang akan dikhitan atau disunat diarak atau menjadi praje khitan (dipikul) diiringi alat musik gendang beleq (musik khas sasak) dan gamelan.
Dalam prosesi tersebut, anak-anak yang dikhitan akan mengelilingi pepaosan (tempat pembacaan ritual seperti gazebo bertingkat). Mereka menggunakan baju adat di depan makam TGH Ali Batu dan Makam TGH Muhammad Rais anak dari Ali Batu.
Selama proses praje khitan, anak-anak akan diarak layaknya seorang raja mengelilingi pepaosan sebanyak 8 kali putaran. Prosesi itu bertujuan memberikan semangat kepada anak-anak sebelum disunat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keturunan kelima TGH Ali Batu, K.H Satria Ilham, menjelaskan sejarah awal mula prosesi mengelilingi pepaosan dan praje khitan. Ritual tersebut semata-mata bentuk rasa syukur bisa menghibur anak sebelum dikhitan keesokan harinya.
"Ritual itu bertujuan untuk menggegerkan atau membuat anak-anak yang dikhitan ini jadi pemberani sebelum disunat," kata Ilham ditemui di kediamannya, Minggu malam (5/11/2023) saat acara praje khitan.
Prosesi Ritual Praje Khitan
![]() |
Acarapraje khitan dilakukan dengan mengelilingipepaosan selama 8 kali dari arah kanan ke kiri.Memutaripepaosan itu berbeda dengan arah tawaf atau mengelilingi Ka'bah diMakkah yang dimulai dari arah kiri ke kanan.
"Beda dengan tawaf. Kalau tawaf dari kiri ke kanan. Jadi di sebelah selatan pepaosan itu anak disembek atau diberi tanda di kening," jelasnya.
Sembek dilakukan oleh orang khusus, tidak boleh dilakukan sembarang orang. Tujuannya agar anak bisa jadi lebih berani.
Pepaosan khitanan tersebut sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam. Bahkan, sejak 1980-an khitanan massal sering dilakukan oleh para keturunan TGH Ali Batu.
Ilham menuturkan alasan menggunakan gamelan dan gendang beleq pada acara tersebut semata-mata untuk menghibur masyarakat. Biasanya, grup gendang beleq akan diundang secara sukarela untuk memainkan musik tanda ritual pepaosan dimulai.
"Jadi sukarela. Biasanya orang tua anak akan memberikan semacam uang sukarela. Jadi masyarakat yang ramai datang menonton juga spontanitas begitu. Mungkin, merasa terpanggil ke tempat ini karena sudah menjadi tradisi juga," bebernya.
Dia menyebut semua anak laki-laki bisa mengikuti ritualpepaosan meski bukan berasal dari keturunanTGH Ali Batu. Bahkan di beberapa hari penting islam, masyarakat biasanya akan menggelar khitanan massal.
"Sebenarnya ini budaya kita yang sudah mulai terkikis. Jadi ini kan perlu kita lestarikan. Siapa lagi yang mengangkat jika generasi ini akan melupakannya begitu saja," tutup Ilham.
Pantauan detikBali selama acara prosesi praje khitan, warga akan berbondong-bondong datang ke halaman makam TGH Ali Batu. Di bawah area makam, masyarakat bisa menonton pementasan wayang sasak yang diisi oleh orang tua anak yang akan melakukan sunatan.
(nor/nor)