Pejabat yang ditahan itu adalah Muhammad Irwin yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dikbud NTB. Dalam proyek pengadaan itu, dia bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan menggunakan ABPD 2017 itu. Saat itu, Irwin menjabat sebagai Kasi Sarpras Bidang SMA Dikbud NTB.
Seorang lainnya yang turut ditahan adalah Lalu Buntaran. Dia adalah pelaksana pekerjaan.
Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto mengatakan ada dua paket pengadaan yang diduga dikorupsi oleh Irwin, yakni belanja modal pengadaan peralatan kesenian marching band sebesar Rp 1,7 miliar, dan belanja hibah pengadaan peralatan kesenian marching band sebesar Rp 1,06 miliar.
"Kasus ini dilakukan pulbaket oleh Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB tanggal 2 Mei 2018 dan ditingkatkan pada proses penyelidikan pada tanggal 7 Mei 2018 lalu," kata Djoko saat konferensi pers di Mapolda NTB, Selasa (22/8/2023).
Menurut Djoko, keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 2028 lalu setelah polisi melakukan gelar perkara dalam waktu cukup lama.
"Berkas P19 kasus ini sebanyak 10 kali dikembalikan dan diperbaharui. Sehingga jaksa penuntut umum menetapkan tahap P21 tanggal 27 Juni 2023 kemarin," kata Djoko.
Dalam penanganan kasus ini, penyidik menerapkan prinsip kehati-hatian untuk melakukan pembuktian. Itu menjadi alasan kenapa penanganan kasus ini begitu lama.
"Inilah dasar penyidik harus melakukan penyidikan berkeadilan. Kenapa prosesnya lama karena adanya perbedaan persepsi atau cara pandang antara auditor BPKP Perwakilan NTB dengan JPU terkait dengan metode penghitungan kerugian uang megara yang dilakukan oleh Auditor BPKP," ujarnya.
Ditreskrimsus Polda NTB Kombes Nasrun Pasaribu mengatakan berdasarkan hasil gelar perkara, Muhammad Irwin selalu PPK tidak melakukan survei sebelum menetapkan harga pengadaan barang.
Muhammad Irwin juga dengan sengaja memerintahkan Lalu Buntaran untuk melakukan survei harga demi mendapatkan keuntungan untuk setiap harga satuan barang. Selain itu tersangka Muhammad Irwin menyusun HPS berdasarkan harga yang diperoleh dari calon penyedia barang jasa ke tersangka Lalu Buntaran.
"Jadi PPK ini mencantumkan merek dan tipe barang dalam dokumen spesifikasi dan teknis. Sehingga tidak memberikan kesempatan kepada calon penyedia lain untuk ikut dalam kegiatan lelang," kata Nasrun.
Dalam kasus ini, Muhammad Irwin sengaja menunjuk CV Embun Emas milik Baiq Yanti Susanti sebagai pemenang tender. Namun PPK dengan sengaja membiarkan pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh Lalu Buntaran.
Menurut Nasrun, survei harga berdasarkan pengadaan alat kesenian marching band tersebut dilakukan berdasarkan permintaan Muhammad Irwin selaku PPK kepada Lalu Buntaran.
"Jadi modus kedua tersangka secara bersama-sama menyusun HPS berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan," ujarnya.
Kerugian negara akibat ulah Irwin mencapai Rp 702 juta. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
(dpw/gsp)