Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Djoko Poerwanto membeberkan modus mantan Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Mataram Awan Dramawan dan mantan Kepala Jurusan (Kajur) Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram Zainal Fikri melakukan korupsi pengadaan alat laboratorium pada 2016. Keduanya kini berstatus tersangka dan ditahan oleh Polda NTB.
Djoko menjelaskan Awan yang merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) terbukti menentukan rencana anggaran biaya (RAB) dan spesifikasi barang alat laboratorium penunjang belajar mengajar (APBM) di Poltekkes Kemenkes Mataram sesuai dengan kerangka acuan kerja (KAK) tanpa verifikasi. "Perencanaan anggaran juga tak tepat dan tanpa melalui proses usulan kebutuhan barang APBM sesuai dengan kurikulum program Studi Poltekkes Kemenkes," katanya saat konferensi pers di Polda NTB, Selasa (22/8/2023).
Sehingga, Djoko melanjutkan, pengadaan APBM tersebut berdampak pada empat unit alat laboratorium dari 14 alat yang dibeli. Empat alat laboratorium itu tidak dibutuhkan oleh program studi jurusan.
Adapun Zainal, Djoko melanjutkan, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) terbukti menyalahgunakan kewenangan dengan sengaja menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi APBM yang diadakan pada 2016. Adapun, nilai HPS APBM itu sebesar Rp 19,37 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi itu disahkan Direktur Poltekkes Kemenkes Mataram selaku KPA. Padahal, diketahui RAB dan spesifikasi barang APBM dalam kerangka acuan kerja tidak dilakukan proses evaluasi, verifikasi, dan kajian kebutuhan oleh tim perencanaan program tahun anggaran 2016," kata Djoko.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Kombes Nasrun Pasaribu menjelaskan Poltekkes Kemenkes Mataram mendapatkan anggaran sebesar Rp 22,21 miliar dari Kemenkes untuk membeli APBM pada 2016. Anggaran tersebut bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN.
Nasrun menjelaskan kerugian negara akibat dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium itu mencapai Rp 3,24 miliar. "Ini (korupsi) juga menyebabkan dua phantom pertolongan persalinan dalam kondisi rusak dan tidak bisa digunakan," tuturnya.
Awan dan Zainal, Nasrul menambahkan, dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keduanya dapat dipidana penjara maksimal penjara seumur hidup.
(gsp/dpw)










































