Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto mengatakan kedua tersangka diduga menyalahgunakan wewenang dan jabatan saat pengadaan alat laboratorium penunjang belajar mengajar (APBM) di Poltekkes Kemenkes Mataram. "Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan APBM yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN Poltekkes Kemenkes Mataram tahun anggaran 2016 senilai Rp 22,2 miliar," kata Djoko saat konferensi pers di Polda NTB, Selasa (22/8/2023).
Djoko menerangkan dugaan korupsi ini dilaporkan pada 13 Agustus 2018 ke Polda NTB. Polisi kemudian meningkatkannya pada penyilidikan pada 8 Januari 2019 dan penyidikan pada 16 Agustus 2021.
Djoko menjelaskan lamanya proses penyelidikan karena polisi menunggu audit kerugian negara dari Kementerian Kesehatan. "Kendalanya itu koordinasi permohonan audit perhitungan kerugian keuangan negara membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun," paparnya.
Awan dan Zainal, Djoko melanjutkan, ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Januari 2023. Awan yang merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) terbukti menentukan rencana anggaran biaya (RAB) dan spesifikasi barang APBM sesuai dengan kerangka acuan kerja (KAK) tanpa verifikasi.
"Perencanaan anggaran juga tak tepat dan tanpa melalui proses usulan kebutuhan barang APBM sesuai dengan kurikulum program Studi Poltekkes Kemenkes," kata Djoko.
Djoko menambahkan Zainal Fikri selaku PPK terbukti menyalahgunakan kewenangan dengan sengaja menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi APBM yang diadakan pada 2016. Adapun, nilai HPS APBM itu sebesar Rp 19.37 miliar.
Awan dan Zainal telah ditahan. Adapun, kerugian negara akibat dugaan korupsi APBM itu mencapai Rp 3,242 miliar.
(gsp/dpw)