Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masuk enam besar dengan kasus stunting tertinggi se-Indonesia pada 2022. Provinsi lainnya dengan jumlah kasus stunting terbanyak, antara lain Sulawesi Barat, Papua, Papua Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan data itu berdasarkan survei yang konsensusnya belum tentu merata. Dia optimistis Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB bisa menurunkan angka stunting tahun ini.
"Kami harap setelah melihat data ini tidak perlu berkecil hati. Saya salut dengan 16 OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di NTB itu mampu mengumpulkan 267 ribu telur dibagi ke masyarakat tahun ini," kata Hasto saat menghadiri Forum Koordinasi Stunting dan Fasilitas Koordinasi Satgas Percepatan Penurunan Stunting di Mataram, Kamis (10/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Hasto juga menyoroti data perempuan melahirkan di NTB yang melebihi angka nasional. Menurutnya, rata-rata perempuan di NTB melahirkan dua hingga empat anak.
"Sebenarnya tiga anak itu boleh. Tapi, harus diatur jarak melahirkannya. Karena itu meningkatkan angka stunting," kata Hasto.
Hasto juga membeberkan angka kasus kematian ibu melahirkan di NTB pada 2022 berada pada urutan empat nasional. Adapun, kata dia, angka kematian ibu melahirkan secara nasional adalah 189 per 100 ribu. "Kalau di NTB itu 200 kematian per 100 ribu," ujarnya.
Berikutnya, angka kematian bayi di NTB pada 2022 berada di angka 20 per 100 ribu. Padahal, angka kematian bayi secara nasional berada pada angka 16 per 100 ribu.
"Saya yakin Pemprov NTB bisa menurunkan angka itu," kata Hasto.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah mengeklaim penanganan kasus stunting di NTB pada 2022 hingga 2023 sudah mencapai di angka 16,46 persen. Ia berharap angka stunting turun di angka 14 persen.
Rohmi menyebut data dari BKKBN terkait penanganan stunting di NTB itu berbeda dengan data yang dikelola oleh Pemprov NTB. Saat dicek di lapangan, kata dia, banyak data anak yang tidak sesuai seperti nama dan alamatnya.
"Kami sudah cek itu data dari BKKBN. Data kami 18 persen tahun 2022. Itu intinya ya, kami berpatokan dengan data kami," kata Rohmi.
Untuk menekan angka stunting, Rohmi menjelaskan salah satu strateginya adalah dengan mengaktifkan kembali Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). "Tahun ini kami target turun ke 14 persen," pungkas Rohmi.
(iws/gsp)