LS, pelaku pengoplos gas nonsubidi 5,5 dan 12 kilogram dari elpiji subsidi 3 kilogram, mengalihkan gas melalui empat buah set stop keran dan enam buah regulator. LS yang berperan sebagai otak pengoplosan mengaku barang-barang itu dibeli secara online.
LS menggunakan palu dan kunci inggris, kemudian drat sambung untuk membuka penutup tabung gas elpiji.
"Pakai obeng dan es batu. Es batu untuk mengurangi risiko panas pada tabung gas saat dipindahkan (dari satu tabung ke tabung lainnya)," ujar LS, Kamis (13/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah berhasil, tabung gas itu diangkut menggunakan truk untuk dijual di Sumbawa Barat. LS dan LI mempraktikkan ini beberapa bulan terakhir demi mendapatkan cuan.
Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto menyebut praktik pengoplosan itu dilakukan dengan cara-cara berbahaya. "Gas akan berbahaya jika proses perpindahan dilakukan secara ilegal. Tetapi teknik pemindahan gas ini kami minta agar didalami penyidik ya," tegasnya.
Dengan begitu, sambung Djoko, penyidik jelas menentukan tindak pidananya. Apalagi, segel yang digunakan guna menutup bibir tabung yang sudah dibuka menggunakan barcode yang dibeli lewat online tidak terdaftar dalam situs resmi Pertamina.
"Kami sudah cek tadi, ternyata barcode di dalam segel itu tidak terdaftar di Pertamina. Jadi, ini akan kami dalami juga," kata Djoko.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Nasrun Pasaribu mengungkapkan LS dan LI nekat mengoplos gas elpiji hanya belajar dari YouTube. Dari sana, keduanya berhasil menjual ratusan tabung gas nonsubsidi.
"Total tabung yang sudah dioplos itu sudah mencapai ratusan ya. Setelah kami hitung keuntungannya mencapai Rp 60 juta," kata Nasrun.
Saat ini, keduanya sudah ditangkap dan dijerat dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.
(BIR/hsa)