"Melalui pledoi ini, saya ingin mengatakan bahwa kasus saya ini bentuk arogansi DPRD NTB mengkriminalisasi rakyatnya. Saya hadir di tempat ini mengikuti proses dari A sampai Z karena beranggapan bahwa rakyat biasa mampu melawan kekuasaan yang mengkriminalisasi rakyatnya," ungkap Fihiruddin, Rabu.
Ia menyampaikan perilaku wakil rakyat yang melaporkan aktivis adalah preseden buruk bagi demokrasi, bahkan indikasi kemunduran demokrasi.
"Saya orang biasa tapi saya akan melawan kekuasaan, karena kalau bukan kita siapa lagi yang akan mengontrol kebijakan pemerintah. Kalau semua aktivis dikriminalisasi, dikerdilkan, ditangkap, kita kembali ke masa orde baru yang otoritarian dan koruptif ini mencoreng cita-cita luhur reformasi," sebut Fihir
"Saya berharap kriminalisasi aktivis ini hanya menimpa saya sendiri, jangan sampai menimpa aktivis yang lain," tutup Fihir
Kuasa Hukum Fihir, Endri Susanto meminta kepada Majelis Hakim agar kliennya dibebaskan dari segala dakwaan serta mengembalikan nama baik, harkat, dan martabatnya. Serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Dalam sidang pledoi tersebut, Endri mengungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa membuktikan pasal-pasal yang menjadi dakwaan terhadap FIhirudin sehingga terdapat unsur-unsur yang tidak terpenuhi.
"Pasal-Pasal yang menjadi tuntutan kepada Fihirudin tidak bisa dibuktikan oleh JPU dalam fakta-fakta persidangan di antaranya soal niat pelaku dalam membuat adanya muatan kebencian terhadap SARA itu tidak bisa dibuktikan oleh JPU," jelas Endry
Semantara itu, M. Salahudin yang tergabung dalam tim penasehat umum Fihiruddin menyatakan bahwa fakta-fakta persidangan dari awal penuntut umum tidak bisa membuktikan perihal yang didakwakan kepada Fihiruddin.
"Tidak ada barometer yang membuktikan terciptanya kebencian atau kerusuhan yang terjadi di masyarakat. Dalam fakta persidangan tidak ditemukan ukuran terhadap hal tersebut sehingga ngambang dan ambigu, hal ini jika tidak bisa dibuktikan maka klien kami harus dibebaskan," jelasnya.
Agenda sidang akan dilanjutkan pada Rabu 26 Juli 2023 mendatang dengan agenda pembacaan putusan. Sebagai informasi, Fihiruddin dalam sidang pembacaan putusan pekan lalu dituntut tujuh bulan penjara.
(nor/nor)