Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebut sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan diputuskan dalam waktu dekat. Saat ini publik masih menanti apakah Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka, proporsional tertutup, atau menggunakan model baru/campuran.
"Insya Allah keputusan terbuka tertutup dalam waktu dekat," kata Anwar Usman seusai menghadiri acara Silaturahmi Kebangsaan bertajuk Pemilu, Demokrasi, dan Pembangunan di Aula Pendopo Walikota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu sore (10/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anwar Usman membantah anggapan bahwa putusan MK perihal sistem pemilu telah bocor. Menurutnya, saat pernyataan itu disampaikan ke publik, MK belum melakukan pembahasan ihwal putusan.
"Tadi kan sudah saya sampaikan soal itu (bocoran) kemarin belum dimusyawarahkan, sidang kan masih berlangsung, ndak ada itu," jelasnya.
Anggapan bahwa putusan MK terkait sistem Pemilu 2024 bocor berawal dari klaim Denny Indrayana beberapa waktu lalu. Denny Indrayana mengeklaim mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Denny menyebut putusan itu diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
Menanggapi itu, Usman menegaskan MK akan berusaha mengambil keputusan secara objektif. Termasuk mempertimbangkan perspektif konstitusi maupun pendapat para ahli yang telah disampaikan dalam sidang-sidang MK sebelumnya.
Usman meminta penyelenggara pemilu untuk melaksanakan tahapan pemilu sesuai dengan regulasi yang ada. "Itu kan sudah saya sampaikan. Sambil menunggu silakan laksanakan sesuai dengan aturan yang ada sekarang," imbuh pria kelahiran Bima, NTB, tersebut.
Dilansir dari detikNews, judicial review sistem pemilu proporsional terbuka digugat oleh sejumlah pihak. Mereka yang turut menggugat sistem pemilu tersebut, antara lain Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok).
Pemohon beralasan, parpol mempunyai fungsi merekrut calon anggota legislatif yang memenuhi syarat dan berkualitas. Oleh sebab itu, parpol berwenang menentukan caleg yang akan duduk di lembaga legislatif.
"Menyatakan frase 'proporsional' Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," urai pemohon.
Sistem proporsional tertutup memiliki karakteristik pada konsep kedaulatan parpol. Parpol memiliki kedaulatan menentukan kadernya duduk di lembaga perwakilan melalui serangkaian proses pendidikan dan rekrutmen politik yang dilakukan secara demokratis sebagai amanat UU Parpol.
"Dengan demikian, ada jaminan kepada pemilih calon yang dipilih parpol memiliki kualitas dan kemampuan sebagai wakil rakyat," beber pemohon.
(iws/gsp)