Kesaksian 3 Calon Buruh Migran Korban TPPO di Malang

Kesaksian 3 Calon Buruh Migran Korban TPPO di Malang

Muhammad Aminudin - detikJatim
Jumat, 30 Mei 2025 10:30 WIB
Tiga saksi saat menghadiri sidang TPPO di Malang
Tiga saksi saat menghadiri sidang TPPO di Malang (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Malang - Tiga calon buruh migran mengaku menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh PT Nusa Sinar Perkasa (NSP) Cabang Malang. Keterangan mereka pun memperkuat adanya tindak pidana yang dilakukan Hermin dan Dian Permana alias Ade selaku pengelola perusahaan atau agen penyalur calon buruh migran.

Ketiga calon buruh migran itu adalah Suryani, Hanifah, dan Widya. Selain menjadi korban TPPO, mereka juga mengaku jadi sasaran kekerasan verbal maupun fisik.

Semua itu disampaikan Suryani, Hanifah dan Widya saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus TPPO yang menjerat Hermin serta Dian Permana alias Ade di Pengadilan Negeri Klas IA Malang, Rabu (28/5/2025).

Diketahui, Suryani dan Hanifah adalah dua orang yang merupakan calon pekerja migran di PT NSP Cabang Malang, sementara Widya merupakan teman dari Hanifah korban kekerasan Hermin selama berada di PT NSP.

Dalam persidangan itu, mereka menyampaikan pengalamannya saat berada dalam naungan terdakwa Hermin maupun Dian Permana.

Salah satunya adalah soal kegiatan pelatihan yang dilakukan di rumah terdakwa Hermin dan dugaan kekerasan terhadap calon pekerja migran.

"Intinya keterangan saksi untuk memperkuat dakwaan. Kemudian keterangannya juga sama dengan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan tidak ada sangkalan," ujar jaksa penuntut umum Moh Heriyanto kepada wartawan usai persidangan.

Heriyanto menjelaskan, bahwa ada sejumlah saksi lain yang nantinya dihadirkan dalam agenda sidang pekan depan.

Selain fokus untuk pembuktian terkait unsur dugaan eksploitasi dan dugaan pelanggaran dalam proses perekrutan CPMI di PT NSP Cabang Malang.

Perbuatan itu diduga dilakukan di luar prosedur resmi dan tanpa izin sah sebagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).

Sementara itu, kuasa hukum kedua terdakwa Mohamad Zainul Arifin mengungkapkan, keterangan saksi justru menunjukkan bahwa pelatihan yang dilakukan terdakwa bersifat sukarela dan memberi manfaat bagi calon buruh migran itu sendiri.

Zainul juga menyampaikan dugaan kekerasan diakui calon buruh migran tak didukung dengan bukti medis ataupun visum.

"Tidak ada bukti visum maupun bukti psikologis dari rumah sakit. Artinya, tudingan penganiayaan itu masih sebatas klaim sepihak yang belum terbukti secara yuridis," ungkap Zainul terpisah.

Selain itu, saksi Suryani juga menyatakan bahwa pelatihan merawat anjing dilakukan sesuai dengan penempatan kerja ke Hongkong dan dijalani dengan sukarela.

"Justru para CPMI mengakui pelatihan tersebut dan bermanfaat untuk bekal bekerja. Tidak ada paksaan dan pelatihan itu bukan bentuk eksploitasi, karena sesuai dengan job order," tambahnya.

Zainul juga mempertanyakan kualitas alat bukti dan saksi pelapor, yang menurutnya hanya mendengar cerita orang lain dan tidak mengetahui langsung adanya dugaan tindak pidana.

"Kami melihat ini bukan ranah pidana, tapi administrasi. Tidak ada pelanggaran pidana yang jelas. Kami akan buktikan semua dalam pembelaan nanti," tandasnya.

Seperti diberitakan, kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menyeret dua tersangka Hermin Ningsih Rahayu (45) dan Dian (37) dari karyawan PT Nusa Sinar Perkasa (NSP) masuk persidangan. Jaksa mendakwa keduanya dengan pasal berlapis terkait TPPO.

Surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum Heriyanto dalam sidang perdana yang digelar di ruang Garuda PN Kelas IA Malang, Rabu (30/4/2025).

Hermin dan Dian dijerat dengan tujuh dakwaan. Yakni tiga dakwaan merupakan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 10 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Kemudian empat dakwaan lainnya menggunakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Yakni Pasal 81, Pasal 83, Pasal 85 C, dan Pasal 85 D.


(mua/hil)


Hide Ads