Korban Cabut Laporan, Kasus Pencabulan Dosen Gadungan Mandek

Mataram

Korban Cabut Laporan, Kasus Pencabulan Dosen Gadungan Mandek

Ahmad Viqi - detikBali
Kamis, 23 Mar 2023 07:50 WIB
Polda NTB menyebut satu pelapor kasus pencabulan oleh terduga pelaku dosen gadungan, AF, mencabut laporan polisinya (LP).
Ratusan mahasiswa-mahasiswi Universitas Negeri Mataram demo menuntut penanganan kasus pencabulan oknum dosen gadungan di Mataram, NTB, Selasa (21/3/2023). (Ahmad Viqi/detikBali).
Mataram -

Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap satu pelapor kasus pencabulan oleh terduga pelaku dosen gadungan (AF) di Mataram mencabut laporan. Alhasil, penyidik merilis Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).

Namun, Kabid Humas Polda NTB Kombes Lalu Muhammad Iwan Mahardan menegaskan kasus pencabulan terhadap mahasiswi Universitas Negeri Mataram masih berlanjut alias belum dihentikan. Empat orang saksi yang diperiksa, tetapi salah satu pelapor mencabut laporan polisi (LP).

"Dari empat saksi yang diperiksa, satu di antaranya sepakat mencabut laporan. Tidak mau meneruskan. Kalau korban mencabut laporan, maka tidak bisa dilanjutkan (ke tahap penyidikan)," ujar Iwan melalui WhatsApp, Rabu (22/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apabila pelapor ingin kasusnya naik ke tahap penyidik, maka salah satu korban harus bersedia menarik kembali pencabutan laporan pencabulan yang diduga dilakukan oleh dosen gadungan berusia 65 tahun tersebut.

"Yang dibutuhkan oleh kasus ini, harus ada yang melapor. Kasus (pencabulan) mahasiswi ini mudah, sebenarnya, untuk dikerjakan kepolisian. Masalahnya adalah korban mencabut laporan," imbuh iwan.

Memang, ia melanjutkan, kasus pencabulan masuk dalam delik aduan. Artinya, harus ada korban yang melapor dan mengikuti hingga tahap pemeriksaan.

"Kalau tidak ada yang mengadu bagaimana? Proses penyelidikan kan dari kepolisian. Tidak boleh orang luar mencampurinya," tegas dia.

Adapun, Iwan menuturkan alasan pencabutan laporan oleh korban murni karena kekhawatirannya profilnya akan dibuka di publik. "Sebenarnya, kami ingin kasus ini cepat dan terang benderang," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Biro Konsultan Bantuan Hukum (BKHB) Fakultas Hukum Universitas Mataram Joko Jumadi menuding proses penyelidikan kasus pelecehan itu diduga sengaja diperlambat oleh penyidik Ditreskrimum Polda NTB.

Sebab, polisi sudah mempunyai alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka. Bahkan sesuai keterangan, pelaku AF mengakui perbuatannya saat menjalani pemeriksaan.

"Kasus tidak naik-naik ini yang jadi alasan korban tidak mau melanjutkan. Urusan tidak memenuhi unsur alat bukti dalam penyidikan, penyidik dapat memberikan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Jadi, kami punya upaya hukum praperadilan," katanya.

Menurut Joko, dalam kasus pelecehan seksual, semestinya penanganannya cepat. Sebab, psikologi korban bisa terganggu jika berlarut-larut.

"Kalau kasusnya sudah diberikan SP2HP, kami tidak bisa apa-apa. Ini tidak fair (adil) namanya. Jadi, kami minta Bapak Kapolda segera ambil sikap lah agar melihat kasus ini sebagai pidana hukum," tutur Joko.

Sebelumnya, sebanyak 30 dosen dan ratusan mahasiswa Universitas Negeri Mataram kembali demo di depan Polda NTB, Selasa (21/3/2023). Ratusan mahasiswa dan puluhan dosen itu menuntut penanganan kasus pencabulan yang dilakukan AF, asal Kota Mataram, dilanjutkan ke penyidikan.

Ketua Aliansi Anti Kekerasan Seksual (Alaska) Provinsi NTB Ahmad Zuhairi mengatakan aksi ini dilakukan buntut lambatnya penanganan kasus pencabulan yang dilakukan oleh AF kepada 10 mahasiswi di Mataram.

30 dosen yang ikut melaksanakan aksi massa di depan Polda NTB ini meminta agar Kapolda NTB memberikan kejelasan hukum pelaku pencabulan.

"Kami katakan kasus ini harus ada penanganan khusus dari Kapolda NTB. Kalau tidak ditangani tidak diseriusi oleh Kapolda, maka ada potensi anak mahasiswi kami di Unram bisa menjadi korban pencabulan," ungkap Zuhairi.

Apalagi, Dosen Fakultas Hukum Mata Kuliah Hukum Bisnis ini menilai AF sudah jelas terbukti melakukan aksi pencabulan kepada 10 mahasiswi.

"Gerakan ini menjadi pelajaran kami, jika ada proses hukum yang cacat. Kasus ini sudah jelas banyak korban tapi tidak dinaikkan ke tahap penyidikan oleh kepolisian," kata Zuhairi.




(BIR/iws)

Hide Ads