Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki beragam cara untuk menekan pernikahan anak. Salah satunya dengan membangun desa ramah perempuan dan anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB Wismaningsih Drajadiah menuturkan kini ada 92 desa layak anak di provinsi itu. Dari jumlah itu, desa ramah perempuan dan anak paling banyak berada di Kabupaten Sumbawa, Lombok Timur, dan Lombok Tengah.
"Kami berupaya menurunkan angka pernikahan anak tidak melulu dengan sosialisasi, tapi membuat desa ramah perempuan dan anak," tutur Drajadiah, Selasa (7/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sulit Membelas Calon Pengantin Anak |
Dinas Perlindungan Anak NTB mencatat sebanyak 1.870 anak mengajukan dispensasi nikah sepanjang 2021-2022. Data itu dihimpun dari sepuluh kabupaten/kota di provinsi itu.
Sementara itu, Save the Children Indonesia mencatat 311 pengajuan dispensasi nikah pada 2019 di NTB. Angka dispensasi itu meningkat menjadi 803 permohonan setahun kemudian.
Tingginya perkawinan anak di provinsi itu juga diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB. BPS menyebutkan persentase pernikahan anak di provinsi itu pada 2017 mencapai 16,02 persen. Setahun kemudian turun menjadi 15,48 persen dan pada 2019 naik menjadi 16,59 persen.
Baca juga: Gunung Es Nikah Anak di NTB |
![]() |
Drajadiah menuturkan desa ramah perempuan dan anak diminta untuk memiliki peraturan desa (Perdes) yang mencegah perkawinan bocah. "Perdes ini jangan disimpan saja, tapi dijalankan dan disosialisasikan," tuturnya.
Desa-desa tersebut, Drajadiah melanjutkan, juga bertugas menyosialisasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada orang tua. Tujuannya, agar orang tua tidak menikahkan anaknya di usia muda. "Orang tua bisa kena hukuman sanksi delapan tahun penjara jika memaksakan anak-anak menikah," tuturnya.
Pemprov NTB sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Namun, hukuman bagi pelanggar regulasi itu hanya sanksi sosial.
Apa lagi strategi Pemprov NTB mencegah pernikahan anak? Baca selengkapnya di sini.
Pemprov NTB, kata Drajadiah, juga gencar membentuk forum anak pencegahan perkawinan anak dan Posyandu Remaja untuk menangkal pernikahan anak. Program lainnya ialah Generasi Berencana. "Tugasnya melaporkan jika ada kasus pernikahan anak di desanya," ungkap Drajadiah.
Baca juga: Biang Kerok Tingginya Pernikahan Anak di NTB |
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Sitti Rohmi Djalilah mengatakan pencegahan dan pernikahan anak harus ditangani secara komprehensif. Misalkan, ada anak yang akan menikah muda, harus diedukasi dan diarahkan untuk menyelesaikan pendidikannya minimal sampai lulus SMA.
Pemprov NTB juga telah membuka SMAN terbuka untuk mereka yang nikah saat bocah. Tujuannya, agar para suami istri muda itu bisa melanjutkan sekolah. "Pokoknya untuk mengatasi pernikahan anak salah satunya fokus pendidikan dan mengedukasi bersama seluruh pihak," katanya.
Simak Video "Video KPAI Ungkap Pernikahan Anak di NTB Tinggi, Adat-Regulasi Jadi Sorotan"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/gsp)

Koleksi Pilihan
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali