Hidup berbulan-bulan di tenda terpal jadi bagian dari cerita getir warga usai rumahnya dibongkar tanpa ganti rugi untuk pembangunan jalan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Golo Mori/Tana Mori di Kecamatan Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
Demikian juga sawah yang tak bisa digarap karena turut digusur untuk pembangunan jalan tersebut.
Proyek jalan ini diprakarsai oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan PT WIKA sebagai pelaksana teknisnya membelah kampung Nalis dan Cumbi selebar lebih dari 23 meter. Aktivitas penggusuran jalan dimulai sejak Februari 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak Februari 2022 hingga sekarang masih ada warga yang tinggal di tenda terpal. Sebagian sudah membuat rumah darurat, dan yang lain lagi menumpang di rumah keluarga.
"Setelah mereka digusur hampir semua mereka yang rumahnya dibongkar itu tidur di tenda. Ada yang sampai sekarang masih tidur di tenda, ada yang sudah pelan-pelan bangun rumah darurat dari bahan lokal. Itu kondisi yang sekarang di lapangan," kata Pastor Simon Suban Tukan, SVD dari JPIC SVD Ruteng bersama sejumlah warga terdampak penggusuran jalan, di Labuan Bajo, Senin (12/12/2022) malam.
"Yang punya sawah sama sekali tidak bisa berfungsi lagi sawah karena sudah ditutupi tanah semua. Saya kira itu kondisi terakhir," lanjut Rohaniwan katolik ini.
JPIC SVD Ruteng dan LSM ILMU saat ini mendampingi masyarakat korban penggusuran mendapatkan hak ganti rugi dari pemerintah.
Viktor Frumentus, salah satu warga Kampung Cumbi yang pekarangan dan rumahnya korban penggusuran jalan tanpa ganti rugi itu mengaku tinggal di tenda terpal selama kurang lebih tujuh bulan, sejak Februari hingga September.
Ia kini menempati rumah darurat yang dibuatnya pada September lalu.
"Untuk keadaan sekarang kami yang warga terdampak sebagian ada rumah darurat sudah. Bulan 9 kemarin saya buat rumah darurat, sebelumnya saya tidur di tenda terpal, dari bulan 2 sampai awal bulan 9 kemarin itu di tenda terpal. Bulan 9 kemarin itu baru saya tidur di rumah darurat," ungkap Viktor.
"Teman-teman yang lain ada di rumah keluarga. Itu keadaan sampai hari ini. Kalau saya hanya tanah pekarangan dan rumah saja yang digusur makanya saya tidak bisa buat rumah sebelumnya makanya saya tidur di tenda terpal itu," lanjut dia.
David Jenaru, Tua Adat kampung Nalis mengungkapkan sawah juga tak bisa digarap karena saluran irigasinya sudah digusur. "Keadaan untuk sementara ini belum ada bajak sawah karena salurannya tidak ada, sudah diambil oleh jalan," ujar David.
Primus Padua, warga kampung Nalis menambahkan, warga yang sawahnya jadi korban penggusuran kini menjadi buruh proyek jalan tersebut agar asap dapur tetap mengepul. "Saudara-saudara yang tidak punya sawah lagi menjadi kuli pada proyek ini," kata Primus.
Diketahui, warga kampung Cumbi Desa Warloka, kampung Nalis Desa Macang Tanggar dan kampung Kenari Desa Warloka menjadi terdampak penggusuran pelebaran jalan tanpa ganti rugi itu. Kini mereka menuntut kompensasi dari pemerintah.
Hingga saat ini ada 51 warga korban dari kampung Cumbi, Nalis, dan Kenari yang terus memperjuangkan haknya menuntut ganti rugi. Jumlah asset warga yang menjadi korban penggusuran pembangunan jalan tersebut sebanyak 2 rumah permanen dua lantai, 5 rumah permanen, 16 rumah semi permanen, 14.050 mΒ² pekarangan, 1.790 mΒ² sawah dan 1.080 mΒ² ladang.
Mereka mengakui menandatangi kesepakatan penggusuran jalan itu tanpa ganti rugi, setelah pemerintah daerah kabupaten Manggarai Barat dalam beberapa kali sosialisasi menegaskan bahwa tak ada ganti rugi aset-aset yang menjadi korban penggusuran pembangunan jalan itu.
Warga menandatangi persetujuan pembangunan jalan tanpa ganti rugi karena tak mengetahui adanya aturan tentang ganti rugi pengadaan tanah bagi kepentingan umum.
Belakangan mereka menyadari bahwa semua proyek strategis nasional di seluruh Indonesia, termasuk pembangunan jalan ke KEK Golo Mori, ini memberikan kompensasi/ganti rugi kepada masyarakat yang asetnya diambil untuk kepentingan umum, sebagaimana diamanatkan oleh UU N0. 2 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020, dan PP No.19 Tahun 20219.
Hal ini juga dipertegas oleh pernyataan pejabat Pemerintah Pusat bahwa dalam setiap pembangunn yang mengorbankan hak warga ada ganti rugi. Selain itu warga di kampung lainnya di jalur itu mendapat ganti rugi hingga ratusan juta rupiah dari proyek pembangunan jalan ini.
Simak Video "Video: Momen Wamenpar Ikut Pungut Sampah di Labuan Bajo"
[Gambas:Video 20detik]
(dpra/hsa)