Pemerintah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) bakal melakukan eliminasi terhadap anjing liar yang diduga terpapar virus rabies dengan cara memakai racun anjing. Langkah ini dinilai merupakan opsi terbaik dalam memutus mata rantai penyebaran virus rabies pada anjing.
"Kalau untuk anjing-anjing liar itu tidak bisa dilakukan suntik karena lokasinya di hutan, sehingga dilakukan eliminasi dengan menggunakan racun anjing," kata Kabag Prokopim Kabupaten Bima, Suryadin kepada detikBali, Kamis (20/10/2022).
Suryadin mengaku, pada 2021, Pemerintah Kabupaten Bima kesulitan mendapatkan racun anjing karena tidak dijual secara bebas. Namun, tahun ini racun tersebut bisa didapatkan sehingga bisa digunakan untuk eliminasi anjing liar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kemarin-kemarin kan tidak ada yang jual atau tidak di jual karena dikhawatirkan akan terkontaminasi dengan hewan lain, maka sekarang dijual. Tahun 2022 ini untuk anjing yang berpemilik (peliharaan) akan disuntik vaksin, kalau anjing liar untuk mengurangi populasinya sehingga dilakukan eliminasi," ujarnya.
Ia menyadari ada pertentangan dari pecinta hewan bahwa eliminasi bukan langkah yang tepat. Namun, ia menilai pemerintah harus bergerak cepat supaya tidak menyebar..
"Tapi kan pemerintah harus bertindak cepat agar dapat memutus mata rantai penyebaran rabies ini. Kita tidak tahu pasti populasi anjing di hutan itu meningkat atau tidak, sehingga perlu langkah cepat. Ini KLB loh, solusinya ya itu adalah eliminasi, supaya tidak menyebar dan menjadi pandemi dan menjadi masalah besar," tegasnya.
Meski dianggap melakukan tanpa didasari oleh regulasi atau aturan hukum dalam eliminasi hewan (anjing liar), Suryadin mengaku pemerintah Bima akan bertanggungjawab karena memperhatikan keselamatan masyarakat dengan mencegah penyebaran virus.
"Yang pasti pemerintah bertanggungjawab apa yang dilakukan ini dan ini adalah opsi yang tepat eliminasi anjing untuk mencegah penyebaran. Pemerintah tidak berpikir satu pihak, artinya berpikir untuk keselamatan bersama yakni masyarakat," pungkasnya.
Untuk diketahui, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu daerah yang rawan terjangkit rabies karena populasi anjing yang tinggi. Diperkirakan, populasi anjing diBima lebih dari 146 ribu ekor. Ironisnya, dari jumlah tersebut baru 7 persen yang sudah divaksin antirabies atau sekitar 2 ribuan ekor.
Jumlah 146 ribu ekor anjing tersebut terbilang fantastis. Pasalnya, jumlah itu hampir setara dengan populasi penduduk Bima. Berdasar survei 2021, jumlah penduduk Bima sebanyak 155.141 jiwa.
Hingga saat ini tercatat ada 205 orang yang dilaporkan menjadi korban gigitan sepanjang 2022 (Januari-Oktober). Bima pernah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies pada 2019 lalu. Ketika itu 174 warga jadi korban gigitan anjing diduga rabies.
(iws/hsa)