Sosok Amaq Sinta alias Murtede (34) sempat menyita perhatian publik.
Nama Amaq Sinta langsung viral setelah ia dijadikan tersangka usai membunuh dua begal yang menghadang dirinya di jalan Dusun Bebile Desa Ganti
Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, pada Minggu (10/4/2022) lalu..
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan saat itu, Amaq Sinta sempat ditahan dengan sangkaan pembunuhan atas aksi perlawanannya melumpuhkan empat orang begal saat dirinya hendak menjenguk ibunya di salah satu Puskesmas di Lombok Timur.
Amaq Sinta dihadang empat begal masing-masing inisial OWP (23), P (30) (meninggal), W (32) dan H (17).
Setelah sempat viral, belakang baru diketahui, Amaq Sinta lahir dan besar menjadi seorang petani di salah satu kampung bernama Dusun Matek Maling Desa Ganti Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Nama Dusun Matek Maling alamat Amak Sinta pun menarik perhatian publik.
Sesuai bahasa suku Sasak Lombok kata Kepala Desa Ganti H. Acih mengaku arti dari nama Dusun Matek Maling ialah "kampung bunuh maling/begal".
Acih menjelaskan nama kampung Matek Maling tempat dimana Amaq Sinta lahir dan dibesarkan telah ada sejak puluhan tahun silam.
Nama Matek Maling sendiri ujar Acih kepada detikBali sudah diberikan dari titisan nenek moyang yang lahir dan besar di Desa Ganti Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah.
"Dusun (Matek Maling) ini memang terkenal suka bunuh maling. Jadi kalau ada maling yang masuk kampung langsung dibunuh. Bahkan ceritanya tidak ada yang selamat jika masuk kampung itu," cerita Acih melalui sambungan telepon, Senin (9/5/2022).
Acih menuturkan dari 22 jumlah dusun di Desa Ganti, sebagian besar warga yang bermukim di Dusun Matek Maling ialah berprofesi sebagai petani tembakau musiman.
"Sebagian besar memang warga di sana jadi petani dan PMI (pekerja migran Indonesia). Seperti Amaq Sinta ini kan seorang petani yang kita kenal rajin ke sawah," kata Acih.
Mayoritas Warga Pelajari Ilmu Kebal
Dalam catatan sejarah, di Dusun Matek Maling sudah berhasil membunuh puluhan maling sejak tahun 1970 hingga tahun 2000an.
"Kalau ada maling masuk duluan itu selesai sudah dia. Artinya langsung dibunuh di kampung itu. Jadi dulu nenek moyang orang sana memiliki ilmu membunuh maling," ujarnya.
Acih pun mengaku tidak heran jika Amaq Sinta korban begal yang berhasil membunuh dua begal usai berduel selama 30 menit di Jalan Raya Dusun Bebile Desa Ganti Kecamatan Praya Timur tidak mengalami luka serius di bagian tubuhnya.
"Saya tidak heran dengan Amak Sinta. Jadi sudah ada tradisi ilmu peninggalan orang tua (pengarek dengan toak) di sana," kata Acih.
Biasanya lanjut Acih, warga kampung Dusun Matek Maling isunya mempelajari ilmu kekebalan tubuh alias tidak bisa ditusuk oleh pisau atau parang.
"Tapi itu rahasia kampung ya. Jadi kita tidak boleh buka. Nanti kalau dibuka kan ketahuan," ujarnya.
Meski tak mau blak-blakan, faktanya, Amaq Sinta mengaku beberapa kali terkena tusukan oleh dua begal yang terbunuh inisial P dan OWP tidak mengalami luka parah di bagian tubuhnya.
"Sebenarnya tidak ada yang kebal sih di sana. Tapi begitulah peninggalan orang tua ilmu bela diri itu diberikan oleh yang kuasa," ujar Acih.
Menurut Acih, usai kasus Amaq Sinta yang sempat menyita perhatian publik, pihak pemerintah Desa Ganti meminta agar keamanan di Dusun Matek Maling Desa Ganti diperketat.
"Kita minta semuanya agar aman saja. Jangan ada lagi kasus serupa yang menimpa warga kami di Desa Ganti," pungkas Acih.
Diberitakan sebelumnya, kasus Amaq Sinta yang ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (13/4/2022) lalu akhirnya dihentikan.
Penghentian perkara langsung disampaikan Kapolda NTB Irjen pol Djoko Poerwanto, pada Sabtu (16/4/2022).
Bahkan Kapolda NTB menjelaskan perkara dugaan pembunuhan dua begal inisial P dan OWP yang dilakukan oleh Amaq Sinta mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sesuai putusan dalam Pasal 184 KUHP.
Amaq Sinta pun dibebaskan dari jeratan pidana karena murni melindungi diri (over macht) dari empat kawanan begal yang berniat merampas kendaraannya pada Minggu (10/4/2022) sekitar pukul 01.30 dini hari.
(dpra/dpra)