Tujuh saksi dihadirkan dalam lanjutan sidang korupsi pengadaan beras untuk aparatur sipil negara (ASN)Tabanan di PengadilanTipikor,Denpasar, Kamis (4/12/2025). Ada tiga terdakwa dalam kasus itu. Yakni, mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Dharma Santhika, I Putu Sugi Darmawan; mantan Manajer Unit Bisnis Ritel, I Wayan Nonok Aryasa; dan eks Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Tabanan, I Ketut Sukarta.
Adapun, para saksi yang dihadirkan yakni I Gusti Putu Ekayana selaku dewan pengawas Perumda Dharma Santhika, I Gede Urip Gunawan selaku Ketua Dewan Pengawas, IB Wiratmaja selaku anggota dewan pengawas, I Made Tirtayasa selaku Kasubag Produksi Perumda Dharma Santhika Tabanan, I Made Pasek Darma Sugiharta selaku Kabag Perencanaan Perumda Dharma Santhika, Ni Putu Dewi Sasih Suantari selaku Manager Keuangan dan Akuntasi Perumda Dharma Santhika, serta Dewa Ayu Sri Budiarta selaku Kabadan Bakeuda Tabanan periode 2018-2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para saksi yang dihadirkan beberapa kali ditanya mengenai kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1,82 miliar. Terungkap di persidangan, para ASN Kabupaten Tabanan ditarik Rp 210 ribu per bulannya untuk membeli beras premium di Perumda Dharma Santhika. Namun, kenyataannya, beras premium hanya dinikmati beberapa ASN saja. Bahkan ada yang mengeluh, beras yang diberikan berbau apek, pecah-pecah dan berkutu.
Saat hakim menanyakan kepada I Gede Urip mengenai pembelian, ia menyebut pembelian beras dari Kuasa Pemilik Modal (KMP) ke Dharma Santhika Tabanan. Saat rapat, Urip menyebut ada Sekretaris Daerah (Sekda) Tabanan yang hadir. Hakim lalu menanyakan apakah Sekda meminta pihak yang ikut rapat mengkaji atau langsung membeli beras.
"Saya kurang ingat yang mulia," ujar Gede Urip di hadapan ketua majelis hakim Ida Bagus Made Ari Suamba, bersama hakim anggota Nelson dan Imam Santoso.
"Yang saudara tahu? Siapa yang Saudara ingat?" tanya hakim lagi. Gede Urip menjawab, "Ada karyawan Dharma Santhika, seingat saya tidak ada PT," terang Gede Urip.
Hakim lantas mencecar pertanyaan mengenai pembelian beras, termasuk kapan inisiatif itu muncul.
"Ketika perusahaan merugi yang mulia. Pastinya saya tidak ingat," jawabnya.
Hakim beberapa kali menanyakan soal peran Sekda Tabanan. "Jujur saja, siapa yang punya ide ini. Sekda kah?," tanya hakim kepada para saksi.
Terungkap di persidangan, Perumda Dharma Santhika mengalami kerugian dan sempat kolaps pada 2017, lalu disuntik modal Rp 4 miliar oleh Pemkab Tabanan. Perusahaan baru mendapatkan keuntungan pada 2022 dan 2024.
Pada 2019 modal kembali ditambah sebesar Rp 4 miliar. Meski merugi, gaji pegawai Perumda Dharma Santhika terbilang cukup besar saat itu. Misalnya, jabatan manager keuangan mendaptkan gaji Rp 7 juta.
Bahkan, pejabat Pemkab Tabanan yang ditunjuk menjadi pengawas digaji Rp 4 juta di luar gaji sebagai ASN. Untuk menghidupkan Perumda, ASN diberikan beras, tapi gaji dipotong sebesar Rp 210 ribu per bulan.
Dari kebijakan itu, Perumda mendapatkan untung sebesar Rp 2.200 per kilogram dan ada fee Rp 300 per kilogram yang diketahui untuk operasional Perpadi Tabanan.
"Coba Saudara jujur, apakah benar beras yang diberikan ke ASN premium?" tanya hakim ke Kasubag Perencanaan, I Made Pasek Darma Sugiharta.
"Kalau yang saya lihat, bukan beras premium yang mulia," jawabnya Pasek setelah sebelumnya sempat terdiam menjawab pertanyaan hakim.
Diketahui, dari kasus dugaan korupsi ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,82 miliar.
(hsa/hsa)










































